• Posted by : Chachacino Selasa, 27 Desember 2016



    SUATU KRITIK TERHADAP KEMUTLAKAN DALAM FILSAFAT MATEMATIKA
    1.      Pendahuluan
    Kita akan menjelaskan dan mengkritik perspektif epistemologis yang dominan dalam matematika.Yaitu, pandangan absolut bahwa kebenaran matematika adalah mutlak, bahwa matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang tidak diragukan lagi dan obyektif. Hal ini bertantangan dengan pandangan fallibilist bahwa kebenaran matematika adalah tidak mutlak, dan tidak pernah bisa dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu adanya revisi dan koreksi.Banyak yang diperoleh dari perbedaan absolut-fallibilist , diantaranya adalah perspektif filosofis yang diadopsi karena faktor epistemologis yang paling penting yang mendasari pengajaran matematika.
    2.      Filsafat Matematika
    Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang berujuan untuk merenungkan dan menjelaskan sifat dari matematika. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam Filosofi matematika seperti: Apa dasar untuk pengetahuan matematika? Apakah sifat kebenaran matematika? Apa ciri kebenaran matematika? Apa pembenaran untuk pernyataan mereka? Mengapa kebenaran matematika kebenaran yang diperlukan?Pendekatan secara luas diadopsi oleh epistemologi, adalah untuk menganggap bahwa pengetahuan dalam bidang apapun diwakili oleh satu set proposisi, bersama-sama dengan prosedur untuk memverifikasi atau memberikan pembenaran pada suatu pernyataan. Ketika pembuktian matematika didasarkan pada penarikan kesimpulan saja tanpa dengan data empiris, maka pengetahuan matematika dipahami sebagai pengetahuan yang paling diyakini. Secara tradisional, filsafat matematika bertujuan untuk memberikan dasar kepastian pengetahuan matematika. Yaitu, menyediakan sistem di mana pengetahuan matematika dapat dibuang secara sistematis dalam membangun kebenarannya. Hal ini tergantung pada asumsi yang diadopsi, yaitu secara implisit atau eksplisit.
    Asumsi
    Peran filsafat matematika adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk pengetahuan matematika, yaitu dalam nilai kebenaran matematika.Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi filsafat matematika adalah untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk pengetahuan matematika. Pandangan Foundationism terhadap pengetahuan matematika terikat dengan pandangan absolutist, yaitu menganggap bahwa kebenaran matematika adalah mutlak.
    3.      Hakekat dari Ilmu Matematika
    Secara tradisional, matematika telah dipandang sebagai paradigma pengetahuan tertentu. Euclid mendirikan struktur logika yang luar biasa hampir 2.500 tahun lalu, yang hampir sampai abad ke sembilan belas dianggap sebagai paradigma untuk mendirikan kebenaran dan kepastian. Newton menggunakan unsur-unsur logika dalam bukunya Prinsipia, dan Spinoza juga menggunakannya dalam bukunya  yaitu Ethics, untuk memperkuat klaim mereka menjelaskan kebenaran secara sistematis. Matematika telah lama dianggap sebagai sumber pengetahuan tertentu yang paling dikenal umat manusia.
    Sebelum menanyakan hakikat dari ilmu matematika, pertama-tama perlu mempertimbangkan hakikat ilmu pengetahuan pada umumnya. Oleh karena itu pertanyaan yang muncul pertama adalah apa itu ilmu pengetahuan? Pertanyaan tentang apa itu ilmu pengetahuan merupakan jantung filsafat, dan pengetahuan matematika memainkan peran khusus. Jawaban standar untuk filosofi ini adalah bahwa pengetahuan merupakan kepercayaan yang dibenarkan. Lebih tepatnya lagi, bahwa pengetahuan proposisional terdiri dari proposisi yang diterima (yaitu dipercaya), asalkan ada dasar yang memadai untuk penegasannya (Sheffler, 1965; Chisholm, 1966; Woozley, 1949).
    Pengetahuan diklasifikasikan berdasarkan pada pernyataan tersebut. Pengetahuan apriori dan pengetahuan posteriori. Pengetahuan opriori yaitu proposisi yang hanya berdasarkan alasan saja, tanpa pengamatan dari dunia. Alasannya terdiri dari penggunaan logika deduktif dan makna istilah, biasanya dapat ditemukan dalam definisi. Sebaliknya pengetahuan posteriori atau empiris yaitu proposisi yang berdasarkan pengalaman, yaitu dengan pengamatan dunia (Woozley, 1949)
    Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan opriori, karena terdiri dari proposisi yang menjelaskan atas dasar alasan saja. Alasannya, termasuk logika deduktif dan yang digunakan definisi dan merupakan sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika. Dengan demikian dapat dikatakan pengetahuan dasar matematika yaitu dasar untuk menyatakan kebenaran proposisi matematika, yang terdiri dari bukti deduktif.
    Bukti dari proposisi matematika adalah proposisi terbatas yang memenuhi syarat cukup. Setiap pernyataan adalah aksioma yang berdasarkan seperangkat aksioma sebelumnya, atau diperoleh berdasarkan aturan penarika kesimpulan dari satu atau lebih pernyataan yang telah ada sebelumnya. Istilah ‘aksioma’ dipahami secara luas sebagai pernyaan yang diakui sebagai bukti tanpa demonstrasi. Aksioma tersebut yaitu selain dalil-dalil dan definisi.
    Contoh dalam sistem aksiomatik Peano Aritmatika adalah pembuktian pernyataan ‘1 + 1 = 2’. Untuk membuktikannya kita memerlukan definisi-definisi dan aksioma S0 = 1, S1 = 2, x + 0 = x, x + y = S (x + y) dari peano aritmatika, dan aturan-aturan penarika logika matematika dari P(r), r = t P(t) ; P(v) P(c) (dimana r; t; v; c dan P(t) adalah kisaran berkala; variable; konstanta; dan proposisi dalam masa t, dan adalah tanda implikasi logis). Berikut ini adalah bukti dari 1 + 1 = 2: x + Sy =  S (x + y), 1 + Sy = S (1+y), 1 + S0 = S (1 + 0), x + 0 = 1, 1 + 0 = 1, 1 + S0 = S1, S0 = 1, S0 = 1 + 1 = S1, S1 = 2, 1 + 1 = 2.
    Penjelasan tentang bukti ini adalah sebagai berikut: S0 = 1 [D1] dan S1 = 2 [D2] adalah definisi dari konstanta 1 dan 2, dalam Peano Aritmatika. x + 0 = x [A1] dan x + Sy = S (x + y) [A2] adalah aksioma dari Peano Aritmatika. P(r), r = t P(t) [R1] dan P(v) P(c) [R2], dengan simbol-simbol seperti yang dijelaskan diatas adalah aturan logika penarikan kesimpulan. Kembenaran dari pembuktian tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.
    Bukti ini menetapkan '1 + 1 = 2' sebagai item pengetahuan matematika atau kebenaran, sesuai dengan analisis sebelumnya, yaitu bukti deduktif legitimasi untuk menjelaskan pernyataan itu. Lebih lanjut, pengetahuan priori dinyatakan atas dasar alasan.
    Namun, sesuatu yang belum jelas adalah alasan untuk asumsi yang dibuat dalam pembuktiannya. Asumsi yang dibuat adalah dari dua jenis: asumsi matematis dan logis. Asumsi matematis yang digunakan adalah definisi (D1 dan D2) dan aksioma (Al dan A2). Asumsi logis merupakan aturan-aturan inferensi yang digunakan seperti (R1 dan R2), yang merupakan bagian dari bukti teori yang mendasari, dan sintaks dasar bahasa formal.
    Tabel 1.1
    Langkah
    Pernyataan
    Pembenaran dari pernyataan
    S1
     x + Sy = S(x + y)
     A2
    S2
     1 + Sy = S(1 + y)
    R2 digunakan untuk S1, v = x, c = 1
    S3
     1 + S0 = S(1 + y)
    R2 digunakan untuk S2, v = y, c = 0
    S4
     x + 0 = x
     A1
    S5
     1 + 0 = 1
    R2 digunakan untuk S4, v = x, c = 1
    L6
     1 + S0 = S1
    R1 digunakan untuk S3 dan S5, r = 1 + 0, t = 1
    S7
     S0 =1
    D1
    S8
     1 + 1 = S1
    R1 digunakan untuk S6 dan S7, r = S0, t = 1
    S9
     S1 =2
     D2
    S10
     1 + 1 = 2
    R1 digunakan ke S8 dan S9, r = S1, t =2
    Kami beranggapan asumsi matematis merupakan yang pertama. Kesalahan definisi- definisi akan bermasalah, karena itu pada prinsip akan tereliminasi. Setiap kejadian dari ketentuan yang ditetapkan 1 dan 2 dapat digantikan oleh sesuatu yang memperpendek (masing-masing S0 dan SS0). Hasil menghilangkan definisi ini adalah bukti disingkat: x + Sy = S (x + y), S0 + Sy = S (S0 + y), S0 + S0 = S (S0+0), x+ 0 = x, S0 + O = S0, S0 + S0 = S S0; yang menunjukkan '1 + 1 = 2'. Meskipun kesalahan definisi adalah prinsip yang tereliminasi, itu tetap merupakan kenyamanan yang tak diragukan, belum lagi bantuan untuk berpikir, untuk mempertahankannya. Namun, dalam konteks ini kami mengurangi asumsi untuk meminimumkannya, untuk mengungkapkan pengetahuan matematika dan pembenaran asumsi yang tereduksi.
    Jika belum ada kesalahan definisi, seperti dalam definisi asli induktif tentang penambahan karya Peano (Heijenoort, 1967), yang diasumsikan di atas sebagai sebuah aksioma, dan bukan sebagai definisi, maka pada prinsipnya definisi tidak akan tereliminasi. Dalam hal ini masalah dasar definisi, yaitu pada asumsi yang bersandar adalah sama dengann aksioma.
    Aksioma dalam buktinya tidak tereliminasi. Mereka harus dianggap baik sebagai kebenaran aksiomatik yang jelas, atau hanya mempertahankan status yang dibenarkan, asumsi sementara, diadopsi untuk memungkinkan perkembangan dari teori matematika di bawah pertimbangan. Hal itu akan kembali ketitik ini.
    Asumsi logis, yaitu aturan penarikan kesimpulan (bagian dari bukti teori secara keseluruhan) dan sintaks yang logis, diasumsikan sebagai bagian dari logika yang mendasari, dan merupakan bagian dari mekanisme yang diperlukan untuk penerapan alasan. Jadi logika dianggap sebagai dasar yang bermasalah untuk pembenaran ilmu pengetahuan.
    Singkatnya, kebenaran matematika dasar '1+ 1 =2', tergantung pada pembenaran pembuktian matematis. Hal ini pada gilirannya tergantung pada asumsi sejumlah pernyataan matematika dasar (aksioma), serta pada logika yang mendasari. Secara umum, pengetahuan matematika terdiri dari pernyataan yang dibenarkan oleh bukti, yang tergantung pada aksioma matematika (dan logika yang mendasari).
    Penjelasan pengetahuan matematika pada dasarnya telah diterima hampir 2.500 tahun. Awal presentasi pengetahuan matematika, seperti elemen-elemen pada Euclid's, berbeda dari penjelasan di atas yang hanya oleh derajat saja. Dalam Euclid seperti di atas, pengetahuan matematika dibentuk oleh deduksi logis dari teorema, aksioma dan dalil-dalil (yang termasuk aksioma). Logika yang mendasari tidak ditentukan (selain pernyataan dari beberapa aksioma tentang hubungan kesetaraan). Aksioma yang tidak dianggap sebagai asumsi sementara diadopsi, yang digunakan hanya untuk pembangunan teori berdasarkan pertimbangan. Aksioma yang menjadi dasar kebenaran tidak diperlukan adanya pembenaran (Blanche, 1966). Karena itu, bukti logis mempertahankan kebenaran dan diasumsikan aksioma adalah kebenaran yang jelas, maka setiap teorema yang berasal darinya juga harus ada kebenarannya (dalam Euclid alasan ini secara implisit, tidak eksplisit). Namun, klaim ini tidak lagi diterima karena aksioma Euclid dan postulat tidak dianggap sebagai dasar dan kebenarannya tak terbantahkan, tidak satu pun yang dapat menegaskan atau ditolak tanpa menyebabkan kontradiksi. Bahkan, penolakan beberapa dari mereka, terutama Postulat Paralel, hanya mengarah ke tubuh lain pengetahuan geometrik (geometri yang bukan berdasarkan euclid)
    Diluar Euclid, pengetahuan matematika modern mencakup banyak cabang yang bergantung pada asumsi aksioma-aksioma yang tidak dapat diklaim sebagai dasar kebenaran universal, misalnya aksioma teori group atau teori himpunan (Maddy, 1984).

    4.      Pandangan Absolutis dalam Pengetahuan Matematika
    Pandangan absolutis dalam pengetahuan matematika adalah bahwa hal itu terdiri dari kebenaran tertentu dan unchallengeable (tidak dapat ditantang). Menurut pandangan ini, pengetahuan matematika adalah kebenaran mutlak, dan merupakan pengetahuan yang unik, terlepas dari logika dan pernyataan yang benar berdasarkan makna istilah, seperti 'Semua bujangan adalah yang belum menikah'. Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, memiliki pandangan yang absolut dari pengetahuan matematika. Dengan demikian, menurut Hempel: validitas matematika berasal dari ketentuan yang menentukan makna dari konsep-konsep matematika, dan bahwa proposisi matematika pada dasarnya adalah 'benar dengan definisi' (FeigIdan Sellars, 1949, halaman 225). Pendukung lain kepastian matematika A.J. Ayer yang mengklaim berikut. Sedangkan generalisasi ilmiah adalah mudah mengaku menjadi keliru, tampaknya kebenaran matematika dan logika diperlukan semua orang dan pasti. Kebenaran logika dan matematika adalah proposisi analitik atau tautologies (pernyataan/berlebih-lebihan). Kepastian dari proposisi apriori tergantung pada kenyataan bahwa mereka adalah tautologies. Sebuah proposisi adalah tautologi jika analitik. Proposisi adalah analitik jika kebenarannya semata-mata keutamaan makna simbol consistituent, dan dengan demikian tidak dapat dikonfirmasi atau ditolak baik oleh fakta pengalaman. (Ayer, 1946, halaman 72, 77 dan 16).
    Metode deduktif memberikan pernyataan pengetahuan matematika. Dasar-dasar untuk mengklaim bahwa matematika (dan logika) memberikan pengetahuan yang pasti, bahwa hal itu adalah kebenaran, yaitu sebagai berikut. Pertama-tama, pernyataan dasar yang digunakan dalam pembuktian dianggap benar. Aksioma Matematika diasumsikan benar, untuk tujuan pengembangan sistem yang sedang dipertimbangkan, definisi matematika adalah benar dengan fiat, dan aksioma-aksioma logis diterima sebagai sesuatu yang benar. Kedua, aturan penyimpulan penarikan logika adalah kebenaran, yang memungkinkan mereka tidak lain hanyalah kebenaran harus disimpulkan dari kebenaran. Berdasarkan dari kedua fakta tersebut, setiap pernyataan dalam bukti deduktif, termasuk kesimpulan adalah benar. Jadi, karena semua teorema matematika dibentuk oleh alat bukti deduktif, maka semua itu adalah kebenaran yang pasti. Ini merupakan dasar dari banyak filsuf yang mengklaim bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran yang pasti.
    Pandangan absolutis terhadap pengetahuan matematika didasarkan pada dua jenis asumsi: para pakar matematika, mengenai asumsi aksioma dan definisi, dan para pakar logika tentang asumsi aksioma, aturan inferensi dan bahasa formal dan sintaks-nya. Ini adalah lokal atau mikro-asumsi. Ada juga kemungkinan global atau makro-asumsi, misalnya apakah deduksi cukup logis untuk mendirikan semua kebenaran matematis. Penjelasan ini kemudian akan menyatakan bahwa masing-masing asumsi memperlemah klaim kepastian untuk pengetahuan matematika. Pandangan absolutis pengetahuan matematika mengalami masalah pada awal abad kedua puluh ketika sejumlah antinomies (pernyataan kontroversi) dan kontradiksi (pertentangan) diturunkan dalam matematika (Kline, 1980; Kneebone, 1963; Wilder, 1965). Dalam serangkaian publikasi Gottlob Frege (1879, 1893) didirikan oleh sebagian formulasi ketat logika matematika yg dikenal saat itu, sebagai sebuah dasar untuk pengetahuan matematika. Russell (1902), bagaimanapun, telah mampu menunjukkan bahwa sistem Frege tidak konsisten. Masalahnya terletak pada Hukum Frege Kelima, yang menetapkan harus dibentuk dari perluasan konsep apapun, dan untuk konsep atau properti yang akan diterapkan pada set (Furth, 1964). Russell menghasilkan paradoks yang terkenal dengan mendefinisikan milik 'yang tidak merupakan suatu unsur itu sendiri'. Hukum Frege memungkinkan perluasan properti ini harus dianggap sebagai suatu perangkat. Tapi kemudian penetapan ini merupakan unsur itu sendiri jika dan hanya jika tidak kontradiksi. Hukum Frege tidak dapat dijatuhkan tanpa keseriusan dari melemahnya sistem, namun tidak bisa dipertahankan. Kontradiksi lainnya juga muncul dalam teori himpunan dan teori fungsi. Temuan semacam itu tentu saja implikasi buruk untuk tampilan absolut dari pengetahuan matematika. Karena jika matematika yang pasti, dan semua teorema menghasilkan yang pasti, bagaimana bisa kontradiksi (yaitu, kepalsuan) harus antara teorema nya? Karena tidak ada kesalahan tentang munculnya kontradiksi-kontradiksi ini, sesuatu harus salah dalam dasar-dasar matematika. Hasil dari krisis ini adalah pengembangan dari sejumlah sekolah dalam filsafat matematika yang bertujuan untuk menjelaskan sifat dari pengetahuan matematika dan untuk mendirikan kembali kepastiannya. Ketiga kelompok (aliran) utama yang dikenal sebagai logicism, formalisme dan konstruktivisme (menggabungkan intuisionisme). Prinsip-prinsip pemikiran sekolah ini belum sepenuhnya dikembangkan sampai abad kedua puluh, tapi Korner (1960) menunjukkan bahwa akar filosofis mereka dapat ditelusuri kembali setidaknya pada masa Leibniz dan Kant.
    a.      Logicsm
    Logicsm adalah sekolah pemikiran yang menganggap matematika murni sebagai bagian dari logika. Pendukung utama pandangan ini adalah G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), AN Whitehead dan R. Carnap (1931). Di tangan Bertrand Russell klaim logicism menerima perumusan secara terbuka dan paling eksplisit. Ada dua klaim:
    1. Semua konsep matematika akhirnya dapat direduksi menjadi konsep logis, asalkan ini diambil untuk memasukkan konsep teori himpunan atau sistem yang mirip seperti Teori Russell.
    2. Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan inferensi logika sendiri.

    Tujuan dari klaim ini jelas. Jika matematika dapat dinyatakan dalam istilah murni logis dan terbukti dari prinsip-prinsip logis saja, maka kepastian pengetahuan matematika dapat dikurangi dengan logika. Logika dianggap untuk memberikan landasan tertentu untuk kebenaran, terlepas dari upaya untuk memperluas logika, seperti Hukum Frege Kelima. Jadi jika dilakukan melalui program logicist akan memberikan dasar-dasar logis tertentu untuk pengetahuan matematika, membangun kembali kepastian yang mutlak dalam matematika. Whitehead dan Russel (1910-1913) mampu membuktikan klaim pertama dari dua klaim melalui rantai definisi. Namun logicism terbentur pada klaim kedua.
    Matematika memerlukan aksioma non-logis seperti Aksioma Infinity (himpunan semua bilangan alami adalah tak terbatas) dan Aksioma Pilihan (produk Cartesian dari anggota non-set kosong itu sendiri tidak kosong). Russell sendiri menyatakan sebagai berikut. Tapi meskipun semua (atau matematika) proposisi logis dapat dinyatakan sepenuhnya dalam hal konstanta logis bersama-sama dengan variabel-variabel, bukan hal itu, sebaliknya, semua proposisi yang dapat dinyatakan dengan cara logis. Kami telah menemukan sejauh kriteria yang diperlukan tapi tidak memadai proposisi matematika. Kami telah cukup mendefinisikan karakter dari ide-ide primitif dalam hal mana semua ide-ide matematika dapat didefinisikan, tetapi tidak dari proposisi primitif dari mana semua proposisi matematika dapat disimpulkan ini adalah masalah yang lebih sulit, untuk yang belum diketahui jawaban sepenuhnya. Kita dapat mengambil aksioma infinity sebagai contoh proposisi yang meskipun dapat dikemukakan dalam hal logis, namun tidak dapat dinyatakan dengan logika untuk menjadi pembenaran. (Russell, 1919, halaman 202-3, penekanan asli). Jadi tidak semua teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika sendiri. Ini berarti bahwa aksioma matematika tidak eliminable mendukung logika tersebut. Teorema Matematika tergantung pada asumsi-asumsi matematis yang tereduksi. Memang, sejumlah aksioma matematika yang penting adalah independen, dan baik mereka atau negasi mereka dapat diadopsi tanpa inkonsistensi (Cohen, 1966). Jadi klaim logicism kedua terbantahkan. Untuk mengatasi masalah ini Russell kembali ke versi yang lebih lemah dari logicism disebut 'if-thenism', yang mengklaim bahwa matematika murni terdiri dari laporan implikasi dari bentuk 'A 􂆒 T '. Menurut pandangan ini, seperti sebelumnya, kebenaran matematika yang didirikan sebagai dalil oleh bukti-bukti logis. Masing-masing teorema (T) menjadi akibat dalam pernyataan implikasi. Gabungan dari aksioma matematika (A) digunakan dalam bukti dan di gabungkan ke dalam pernyataan implikasi sebagai pendahuluan (lihatCarnap, 1931). Jadi, semua asumsi matematika (A) yang tergantung pada teorema (T) sekarang dimasukkan ke dalam bentuk baru dari teorema (A - NT), menghindari kebutuhan aksioma matematika. Hal ini menimbulkan pengakuan bahwa matematika adalah sistem hypothetico deductive, di mana konsekuensi dari aksioma-aksioma diasumsikan dieksplorasi, tanpa menegaskan kebenarannya. Sayangnya, perangkat ini juga mengarah pada kegagalan, karena tidak semua kebenaran matematika, seperti 'aritmatika Peano konsisten,' dapat disajikan dalam laporan ini dengan cara sebagai implikasi, Machover (1983) berpendapat. Keberatan kedua, yang terlepas dari validitas dari dua klaim logicist, merupakan alasan utama penolakan terhadap formalisme. Ini adalah Teorema ketidaklengkapan Godel, yang menetapkan bahwa bukti deduktif tidak mencukupi untuk menunjukkan semua kebenaran matematis. Oleh karena itu keberhasilan pengurangan aksioma matematika untuk logika mereka masih tetap tidak cukup sebagai sumber dari semua kebenaran matematika. Sebuah keprihatinan keberatan ketiga mungkin kepastian dan keandalan dari dasar logika. Hal ini tergantung pada teruji dan seperti yang akan dikatakan asumsi beralasan.
    Jadi program logicist mengurangi kepastian pengetahuan matematika dengan logika gagal pada prinsipnya. Logika tidak memberikan dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
    b.      Formalisme
    Dalam istilah populer, formalisme adalah pandangan bahwa matematika adalah permainan yang dimainkan dengan formal berarti tanda di atas kertas, mengikuti aturan. Jejak filsafat formalis matematika dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Uskup Berkeley, tapi para pendukung utama formalisme adalah David Hilbert (1925), awal J. vonNeumann (1931) dan h. kari (1951). Program formalis Hilbert bertujuan untuk menerjemahkan ke dalam sistem formal matematika yang tidak ditafsirkan. Dengan cara pembatasan tetapi meta matematika berarti sistem formal yang akan ditampilkan menjadi cukup untuk matematika, oleh rekan-rekan formal yang berasal dari semua kebenaran matematika, dan aman untuk matematika, melalui bukti konsistensi. Tesis (teori) formalis terdiri dari dua klaim. Matematika murni dapat ditafsirkan sebagai sistem formal, dimana kemudian kebenaran matematika diwakili oleh dalil formal.
    keamanan sistem formal dapat ditunjukkan dalam hal kebebasan dari inkonsistensi (ketidakserasian) melalui meta-matematika. Teorema ketidak lengkapan Kurt Godel (Godel, 1931) menunjukkan bahwa program tidak dapat terpenuhi. Teorema yang pertama menunjukkan bahwa bahkan tidak semua kebenaran aritmatika dapat diturunkan dari Aksioma Peano (atau yang lebih besar aksioma rekursif). Hasil ini bukti-teori telah dilakukan sejak dicontohkan dalam matematika oleh Paris dan Harrington, yang versi Teorema Ramsey benar, tetapi tidak dapat dibuktikan di Peano aritmatika (Barwise, 1977). Teorema ketidak lengkapan kedua menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus yang diinginkan memerlukan bukti konsistensi meta-matematika lebih kuat daripada sistem yang akan dilindungi, yang dengan demikian tidak ada perlindungan sama sekali. Misalnya, untuk membuktikan konsistensi Peano Aritmatika mengharuskan semua aksioma dari sistem dan asumsi lebih lanjut, seperti prinsip induksi transfuuite atas ordinals dapat dihitung (Gentzen, 1936). Program formalis, setelah itu berhasil, akan memberikan dukungan untuk pandangan absolutis kebenaran matematika. Sebagai bukti formal, yang berbasis di sistem matematika formal yang konsisten, akan memberikan batu ujian untuk kebenaran matematika. Namun, dapat dilihat bahwa baik klaim formalisme telah membantah. Tidak semua kebenaran matematika dapat direpresentasikan sebagai teorema dalam sistem formal, dan lebih jauh lagi, sistem itu sendiri tidak dapat dijamin aman.
    c.       Constructivism
    Para konstruktivis berdiri dalam filsafat matematika dapat ditelusuri kembali  setidaknya oleh Kant dan Kronecker (Korner, 1960). Salah satu program para  konstruktivis adalah merekonstruksi pengetahuan matematika (dan  mereformasi praktek matematika) dalam rangka untuk menjaga dari kehilangan  makna, dan dari kontradiksi. Untuk tujuan ini, konstruktivist menolak argumen  non-konstruktif seperti bukti Cantor bahwa bilangan real tak terhitung, dan sifat  logika dari Law of the Excluded Middle. 
    Para konstruktivis terpopuler adalah intuitionists LEJ Brouwer (1913) dan  Heyting A. (1931, 1956). Baru-baru ini ahli matematika E. Bishop (1967) telah  melakukan konstruktivis dengan merekonstruksi sebagian besar Analisis.  Berbagai bentuk konstruktivisme masih berkembang saat ini, seperti dalam  karya filosofis intuisionis M. Dummett (1973, 1977). Konstruktivisme meliputi  berbagai seluruh pandangan yang berbeda, mulai dari ultra-intuitionists (A.  Yessenin-Volpin), via what maybe term edstrict philosophical intuitionists  11  (L.E.J. Brouwer), middle-of-the-road intuitionists(A. Heyting dan awal H  Weyl), intuitionists logis modern (A. Troelstra) sedangkan konstruktivis liberal  adalah P. Lorenzen, E. Bishop, G. Kreisel dan P. Martin-Lof.
    Ahli matematika ini beranggapan bahwa pandangan matematika klasik  mungkin tidak aman, untuk itu perlu dibangun kembali dengan  mengkonstruktif metode dan penalaran. Konstruktivis menyatakan bahwa  kebenaran matematika dan keberadaan objek matematika harus dibentuk  dengan metode konstruktif. Ini berarti bahwa tujuan konstruksi matematika  adalah untuk mendirikan kebenaran atau keberadaan objek matematika, sebagai  lawan untuk metode yang bergantung pada pembuktian dengan kontradiksi.  Bagi konstruktivis pengetahuan harus ditetapkan melalui pembuktian  konstruktif, berdasarkan logika konstruktivis terbatas, dan makna dari istilah  matematika / objek terdiri dari prosedur formal dengan mana mereka dibangun.  Meskipun beberapa konstruktivis berpendapat bahwa matematika adalah studi  tentang proses konstruktif yang dilakukan dengan pensil dan kertas, pandangan  yang lebih ketat dari intuitionists, dipimpin oleh Brouwer, adalah matematika  terjadi terutama dalam pikiran, dan matematika tertulis adalah sekunder. Satu  konsekuensi dari hal ini, Brouwer menganggap semua axiomatizations dari  logika intuitionistic adalah tidak lengkap. Refleksi selalu dapat menemukan  secara intuitif lebih lanjut tentang kebenaran aksioma dalam intuitionistic  logika, sehingga tidak pernah dapat dianggap sebagai berada dalam bentuk  akhir.
    Intuisionisme merupakan filsafat konstruktivis yang paling banyak dirumuskan  dari matematika. Dua klaim dari intuisionisme yaitu tesis Dummett positif dan  tesis Dummett negatif.
     Tesis Dummett positif adalah efek bahwa cara intuitionistic dari construing  gagasan matematis dan operasi logis adalah satu koheren dan sah bahwa  matematika intuitionistic membentuk tubuh dipahami dari teori. tesis negatif  adalah efek bahwa cara klasik construing gagasan matematis dan operasi logis  yang koheren dan tidak sah, bahwa matematika klasik, sementara yang  mengandung, dalam bentuk terdistorsi (memutar balikan fakta), banyak nilai,  adalah, bagaimanapun, seperti berdiri dimengerti.  (Dummett, 1977,. Halaman 3 '60).
    Di daerah-daerah terbatas di mana terdapat baik klasik dan konstruktivis bukti  hasilnya, yang terakhir sering lebih baik sebagai lebih informatif. Sedangkan  bukti keberadaan klasik hanya mungkin menunjukkan perlunya logis dari  keberadaan, bukti keberadaan konstruktif menunjukkan bagaimana untuk  membangun objek matematika yang eksistensinya ditegaskan. Hal ini  meminjamkan kekuatan pada tesis positif, buih titik pandang matematika. Tentunya, tesis negatif jauh lebih bermasalah, karena tidak hanya gagal ke  account untuk tubuh besar matematika klasik non-konstruktif, tetapi juga  menyangkal validitasnya. Para konstruktivis tidak menunjukkan bahwa ada  masalah tak terelakkan menghadapi matematika klasik atau bahwa hal itu tidak  koheren dan tidak valid. Memang klasik matematika baik murni dan diterapkan  telah semakin kuat sejak program konstruktivis diajukan. Oleh karena itu, tesis  negatif dari intuisionisme ditolak. 
    Masalah lain untuk tampilan konstruktivis, adalah bahwa beberapa hasil yang  tidak konsisten dengan matematika klasik. Jadi, misalnya, kontinum bilangan  real, sebagaimana didefinisikan oleh intuitionists, adalah dapat dihitung. Hal ini  bertentangan dengan hasil klasik bukan karena ada kontradiksi yang melekat,  tapi karena definisi bilangan real berbeda. Konstruktivisme gagasan sering  memiliki makna yang berbeda dari konsep-konsep klasik terkait. 
    Dari perspektif epistemologis, baik tesis positif dan negatif dari  intuisionisme adalah cacat. Klaim para intuisi untuk memberikan landasan  tertentu dalam versi mereka kebenaran matematis dengan menurunkan  itu (mental) dari intuitif aksioma tertentu, menggunakan metode yang  aman secara intuitif. Pandangan ini mahtematical basis pengetahuan  secara eksklusif pada keyakinan subjektif. Tapi kebenaran mutlak (yang  intuitionists klaim untuk menyediakan) tidak dapat didasarkan pada  keyakinan subjektif saja. Juga tidak ada jaminan bahwa intuisi intuitionists  berbeda 'kebenaran dasar ini akan bertepatan, karena memang mereka  tidak  Jadi tesis positif dari intuisionisme tidak memberikan dasar tertentu  bahkan untuk bagian dari pengetahuan matematika. Kritik secara luas  menjadi bentuk lain dari aliran konstruktif yang juga mengklaim  kebenaran dasar matematika konstruktif atas dasar kejelasan asumsi  sebagai landasankonstruktivis.  Tesis negatif dari aliran intuisi, (dan aliran kontruktif ketika memeluk),  menyebabkan penolakan dasar pengetahuan matematika diterima,  dengan alasan bahwa hal itu tidak dapat dimengerti. Tapi matematika  klasik dapat dipahami. Ini berbeda dari matematika konstruktif yang  sebagian besar menggunakan asumsi sebagai dasarnya. Jadi  konstruktivisme punya kesalahan yang analog dengan jenis kesalahan tipe  I dalam statistik, yaitu penolakan terhadap pengetahuan yang valid.

    5.      Kekeliruan aliran absolut
    Kita telah melihat bahwa sejumlah filsuf matematika absolut telah gagal  untuk menetapkan kebutuhan logis dari pengetahuan matematika.  Masing-masing dari tiga kelompok pemikiran baik logicism, formalisme  dan intuisionisme (bentuk yang paling jelas diucapkan konstruktivisme)  berupaya untuk menyediakan dasar yang kuat untuk kebenaran  matematis, dengan bukti matematika dari suatu wilayah terbatas tapi  tepat untuk kebenaran. Dalam setiap kasus ada yang meletakkan dasar  yang aman untuk kebenaran mutlak. Untuk logicists, formalis dan  intuitionists ini terdiri dari aksioma logika, secara intuitif tertentu dari  prinsip-prinsip meta-matematika, dan aksioma jelas dari 'intuisi  primordial', masing-masing . Masing-masing aksioma atau prinsip-prinsip  diasumsikan tanpa demonstrasi.
    Selanjutnya masing-masing tetap terbuka  untuk didiskusikan, untuk menghilangkan keraguan.  Selanjutnya masing-masing kelompok ini menggunakan logika deduktif  untuk membuktikan kebenaran teorema matematika dari dasar yang telah  diasumsikan mereka. Akibatnya ketiga kelompok pemikiran gagal untuk  menetapkan kepastian yang mutlak tentang kebenaran matematika.  Untuk logika deduktif hanya menyalurkan kebenaran, tidak memasukkan  kebenaran, dan kesimpulan dari pembuktian logis sangat lemah. 
    Dapat dikatakan bahwa upaya ketiga kelompok juga gagal untuk  memberikan landasan untuk sepenuhnya kebenaran matematis dengan  cara ini. Untuk menunjukkan ketidaklengkapan teorema pertama Godel,  bukti ini tidak cukup untuk menunjukkan kebenaran semua. Jadi ada  kebenaran matematika tidak ditangkap oleh sistem kelompok ini.  Kenyataan bahwa tiga kelompok pemikiran dalam filsafat matematika  telah gagal untuk menetapkan kepastian pengetahuan matematika dan  tidak menyelesaikan masalah umum. Masih mungkin untuk alasan lain  yang akan ditemukan untuk menegaskan kepastian kebenaran  matematika. Kebenaran absolute dalam matematika masih kemungkinan.  Namun kemungkinan ini ditolak oleh argumen umum yang sesuai untuk  status kepastian kebenaran matematika. Ini mirip argumen umum yang  digunakan di atas untuk mengkritik tiga kelompok, karena mereka semua  mengandalkan sistem deduktif. 
    Lakatos (1962) menunjukkan bahwa pencarian akan kepastian dalam  matematika pasti mengarah ke lingkaran setan. Setiap sistem matematik  tergantung pada seperangkat asumsi, dan mencoba membangunkepastian dengan membuktikannya, mengarah ke regresi tak terbatas.  Tidak ada cara pemakaian asumsi. Tanpa bukti, asumsi tetap berkeyakinan  keliru, dan tidak pengetahuan tertentu. Semua kita lakukan adalah untuk  meminimalkan kekeliruan itu, dapatdikurangi satu set aksioma , yang  mana kita harus terima dengan baik tanpa bukti, sehingga lingkaran  setan dapat dieliminir. Penggantian di sirkuit lebih lanjut dari lingkaran  setan. Mengurangi serangkain aksioma hanya dapat ditiadakan dengan  asumsi paling sedikit punya kekuatan yang sama. Jadi kita tidak dapat  menentukan kepastian matematika tanpa membuat asumsi, yang  berakibat gagal menjadi kepastian yang mutlak. 
    Perlu dipahami bahwa argumen ini ditujukan sebagai keseluruhan  pengetahuan matematika, dan tidak dibingkai untuk sistem tunggal atau  bahasa formal. Banyak usaha untuk memberikan landasan untuk  matematika dalam bahasa seperti mengelola untuk mengurangi asumsi  dalam sistem resmi atau bahasa. Apa yang telah dilakukan dalam kasus  seperti itu adalah mendorong beberapa atau semua asumsi dasar ke  dalam meta-bahasa, seperti strategi eksplisit dari formalis. Kapanpun dan  dimanapun harus memperkenalkan kebenaran ke dalam sistem, dan  mendeduktifkan semua teorema dari sistem (yang disediakan sistem  tersebut aman, yaitu, konsisten).
    Lakatos mengatakan, kita harus mengakui bahwa meta-matematika  tidak menghentikan kemunduran infinitif dalam bukti-bukti yang sekarang  muncul kembali dalam hirarki yang tak terbatas atas pengayaan metateori.  (Lakatos, 1978, page22)
     Kebenaran matematika akhirnya tergantung pada tereduksinya  seperangkat asumsi, yang diadopsi tanpa demonstrasi tetapi untuk  kualitas pengetahuan yang benar., asumsi memerlukan petunjuk untuk  pernyataan mereka. Tidak ada petunjuk berlaku untuk pengetahuan  matematika selain demonstrasi atau bukti. untuk itu asumsi adalah  keyakinan, bukan pengetahuan, dan tetap terbuka untuk diperdebatkan,  untuk menepis keraguan. 
    Ini adalah argumen tengah melawan kemungkinan dalam pengetahuan  matematika. Secara langsung bertentangan dengan klaim kelompok  pemikiran mendasar absolutis. Diluar kelompok foundationist, itu  dianggap sebagai sangkalan terjawab absolutisme oleh beberapa penulis.
    Titik pandang kebenaran mutlak harus dibuang. Kenyataannya,  'dari setiap cabang matematika murni harus diakui sebagai asumsi ('  postulat atau aksioma), atau definisi atau teorema ... . Paling yang dapat  diklaim adalah bahwa jika dalil-dalil adalah benar dan definisi diterima,  dan jika metode penalaran yang sehat, maka teorema adalah benar.  dalam kata lain, kita sampai pada konsep kebenaran relatif (dari dalil  dalam kaitannya dengan postulat, definisi, dan penalaran logis) untuk  menggantikan titik pandang kebenaran mutlak (Stabler, 1955, page24). 
    Yang kita sebut matematika murni adalah sistem hypotheticodeduktif.  Aksioma-aksiomanya digunakan sebagai hyphotheses atau  asumsi-asumsi, yang menyiratkan sebagai proposisi (NagelCohen, 1963)  Kami hanya dapat menggambarkan aritmatika, yaitu, menemukan aturanaturannya,  tidak memberikan dasar bagi mereka. Dasar tersebut tidak bisa  memuaskan kita, karena alasan yang kadang-kadang harus diakhiri dan  kemudian merujuk kepada sesuatu yang tidak bisa didirikan lagi. Hanya  konvensi tersebut adalah yang paling tinggi. Segala sesuatu yang tampak  seperti sebuah yayasan, terus terang, sudah dicampur dan tidak boleh  memuaskan kita. (Waisman, 1951) 
    Pernyataan atau proposisi atau teori mungkin dirumuskan  dalam pernyataan yang mungkin benar dan kebenaran mereka dapat  dikurangi, dengan cara derivasi dengan proposisi primaritive. Upaya untuk  membangun (bukan mengurangi) dengan ini berarti kebenaran mereka  mengarah pada kemunduran yang tak terbatas. (Popper, 1979)
     Kritik di atas ditujukan pada pandangan absolutis matematika. Namun,  adalah mungkin untuk menerima kritik tanpa mengadopsi filsafat fallibilist  matematika. Untuk itu adalah mungkin untuk menerima bentuk deductivism hypothetico yang menyangkal corrigibility untuk kesalahan  mendalam dalam matematika. Seperti terlihat posisi aksioma hanya  sebagai hipotesis dari mana teorema matematika secara logis  menyimpulkan, dan relatif terhadap yang teorema yang tertentu. dengan  kata lain, meskipun aksioma matematika adalah tentatif, logis dan  penggunaan logika untuk mendapatkan teorema dari aksioma untuk  pengembangan matematika, meskipun dari dasar seperti dugaan. 
    Ini melemah dari posisi absolut menyerupai Russl dalam strategi  penerapan aksioma jika-maka baik tanpa bukti atau biaya untukkeamanan sistem. Namun posisi absolut ini melemah didasarkan asumsi  yang membiarkannya terbuka untuk kritik fallibilist.

    6.      Suatu Kritik terhadap Fallibilis Kemutlakan
    Argumen pokok berkenaan dengan pandangan mutlak pengetahuan matematika dapat dielakkan dengan pendekatan hipotesis-deduktif. Meskipun demikian, pandangan mutlak memiliki banyak kelemahan.
    Masalah pertama logika pokok terletak pada bukti matematis. Pembentukkan kebenaran-kebenaran matematika,merupakan deduksi teorema-teorema dari kumpulan aksioma, memerlukan asumsi lebih lanjut, yakni aksioma-aksioma dan aturan-aturan penarikan kesimpulan logika itu sendiri. Semua itu merupakan asumsi-asumsi non-trivial (serius) dan asumsi-asumsi non-eliminable (tidak dapat dihapuskan), dan argumen di atas (asumsi akhir yang tidak dapat dijabarkan) berlaku sama dengan logika. Dengan demikian kebenaran matematis bergantung pada nilai penting logika maupun asumsi matematis.
    Tidak mungkin untuk menambah secara sederhana seluruh asumsi logika pada kumpulan asumsi matematika, mengikuti strategi hipotesis-deduksi yakni “jika-maka”. Karena logika memberikan norma-norma penarikan kesimpulan yang benar yang dengannya teorema matematika dibentuk. Memuat semua logika dan asumsi-asumsi matematika ke dalam bagian ‘hypothetico’ tidak meninggalkan dasar untuk bagian dari metode ‘deduksi’. Deduksi berkenaan dengan ‘pengambilan kesimpulan yang benar’, dan hal ini didasarkan pada ide kebenaran (pemeliharaan dari nilai kebenaran). Tetapi kemudian apakah hal tersebut merupakan dasar dari kebenaran logis? Hal itu tidak terletak pada bukti-bukti, sehingga hal tersebut harus diasumsikan. Tetapi asumsi apapun tanpa suatu dasar yang kokoh, apakah asumsi tersebut berasal dari intuisi, konvensi, makna atau apapun, dapat salah.
    Suatu anggapan yang lebih jauh terhadap pandangan kemutlakan adalah bahwa matematika pada dasarnya bebas dari kesalahan-kesalahan. Untuk kekonsistensian dan kemutlakan itu bertentangan. Tetapi hal ini tidak didemonstrasikan. Matematika terdiri dari teori-teori (misalnya teori kelompok, teori kategori) yang dipelajari dalam sistem matematika, yang didasarkan pada kumpulan asumsi-asumsi (aksioma-aksioma). Untuk membangun bahwa matematika itu aman (yaitu konsisten) kita harus memperluas seperangkan asumsi dari sistem tersebut. (Second Incompleteness Theorem oleh Godel, 1931). Oleh sebab itu, kita harus mengansumsikan konsistensi dari suatu sistem yang lebih kuat untuk mendemonstrasikan sistem yang lebih lemah. Kita tidak dapat mengetahui bahwa sistem matematika yang paling sederhana itu terjamin, dan kemungkinan kesalahan dan kekonsistensian harus selalu ada. Kepercayaan terhadap keamanan matematika harus didasarkan pada dasar empiris atau pada keyakinan.
    Di luar kritik-kritik ini, muncul masalah-masalah lebih jauh pada penggunaan bukti-bukti sebagai dasar untuk menentukan kepastian dalam matematika. Tak satupun tetapi bukti deduksi yang sepenuhnya formal dapat berfungsi sebagai suatu pembenaran untuk kepastian dalam matematika. Tetapi bukti-bukti seperti itu sangat jarang terjadi. Dengan demikian kemutlakan membutuhkan penuangan kembali matematika informal ke dalam sistem deduksi formal yang memperkenalkan asumsi-asumsi lebih jauh lagi. Masing-masing dari asumsi-asumsi berikut ini merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk kepastian matematika seperti itu. Masing-masing merupakan asumsi mutlak tanpa pembenaran.
    Asumsi A
    Bukti-bukti bahwa para ahli matematika menerbitkan pembenaran-pembenaran untuk pengujian teorema-teorema dapat diterjemahkan ke dalam bukti-bukti formal yang sepenuhnya diteliti.
    Bukti-bukti informal, secara umum tercatat dan sepenuhnya dapat dipercaya (Davis, 1972). Menerjemahkan ke dalam bukti-bukti formal yang sepenuhnya diteliti, tugas non-mekanik. Penerjemahan tersebut memerlukan kelihaian manusiawi untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan. Karena formulasi matematika secara total tidak mungkin dilaksanakan, apakah nilai dari klaim bahwa bukti-bukti informal dapat ditranslasikan ke dalam bukti-bukti formal ‘dalam prinsip’? Hal ini merupakan suatu janji yang belum terpenuhi, dari dasar untuk kepastian. Kekakuan total  merupakan suatu cita-cita yang tidak tercapai. Dan bukan suatu realita praktis. Oleh karena itu, kepastian tidak dapat diklaim untuk bukti-bukti matematika, bahkanjika kritik-kritik sebelumnya diabaikan.
    Asumsi B
    Bukti-bukti formal yang tepat dapat dibuktikan untuk pembetulan.
    Ada bukti-bukti informal yang tidak dapat dibuktikan, seperti bukti the Apple-Hakeen (1978) dengan empat warna teorema (Tymoczko, 1979). Diterjemahkan ke dalam bukti-bukti formal yang teliti, bukti-bukti ini dapat menjadi jauh lebih luas. Jika bukti-bukti ini tidak dapat di survei oleh seorang ahli matematika, terkait dasar-sadar apa yang dapat dianggap sebagau suatu kebenaran yang mutlak? Jika bukti-buki seperti itu dibuktikan oleh komputer apa yang dapat diberikan bahwa perangkat lunak dan perangkat keras didesain dengan sangat sempurna, dan bahwa perangkat lunak berjalan dengan sempurna? Diberikan kesulitan perangkat keras dan perangkat lunak, nampaknya tidak masuk akan bahwa bukti-bukti ini dapat dibuktikan oleh satu orang saja. Lebih jauh lagi, pembuktian seperti itu melibatkan suatu elemen empirikal (yaitu: apakah pembuktian berjalan seperti desainnya?). jika pembuktian formal tidak dapat dilakukan, kemudian klaim apapun tentang kepastian mutlak harus dilepaskan.
    Asumsi C
    Teori-teori matematika secara valid dapat diterjemahkan ke dalam seperangkat aksioma-aksioma formal.
    Formalisasi teori-teori matematika dalam ratusan tahun belakangan ini (yaitu logika matematika, teori angka, analisis) telah membawa permasalahan-permasalahan yang tidak terantisipasi, karena konsep-konsep dan bukti-bukti datang di bawah penelitian yang bahkan lebih tajam selama usaha-usaha untuk menjelaskan secara lengkap dan merekonstruksinya. Formalisasi yang memuaskan tidak dapat diasumsikan menjadi sesuatu yang tidak dapatdipecahkan. Sampai formalisasi ini terlaksana tidak mungkin untuk menyatakan dengan pasti bahwa pengecekkan dapat dilaksanakan dengan valid. Tetapi sampai matematika diformalisasikan, ketepatannya, yang merupakan suatu kondisi penting untuk kepastian, telah gagal.
    Asumsi D
    Konsistensi dari representasi-representasi ini (dalam asumsi C) dapat dicek.
    Seperti kita ketahui dari Incompleteness Theorem oleh Godel, hal ini menambah secara signifikan pada beban asumsi tiang penyangga pengetahuan matematika. Dengan demikian, tidak ada garansi kemutlakan.
    Masing-masing dari keempat asumsi ini menunjukkan di mana masalah yang lebih luas dalam membangun kepastian pengetahuan matematika mungkin muncul. Ini semua bukan merupakan masalah-masalah yang berkenaan dengan kebenaran yang diasumsikan tentang dasar pengetahuan matematika (yaitu asumsi-asumsi dasar). Tetapi ini merupakan masalah-masalah dalam mencoba untuk mentransmisikan kebenaran dari asumsi-asumsi ini pada pengetahuan matematika dengan cara bukti-bukti deduksi, dan dalam membangun realibilitas dari suatu metode.

    7.      Pandangan Fallibillist
    Pandangan absolutis terhadap ilmu matematika merupakan persoalan yang sederhana, dan dalam pandangan saya, kritik yg tidak dapat dibantahkan.  Penolakan menuju pada penerimaan yang berlawanan dengan pandangan  fallibilist terhadap ilmu matematika. Ini adalah pandangan dimana  kebenaran matematika dapat salah dan dapat diperbaiki, dan tidak  akan pernah disimpulkan diluar revisi dan koreksi. Dengan demikian tesis para fallibilist memiliki  dua bentuk padanan, satu positif dan satu negatif. Yang negatif menuju penolakan absolutisme: ilmu matematika tidak mutlak  benar, dan tidak memiliki validitas mutlak. Bentuk positifnya adalah bahwa  pengetahuan matematika dapat diperbaiki dan selalu terbuka untuk  revisi. Dalam bagian ini, saya ingin mendemonstrasikan dukungan  tersebut untuk pandangan fallibilist, dalam satu bentuk atau yang lain, jauh lebih umum  daripada yang mungkin dipikirkan. Berikut ini adalah pilihan dari berbagai  ahli logika, matematika dan filsuf yang mendukung pandangan ini. 
    Dalam makalah ini 'Sebuah kebangkitan empirisme dalam filsafat'  matematika, menunjukkan pandangan umum mereka mengenai  'ketidakmungkinan kepastian lengkap' dalam matematika, dan dalam  banyak kasus, kesepakatan mereka bahwa pengetahuan matematika  memiliki dasar empiris, membahas penolakan terhadap absolutisme.  (Lakatos, 1978, halaman 25, kutipan dari Carnap).
     Sekarang jelas bahwa konsep universal diterima, tubuh sempurna dari  bumbu keagungan matematika 1800 dan kebanggaan manusia - adalah  ilusi besar. Ketidakpastian dan keraguan tentang masa depan matematika  telah menggantikan kepastian dan kepuasan dari masa lalu. Keadaan  20  sekarang matematika adalah olok-olok dari kebenaran sampai sekarang  berurat-berakar dan banyak dan bereputasi kesempurnaan logis  matematika. 
    (Kline, 1980, halaman 6)  Tidak ada sumber-sumber otoritatif pengetahuan, dan tidak ada 'sumber'  yang sangat handal. Semuanya menyambut sebagai sumber inspirasi,  termasuk 'intuisi'Tapi tidak ada yang aman, dan kita semua berbuat salah.  (Popper, 1979, halaman 134). Saya harus mengatakan bahwa di mana  surveyability tidak hadir, yakni, di mana ada ruang untuk keraguan apa  yang benar-benar hasil substitusi ini, bukti tersebut gagal. Dan bukan  dengan cara yang konyol dan tidak penting yang tidak ada hubungannya  dengan sifat bukti.
    Atau logika sebagai dasar matematika tidak bekerja, dan untuk  menunjukkan ini cukup bahwa daya meyakinkan bukti logis berdiri dan  jatuh dengan hal yg meyakinkan geometri itu. Kepastian logis dari bukti -  Saya ingin katakan - tidak melampaui kepastian geometris mereka.  (Wittgenstein, 1978, halaman 174-5)
    Sebuah teori Euclid dapat diklaim untuk menjadi kenyataan, sebuah teori  kuasi-empiris - terbaik - untuk menjadi baik-menguatkan, tetapi selalu  bersifat terkaan. Juga, dalam teori Euclid laporan dasar yang benar di  'atas' dari sistem deduktif (biasanya disebut 'aksioma') membuktikan,  seolah-olah, seluruh sistem; dalam teori kuasi-empiris adanya (benar)  dasar laporan dijelaskan oleh keseluruhan sistem ... Matematika adalah  kuasi-empiris (Lakatos, 1978, halaman 28-29 & 30) Tautologies yang tentu  benar, tetapi matematika tidak. Kita tidak bisa mengatakan apakah  aksioma aritmatika konsisten, dan jika tidak, setiap teorema tertentu  mungkin aritmatika palsu. Oleh karena teorema ini tidak tautologies.  Mereka harus tetap dan selalu tentatif, sementara tautologi adalah  disangkal terbantahkan.
    Matematikawan merasa dipaksa untuk menerima matematika sebagai  kebenaran, meskipun dia sekarang ini kehilangan kepercayaan keharusan  logis dan selamanya ditakdirkan untuk mengakui kemungkinan  dibayangkan bahwa kain itu tiba-tiba runtuh dengan mengungkapkan  sebuah kontradiksi-diri. 
    (Polanyi, 1958, halaman 187 dan 189) Doktrin bahwa pengetahuan  matematika merupakan pepatah matematika apriori telah diartikulasikan   dengan berbagai cara selama refleksi tentang matematika . Saya akan  menawarkan gambaran pengetahuan matematika yang menolak apriorism  matematika , alternatif untuk apriorism matematis - empirisme  matematika - belum pernah diberi artikulasi rinci. Saya akan mencoba  memberikan catatan hilang.
     (Kitcher, 1984, halaman 3-4) Pengetahuan matematikal mirip  pengetahuan empiris - yaitu, kriteria kebenaran dalam matematika seperti  halnya dalam fisika adalah keberhasilan ide-ide kita dalam praktek, dan  bahwa pengetahuan matematika yang dapat diperbaiki dan tidak mutlak.  (Putnam, 1975, halaman 51) Hal ini wajar untuk mengajukan tugas baru  untuk filsafat matematika: bukan untuk mencari kebenaran pasti tapi  untuk memberikan catatan pengetahuan matematika seperti apa adanya -  sempurna, yang dapat diperbaiki, tentatif dan berkembang, seperti setiap  jenis pengetahuan manusia lainnya. (Hersh, 1979, halaman 43)
    Mengapa tidak jujur mengakui kesalahan matematis, dan mencoba untuk  mempertahankan martabat pengetahuan sempurna dari skeptisisme sinis,  daripada menipu diri sendiri bahwa kita akan bisa memperbaiki tanpa  terlihat sobek terbaru dalam struktur 'utama kami' intuisi.  (Lakatos, 1962, halaman l84)

    8.       Kesimpulan 
    Penolakan terhadap absolutisme dalam matematika tidak harus dilihat seperti pembuangan  dari Taman Eden, dunia kepastian dan kebenaran. Kehilangan  kepastian tidak berarti kehilangan pengetahuan (Kline. 1980).  Ada analogi yang menjelaskan seperti perkembangan fisika modern. Teori  Relativitas Umum memerlukan pelepasan absolut, kerangka acuan  umum demi sebuah perspektif relativitas.Dalam teori Quantum ,  Prinsip Ketidakpastian Heisenberg berarti bahwa pengertian pengukuran  ditentukan secara tepat posisi dan momentum untuk partikel juga harus  dilepaskan. Tapi apa yang kita lihat di sini tidak kehilangan pengetahuan  tentang sesuatu yang mutlak dan kepastian. Sebaliknya kita melihat  pertumbuhan pengetahuan, membawa suatu realisasi dari batas dari apa  yang dapat diketahui. Relativitas dan Ketidakpastian dalam fisika  merupakan kemajuan besar dalam pengetahuan, kemajuan yang  membawa kita untuk membatasi pengetahuan (begitu lama sebagai teori  yang dipertahankan).

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan