- Home>
- Teori Belajar Ausubel
Posted by : Chachacino
Minggu, 06 November 2016
Teori belajar Ausubel adalah teori belajar
mengajar yang dapat mengakibatkan seseorang bisa belajar bermakna. Sehingga
dengan belajar bermakna informasi (pengetahuan) yang diperoleh mempunyai daya
tahan yang lebih lama. Pembelajaran disekolah menjadi efektif dan efisien. Dan
teori belajar Ausubel ini membimbing guru mengajarkan konsep-konsep yang utama
ke yang kurang utama. Teori ini dapat dipakai untuk mengajarkan berbagai ilmu
termasuk matematika.
1.
Teori Belajar Ausubel
a.
Belajar Menurut Ausebel
Ausubel mengklasifikasikan belajar kedalam
dua demensi sebagai berikut:
1)
Demensi-1, tentang cara
penyajian informasi atau materi kepada siswa. Demensi ini meliputi belajar
penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final dan belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang diajarkan
2)
Demensi-2, tentang cara
siswa mengkaitkan materi yang diberikan dengan struktur kognitif yang telah
dimilikinya. Jika siswa dapat menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada
pengetahuan yang telah dimilikinya maka dikatakan terjadi belajar bermakna.
Tetapi jika siswa menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar
hafalan.
Kedua demensi ini merupakan suatu kontinum.
Novak (dalam Dahar, 1988: 136)
memperlihatkan gambar sebagai berikut:
Belajar Bermakna
|
Menjelaskan
|
Pengajaran Audio-
|
Penelitian Ilmiah
|
|
|||
|
hubungan
|
antara
|
Tutorial
|
|
|
|
|
|
konsep-konsep
|
|
|
|
|
|
|
|
Penyajian
|
Melalui
|
Kegiatan
|
di
|
Sebagian
|
Besar
|
|
|
Ceramah
|
atau
|
Laboratorium
|
|
penelitian
|
Rutin
|
|
|
buku pelajaran
|
Sekolah
|
|
Atau
|
Produksi
|
|
|
|
|
|
|
|
Intelektual
|
|
|
Belajar Hafalan
|
Daftar Perkalian
|
Menerapkan
|
|
Pemecahan
|
|
||
|
|
rumus-rumus
|
|
dengan coba-coba
|
|
||
|
|
|
Untuk
|
|
|
|
|
|
|
|
Memecahkan
|
|
|
|
|
|
|
|
Masalah
|
|
|
|
|
|
Belajar
|
|
Belajar
Penemuan
|
Belajar
Penemuan
|
|
||
|
Penerimaan
|
Terbimbing
|
|
Mandiri
|
|
|
Sepanjang kontinum mendaftar terdapat dari
kiri ke kanan berkurangnya belajar penerimaan dan bertambahnya belajar
penemuan, sedangkan sepanjang kontinum vertical terdapat dari bawah ke atas
berkurangnya belajar hafalan dan bertambahnya belajar bermakna.
Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa
belajar penerimaan yang bermakna dapat dilakukan dengan cara menjelaskan
hubungan antara konsep-konsep, sedangkan belajar penemuan yang masih berupa
hafalan apabila belajar dilakukan dengan pemecahan masalah secara coba-coba.
Belajar penemuan yang bermakna hanyalah terjadi pada penelitian ilmiah.
Sehubungan dengan kedua demensi diatas,
Ausubel (dalam Hudoyo, 1988: 62) mengklasifikasikan empat kemungkinan type
belajar, yaitu belajar dengan penemuan bermakna, belajar dengan ceramah yang
bermakna, belajar penemuan yang tidak bermakna, dan belajar ceramah yang tidak
bermakna.
Inti dari belajar Ausubel ini adalah
belajar penerimaan yang bermakna. Dikatakan Ausubel (dalam Hudoyo, 1988:62)
bahwa belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta
didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan belajar
bermakna ini peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah
dicapai
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988: 142),
bahwa prasyarat belajar bermakna adalah sebagai berikut:
1)
Materi yang akan
dipelajari harus bermakna secara potensial. Kebermaknaan materi tergantung pada
dua factor berikut:
a)
Materi harus memiliki
kebermaknaan logis, yaitu merupakan materi yang nonarbitrar dan substantive.
Materi yang nonarbitrar adalah materi yang konsisten dengan yang telah
diketahui, sedangkan materi yang substantive adalah materi yang dapat
dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah artinya.
b)
Gagasan-gagasan yang
relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dalam hal ini harus
diperhatikan pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan intelektual mereka,
intelegensi dan usia
2)
Siswa yang akan belajar
harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna. Dengan demikian siswa
mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. Jadi tujuan siswa merupakan
faktor utama dalam belajar bermakna.
Sebagaimana disimpulkan oleh Rosser (dalam
Dahar, 1988: 143) bahwa belajar bermakna dapat terjadi bila memenuhi tiga
komponen yaitu materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa harus
bertujuan untuk memesukkan materi itu kedalam struktur kognitifnya dan dalam
struktur kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengkaitkan
atau menghubungkan materi baru secara nonarbitrar dan substantif. Jika salah
satu komponen tidak ada,maka materi itu akan dipelajari secara hafalan
Beberapa Prinsip dalam teori belajar Ausubel
1)
Advance Organizer
Advance Organizer mengarahkan para siswa ke
materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang
dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Advance Organizer
dapat dianggap merupakan suatu pertolongan mental dan disajikan sebelum materi
baru (Dahar, 1988: 144)
2)
Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna
berlangsung perlu terjadi pengembangan konsep dari umum ke khusus. Dengan
strategi ini guru mengajarkan konsep mulai dari konsep yang paling inklusif,
kemudian kurang inklusif dan selanjutnya hal-hal yang khusus seperti contoh- contoh
setiap konsep. Sehubungan dengan ini dikatakan Sulaiman (1988:203) bahwa
diferensiasi progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui
penguraian bahan secara heirarkis sehingga setiap bagian dapat dipelajari
secara terpisah dari satu kesatuan yang besar
3)
Belajar Superordinat
Belajar superordinat
dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal
sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Dinyatakan Dahar,
(1988:148) bahwa belajar superorninat tidak dapat terjadi disekolah, sebab
sebagian besar guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-konsep yang
lebih inklusif
4)
Penyesuaian Integratif
(Rekonsiliasi Integratif)
Menurut Ausubel (Dahar,
1988: 148), selain urutan menurut diferensiasi progresif yang harus
diperhatikan dalam mengajar, juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep
baru dihubungkan dengan konsep-konsep yang superordinat. Guru harus
memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana
konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi mengambil arti baru. Untuk
mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian
rupa hingga dapat digerakkan hierarki-heirarki konseptual ke atas dan ke bawah
selama informasi disajikan.
Guru dapat mulai dengan
konsep-konsep yang paling umum, tetapi perlu diperlihatkan keterkaitan
konsep-konsep subordinat dan kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke
arti-arti baru bagi konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi contoh setiap
konsep. Sehubungan dengan ini dikatakan Sulaiman (1988:203) bahwa diferensiasi
progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan
secara heirarkis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari
satu kesatuan yang besar