• Posted by : Chachacino Selasa, 15 November 2016



    BAB I
    PENDAHULUAN

    1.1.       Latar Belakang
                      Saat ini, bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah yang menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas, khususnya masalah pandangan  hidup bangsa Indonesia terhadap pancasila. Pancasila merupakan ideologi Negara dan kepribadian bangsa Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi saat ini, nilai-nilai luhur dari Ideologi Negara ini diindikasikan mulai dilupakan masyarakat Indonesia. Sendi-sendi kehidupan di masyarakat sudah banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Era reformasi adalah era dimana adanya harapan besar bagi bangsa ini menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, memiliki akuntabilitas tinggi serta adanya kebebasan berpendapat. Hal tersebut diharapkan makin mendekatkan bangsa Indonesia pada pencapaian tujuan nasional sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, gerakan reformasi ini diharapkan mampu mendorong perubahan mental bangsa Indonesia, baik pemimpin maupun rakyat sehingga mampu menjadi bangsa yang menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kebenaran, persamaan dan persaudaraan. Untuk itu di era reformasi ini peran pancasila tentulah sangat penting guna menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia.           

    1.2.      Rumusan Masalah
    1.2.1.      Apa itu reformasi?
    1.2.2.      Bagaimana nilai Pancasila di era reformasi ?
    1.2.3        Apa itu Pancasila sebagai paradigma?
    1.2.4        Bagaimanakah relasi Pancasila dan paradigma reformasi?
    1.2.5        Apa arti Pancasila sebagai paradigma reformasi?
    1.3.      Tujuan Penulisan
                       Makalah ini kami tulis selain untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen, serta agar makalah ini dapat membuka wawasan kita terkait nilai-nilai pancasila dan membuka hati kita untuk selalu mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari di era sekarang ini.

























    BAB II
    PEMBAHASAN

    2.1.       Reformasi
                      Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang secara semantik bermakna  “Make or become better by removing  or putting right what is bad wrong”. Secara harpiah demokrasi memilki makna suatu pergerakan untuk  menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
                      Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya pada pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang berguguran dalam proses reformasi tersebut. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi tidak tentu arah juga kacau dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini menjadi tanda tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan negara ini diharapkan menjadi lebih baik namun justru kita temui hal yang kontraprodu.
                      Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945 dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orla dan orba terjadi deviasia atau penyimpangan oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan. Dan pada akhirnya, muncul pemerintahan yang lalu seperti otoriter absolut, terpimpin, kolusi, korupsi dan nepotisme dalam kekuasaan. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendikiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi di segala bidang terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum. Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil presiden Prof. Dr. BJ. Habibie menggantikan kedudukan presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU Politik tahun 1985. Kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi  yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil , UU Bank Sentral, UU Perlidungan Konsumen dan lain sebagainya. Dengan demikian reformasi harus diikuti juga dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi pemerintahan.
                      Yang lebih mendasar lagi reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya dan diawali dengan pengubahan :
    a)    UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR, dan DPRD (UU No. 16/1969 jis. UU No. 5/1975 dan UU No. 2/1985).
    b)   UU tentang Partai Politik dan Golongan Karya (UU No. 3/1975, jo.UU. No. 3/1985).
    c)    UU tentang Pemilihan Umum (UU no. 16/1969 jis UU No. 4/1975,UU No.2/1980, dan UU No. 1/1985).
                      Reformasi terhadap UU politik tersebut harus benar-benar dapat mewujudkan iklim politik yang demokratis sesuai dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat. Gerakan reformasi ini sebagai suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman terutama perkembangan dinamika aspirasi rakyat.
    2.2.       Nilai Pancasila pada Era Reformasi
                      Pada dasarnya, manusia bertingkah laku dan bersikap berdasarkan latar belakang dan motivasi nilai-nilai tertentu. Bahkan, suatu tindakan dinilai telah berdsarkan motivasi atau iktikad itu. Jadi, tingkah laku seseorang merupakan produk dan perwujudan dari nilai-nilai. Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan zaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Akan tetapi nilai-nilai esensialnya bersifat tetap yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
                      Namun semenjak reformasi nilai-nilai pancasila kian tersingkir, keberadaanya yang mulai dilupakan oleh generasi penerus bangsa serta pengaruh globalisasi yang semakin besar menjadi salah satu faktor menurunnya pemahaman pancasila pada generasi muda bangsa ini dan  telah menjadikan masyarakat Indonesia kehilangan roh kebangsaannya. Akibat hal tersebut adalah merosotnya moral dan lunturnya rasa kebersamaan serta persatuan masyarakat Indonesia. Ini sudah terbukti dengan banyaknya pertikaian di masyarakat dan aturan perundang-undangan yang dibuat untuk lebih mementingkan kelompok daripada kepentingan nasional atau bangsa yang ujung-ujungnya  berdampak pada aturan yang tidak tegas alias ngambang dan penindakannya pun jadi ragu.
                      Pelaksanaan Pancasila pada masa reformasi cenderung meredup dan tidak adanya istilah penggunaan Pancasila sebagai propoganda praktik penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini terjadi lebih dikarenakan oleh adanya globalisasi yang melanda Indonesia. Masyarakat terbius akan kenikmatan hedonisme yang dibawa oleh paham baru yang masuk sehingga lupa dari mana, di mana, dan untuk siapa sebenarnya mereka hidup. Seakan-akan mereka melupakan bangsanya sendiri yang dibangun dengan semangat juang yang gigih dan tanpa memandang perbedaan.
                      Dalam perkembangan masyarakat secara kultur, masyarakat lebih cenderung menggunakan Pancasila sebagai dasar pembentukan dan penggunakan setiap kegiatan yang mereka lakukan. Peran Pancasila dalam hal ini sebenarnya adalah untuk menciptakan masyarakat “kerakyatan”, artinya masyarakat Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban harus seimbang dan tidak memihak ataupun memaksakan kehendak kepada orang lain.
                      Di era reformasi, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktanya, Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan peran vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena setiap rezim selalu menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter, dan hal inilah yang dapat menimbulkan gerakan reformasi seperti yang di sebutkan di bagian atas.
                      Oleh karena itu yang harus dilakukan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, maka Pancasila harus dimaknai secara proposional dan kontekstual. Proposional dan kontekstual dapat diartikan, Pancasila harus ditempatkan membumi pada realitas masyarakat dalam pendekatan kultural-doktinal-demokratis, dan bukan ditempatkan diatas menara gading yang elitis-doktrinal-otoriter. Pancasila harus dipandang dan dikonsolidasi secara proposional antara ortodoksi dan ortopraksis. Artinya, negara bangsa ini harus tetap menempatkan Pancasila tetap konsisten pada pemikiran para pendiri bangsa dalam satu sisi, dan memiliki kemampuan adaptasi terhadap perkembangan dunia kontemporer pada sisi lainnya.
                      Walaupun sebenarnya masa sekarang ini boleh dan masih bisa dikatakan masa reformasi tetapi yang ingin  kami bahas ini adalah masa sekarang dimana kehidupan kita sedang berlangsung, semuanya dijelaskan bahwa, pada tanggal 20 mei yang kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia. Sayangnya, sampai pada tumbangnya rezim Orde Baru Soeharto, yang katanya diganti oleh Orde Reformasi sama sekali tidak mewujudkan makna kebangkitan nasional yang sesungguhnya. Sampai hari ini di bawah rezim Presiden Joko Widodo, yang terjadi justru adalah hari kebangkrutan nasional. Kebangkrutan akan nilai-nilai luhur bangsa yang secara fundamental telah dicantumkan dan dijadikan dasar negara kita, Pancasila. Di masa sekarang ini, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mulai terkikis. Akibatnya, konflik terjadi di mana-mana, korupsi merajalela, dan keadilan tercabik-cabik.
                      Sekarang ini, Pancasila hanya ada di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Negara yang katanya merupakan kesatuan bangsa yang bernama Republik Indonesia. Dia hanya dijadikan pajangan, slogan dan alat politik. Di masa sekarang ini, keeksistensian pancasila sangatlah memburuk, Pancasila hanyalah terlihat sebagai simbol Negara saja, mereka (baik masyarakat ataupun pemerintah) hanyalah mengerti bahwa Pancasila sebagai dasar Negara, tetapi pada kenyataannya, ternyata banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai Pancasila itu sendiri, mereka tidak memperhatikan akan pentingnya Pancasila dalam hidup berbangsa dan bernegara.

    2.3.      Pancasila sebagai Paradigma
                      Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah atau tujuan bagi ‘yang menyandangnya’. Istilah paradigma sudah dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para ilmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari dan dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersamaan dengan batang tubuh UUD 1945.
                      Kehidupan NKRI ini tergantung kepada seberapa besar penghargaan warga Negara terhadap Pancasila, baik dari segi pengkajian dan pengamalan Pancasila itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai tertib hukum tertinggi, keberadaan Pancasila tidak dapat diganggu gugat, karena merubah dan mengamandemen Pancasila sama halnya dengan membubarkan NKRI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Memang fakta sejarah membuktikan berkali-kali konstitusi Negara ini diubah-ubah, dimulai dengan keluarnya peraturan pemerintah yang mengganti sistem presidensil dengan sistem parlementer, hingga ditetapkannya konstitusi RIS yang RI merupakan salah satu negara bagian dari Negara Federal tersebut, sebagai akibat ditanda tanganinya perjanjian KMB. Seiring bergulirnya waktu konstitusi RIS pun akhirnya diubah. Dengan diadakannya pemilu 1955, yang salah satu tujuannya adalah memilih anggota konstituante. Dewan Konstituante diberi mandat  untuk menyusun konstitusi baru bagi negara, namun rencana pembentukan dasar Negara baru itupun gagal, seiring dengan keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959, yang menyatakan kembali ke UUD 1945. Suatu pembuktian bahwa rakyat Indonesia membutuhkan Pancasila untuk merekatkan persatuan diantara mereka.
                      Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal tersebut pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.

    2.4.      Relasi Pancasila dengan Paradigma Reformasi
    Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
    1.      Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebagai manusia dan makhluk tuhan.
    2.      Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia
    3.      Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
    4.      Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan.
    5.      Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

    2.5.      Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
                      Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan negara dimasa lampau, mengoreksi segala kekurangannya, sambil merintis pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki. Inilah 3 macam pancasila sebagai paradigma reformasi.
    1.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
                Salah satu faktor penyebab terjadinya krisis yang sangat luas adalah hukum telah dijadikan alat kekuasaan dan pelaksanaanya telah diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan, yaitu persamaan hak warga negara di hadapan hukum.
                Gerakan reformasi bertekad menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dapat diselesaikan secara tuntas melalui proses rekonsiliasi agar terciopta persatuan dan kesatuan sistem hukum yang didasarkan pada nilai filosofis yang berorientasi pada kebenaran dan keadilan, nilai sosial yang berorientasi pada tata nilai yang berlaku dan bermanfaat bagi masyarakat, serta nilai yuridis yang bertumpu pada ketentuan perundang-undangan yang menjamin ketertiban dan kepastian hukum.
                Gerakan reformasi juga bertekad menegakkan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan bertanggung jawab, serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia. Langkah ini harus didahului dengan memproses dan menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, serta pelanggaran hak asasi manusia.

    2.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
                Bahwa sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Oleh karenanya diperlukan terwujudnya sistem politik yang demokratis yang dapat melahirkan penyeleksian pemimpin yang dipercaya oleh masyarakat, dengan memberdayakan masyarakat melalui sistem politik yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab, menjadi panutan masyarakat dan mampu mempersatukan bangsa dan negara.
                Terjadinya peralihan kekusaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah, dan dendam antar  kelompok masyarakat yang terjadi sebagai akibat dari proses demokrasi yang tidak berajalan dengan baik. Hal ini harus segera diakhiri dengan mewujudkan proses peralihan kekuasaan secara demokratis, tertib dan damai sesuai hukum dan perundang-undangan.
                Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya sehingga gejolak politik yang bermuara pada gerakan reformasi menuntut adanya kebebasan, kesetaraan dan keadilan. Sehingga diperlukan terwujudnya demokrasi yang menjamin hak dan kewajiban masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik secara bebas dan bertanggung jawab, sehingga menumbuhkan kesadaran untuk memantapkan persatuan bangsa. Gerakan reformasi bertekad untuk menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan, dalam berbagai tingkat struktur politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang. Setiap keputusan politik harus melalui proses yang demokratis dan transparan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
    Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945 yaitu :
    a.       Pasal 1 ayat ( 2 ) menyatakan : “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”
    b.      Pasal 2 ayat ( 2 ) menyatakan : “ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Ditambah dengan utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan – golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang – undang”
    c.       Pasal 5 ayat ( 1 ) menyatakan : “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang – undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”
    d.      Pasal 6 ayat ( 2 ) menyatakan : “Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak”

    3.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
                Bahwa perilaku ekonomi yang berangsung dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta berpihak pada kelompok pengusaha besar, telah menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang besar yang harus dipikul oleh negara, pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar. Untuk itu, diperlukan adanya upaya untuk membaikkan perekonomian nasional, terutama perekonomian rakyat, sehingga beban ekonomi rakyat dan pengangguran dapat dikurangi, yang kemudian mendorong rasa optimis dan kegairahan dalam perekonomian nasional. Dalam hal ini gerakan reformasi bertekad meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat dan daerah.
    BAB III
    KESIMPULAN

                      Nilai pancasila pada  era reformasi sampai sekarang ini sangatlah memprihatinkan bahkan kadang terlupakan, buktinya masih banyak terjadi konflik, KKN, pemerasan, dll. Semuanya dikarenakan tidak adanya kesadaran bersama untuk mengamalkan nilai pancasila. Saat ini mari kita tumbuhkan semangat pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Sudah seharusnya pancasila dijadikan sebagai pondasi dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama  dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila, yaitu hakikat nilai-nilai dasar yang terkandung dalam kelima sila pancasila. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai pancasila melalui proses pendidikan dan menerapkan pedoman penghayatan serta pengamalan Pancasila. Karena Pancasila harus dipahami secara benar agar mampu mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan nasionalnya.








    DAFTAR PUSTAKA

    Al-Marsudi, Subandi. 2003. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma reformasi. Jakarta: Raja grafindo Persada.
    Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila.  Yogyakarta: Paradigma.
    Taniredja, Tukiran. 2014. Kedudukan dan Fungsi Pancasila. Bandung : Alfabeta.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan