- Home>
- Translate Buku (BAB 4)
Posted by : Chachacino
Selasa, 27 Desember 2016
BAB
4
KONSTRUKTIVISME
SOSIAL DANPENGETAHUAN SUBJEKTIF
Konstruktivisme
Sosial dan Pengetahuan Subjektif
Pendahuluan
Bab ini membicarakan hubungan antara pengetahuan subjektif
dan objektif matematika dalam konstruktivisme sosial. Sesuatu yang tidak mudah
untuk dijelaskan, karena menyangkut
kejiwaan berpikir subyektif dan obyektif. Suatu pandangan sederhana,
pengetahuan dianalogkan bahwa
pengetahuan adalah dinamis. Sebuah
aktivitas yang mewakili perilaku-perilaku dan pemikiran. Menjelaskan
pengetahuan secara umum pasti akan terbentur dengan ilmu-ilmu yang bermacam-macam, sehingga untuk mudahnya cukup
dipilih satu bidang ilmu saja. Oleh karena itu ada matematika, fisika, biologi
dan lain sebagainya.
Ketika kesederhanaan ini ditolak maka ada konstruktivisme sosial. Tetapi sebenarnya sosial itu
sendiri apa? Menurut konstruktivisme
sosial,
buku tidak memuat pengetahuan, hanya merupakan simbol-simbol yang diatur secara hati-hati dan tidak
bermakna, meskipun buku dapat memandu pembaca untuk menciptakan makna-makna
baru. Kebermaknaannya harus diciptakan oleh
pembaca, makna dalam buku tergantung pada penciptaan yang unik dari
masing-masing pembaca, di sinilah timbul subjective knowledge. Sebagai
contoh untuk rumus matematika yang sama masing-masing orang dapat
menjelaskannya dengan cara yang berbeda-beda.
Pandangan berikut ini adalah bahwa pengetahuan
selalu baru tidak pernah sama. Pengetahuan adalah usaha aktif kita untuk mencari
tahu dengan banyak cara, akibatnya pengetahuan obyektif sepanjang waktu
dilahirkan kembali. Pengetahuan lebih mirip tubuh manusia, dengan setiap sel
digantikan secara terus menerus oleh sel-sel baru.
Asal
Pengetahuan Subjektif
Bagaimana seorang individu memperoleh pengetahuan
dari dunia luar melalui alat indera? Prinsipnya apabila kita ingin belajar
matematika maka yang harus didahulukan adalah bahasanya.
Konstruksi
Pengetahuan Subjektif
Bagaimana individu memperoleh pengetahuan dari dunia
luar? Manusia memperoleh pengetahuan subyektif berdasarkan interaksi
dengan dunia luar, yang melalui data yang masuk atau melalui tindakan langsung.
Akan tetapi interaksi tersebut tidak mencukupi, karena pengetahuan yang kita
peroleh masih bersifat umum. Oleh karena itu, kita perlu penjelasan tentang
pengalaman kita dengan cara megantisipasi dan menyelidiki keteraturannuya.
Masalahnya adalah bagaimana kita dapat menjelaskan
(membenarkan) pengetahuan ilmiah secara teoritis berdasarkan pengamatan dan
percobaan?Perhatikan bahwa, pikiran individu adalahaktif, menduga dan
meramalkan pola-pola aliran pengalaman kemudia membangun teori tentang hakekat
dunia.Ketika hasil teorinya tidak memadai diganti dengan dugaan-dugaan baru,
diuji kemudian ditetapkan sebagai hasil teori baru, begitu seterusnya (sesuatu
yang rekursif).Jadi pengetahuan subjektif kita tentang dunia luar terdiri dari
perkiraan, yang digunakan terus-menerus, diuji dan diganti bila disalahkan.
Prinsipnya, teori-teori ini didasarkan pada dua
faktor.Pertama, dari pengalaman langsung kita.Kedua, teori-teori yang telah ada
sebelumnya.Ketergantungan pada teori-teori sebelumnya inilah yang menjadikan
teori subyektif bersifat rekursif.
Poper (1959) pandangannya hanya untuk ilmu
pengetahuan dan asal usul teori ilmiah.Glasersfeld (1983, 1984, 1989)
menyatakan pandangan subjektif murni tentang pengetahuan diuraikan sebagai
kontrukstivisme radikal.Dunia dapat dipahami sebagai sumber pengalaman
kita.Dari sesuatu yang belum diketahui berubah menjadi pembangun struktur kognitif.Piaget
mencirikan struktur konseptual ditentukan dari kecukupan pengalaman dan
kelayakannya sebagai sarana untuk memecahkan masalah karena masalah tak pernah
berakhir sebagai akibat dari pengaturan yang konsisten yang kita sebut
pemahaman. (Glasersfeld (1983, h. 50-51).
Konstruktivismeadalah teori pengetahuan yang berakar
filsafat, psikologi dan sibernetika.Prinsipnya (a) pengetahuan tidak diterima
secara pasif tetapi juga secara aktif dibangun oleh pemahaman subjek (b) fungsi
pemahaman menyesuaikan pengalaman yang telah ada, bukan penemuan dari realitas
ke logis.(Glasersfeld, 1989, halaman 162)
Pandangan berikut menjelaskan bagaimana kita
mengkonstruksi pengetahuan subjektif, mengkonstruksi pengetahuan yang cocok
dengan porsi yang diberikan dunia, yang terkendala (bertentangan) oleh
pemikiran moderen yang berakar ilmu pengetahuan filsafat yang semua ini tetap
menjamin kelangsungan dari pengetahuan.Teori ini belum menjelaskan kemungkinan
komunikasi dan kesepakatan antara individu-individu. Individu-individu ini
mungkin memiliki model subjek yang sama sekali berbeda,bahkan bertentangan,
model subjektif dunia.
Perbedaan tersebut tampaknya tak terhindarkan, namun
hal ini tidak terjadi.Seperti yang diuraikan, pandangan konstruktivis sosial
yang memberikan penjelasan tentang perkembangan pengetahuan dunia manusia,
interaksi sosialnya, dan pemerolehan bahasanya. Suatu mekanisme yang
meningkatkan kesesuaian pengetahuan subjektif dengan dunia harus memperhatikan
kesesuaian dengan dunia sosial, termasuk pola penggunaan bahasa dan
perilaku.Glasersfeld, dunia pengalaman kognisi subjek, tidak membedakan antara
realitas fisik atau sosial.Dengan demikian generasi dan adaptasi teori pribadi
berdasarkan makna data dan interaksi sama-sama berlaku untuk dunia sosial, sebagaima
ditunjukkan uraian berikut.
Sejak kelahirannya, individu menerima kesan makna
dari dunia eksternal dan dunia sosial demikian juga dia
berinteraksi.Teori-teori subyektif untuk menjelaskan, dan kemudian menjadi
pemandu, interaksi mereka dengan alam ini terus-menerus diuji melalui interaksi
dengan lingkungan.Bagian dari aktivitas mental ini berkaitan dengan orang dan
bahasa.Mendengar pembicaraan mengarah pada teori-teori tentang makna kata (dan
kalimat) dan penggunaan.Saatteori ini diduga, mereka diuji melalui tindakan dan
ucapan-ucapan.Pengetahuan subjektif tentang bahasa ini cenderung lebih
prosedural daripada pengetahuan proposisional.Artinya, akan lebih merupakan
masalah 'mengetahui bagaimana' daripada mengetahui bahwa' (Ryle, 1949).
Halliday (1978) menjelaskan kompetensi penguasaan
bahasa dalam tiga sistem yang saling terkait, yaitu bentuk, makna, dan fungsi
(sosial) bahasa.Bentuk dan fungsi bahasa adalah sistem yang dimanifestasikan
secara umum, yang terbuka untuk koreksi dan kesepakatan.Sementara sistem makna
adalah pribadi.
Orang yang berbeda yang tumbuh dalam bahasa yang
sama seperti semak-semak yang dipangkas dan dilatih untuk membentuk gajah
secara identik.Detail anatomis ranting dan cabang dari semak ke semak-semak
akan memenuhi bentuk gajah dengan cara berbeda, namun secara keseluruhan hasil
luarnya sama. (Quine, 1960, halaman 8)
Apa yang telah diberikan adalah penjelasan tentang
bagaimana individu memperoleh (mengkonstruksi) pengetahuan subjektif, termasuk pengetahuan
bahasa. Dua fitur kunci dari penjelasan ini adalah sebagai berikut. Pertama,
ada konstruksi aktif pengetahuan, biasanya konsep dan hipotesis, berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Kedua, ada peran penting yang
dimainkan oleh pengalaman dan interaksi dengan dunia fisik dan sosial, baik
dalam tindakan fisik dan mode pembicaraan.Pengalaman ini digunakan sebagai
pengetahuan, akan tetapi pengalaman ini tidak sesuai dengan hasil yang
dimaksudkan dan dirasakan. Oleh karena itu perlu restrukturisasi pengetahuan,
agar sesuai dengan pengalaman.Efek pembentukan pengalaman, menggunakan metafora
Quine, tidak boleh diremehkan.
Bauersfeld menjelaskan teori ini sebagai sifat
triadic pengetahuan manusia: struktur pengetahuan subjektif, oleh karena
itu konstruksi subyektif berfungsi sebagai model yang layak, yang telah
dibentuk melalui adaptasi pada perlawanan dari 'dunia' dan melalui negosiasi
dalam interaksi sosial '. (Grouws et al, 1988, halaman 39)
Konsekuensi lebih lanjut mengenai pandangan
pertumbuhan pengetahuan subjektif berkaitan dengan sejauh mana makna yang
melekat pada informasi simbolik, seperti buku atau bukti matematis.Sesuai
pandangan yang diajukan, makna-makna itu dikonstruksi pembaca.(Pandangan ini
pada dasarnya, pendekatan dekonstruktif Derrida untuk makna tekstual; Anderson
dkk, 1986), Aturan linguistik, konvensi dan norma-norma direkonstruksi oleh
pembaca selama pemerolehan bahasa mereka membatasi pembaca pada suatu
interpretasi yang mungkin cocok dengan interpretasi pembaca lainnya.Dengan kata
lain, tidak ada makna dalam buku-buku dan buktibukti. Makna harus diciptakan
oleh pembaca, atau lebih tepatnya, dibangun atas dasar makna subjektif yang
ada.Makna bahasa dalam masyarakat tergantung pada pribadi pembacanya.Aturan
bahasanya dikonstruksi agar sesuai dengan batasan-batasan yang ditetapkan
secara umum.Namun, kesepakatan sosial bagaimana sebuah simbolisme harus
diterjemahkan untuk membatasi konstruksi makna individu, sehingga memberikan
arti bahwa di dalam isi teks itu sendiri terdapat muatan informasi.
Pengetahuan, kebenaran dan makna tidak dapat
dikaitkan dengan sekumpulan tanda atau simbol.Hanya penetapan makna seperangkat
tanda, atau sebuah sistem simbol dari sebuah dokumen yang dipublikasikan, bagi
seorang individu dapat menghasilkan pengetahuan atau makna.Seperti dalam teori
komunikasi, pengkodean adalah penting jika makna dikaitkan dengan satu set kode
penyiaran. Menurut pandangan konstruktivis, pertumbuhan pengetahuan subjektif
seorang individu dibentuk oleh interaksi dengan orang lain (dan dunia). Suatu
fungsi f(x) (didefinisikan pada bilangan real) mendekati tak terhingga dapat
dikonstruksi lebih halus dalam bahasa analisis matematika yaitu, bahwa untuk
setiap bilangan real r terdapat bilangan real s lain sedemikian hingga
jikax>s, makaf(x) >r. Perumusan kembaliini tidak lagi mengatakan
bahwafungsi secara harfiah mendekati tak terhingga, tetapi bahwa untuk setiap
nilai yang berhingga, ada suatu titik sedemikian hingga semua nilai dari fungsi
melebihi titik itu. Perhatikan bahwa pernyataan pertama tetap dipertahankan
untuk memperoleh definisi yang lebih tepat.
Secara ringkas, bahwa:
pengetahuan subjektif tidak diterima secara pasif
tetapi secara aktif dibangun oleh kesadaran subjek, dan bahwa fungsi kognisi
adalah adaptif dan melayani organisasi dunia pengalaman individu (Glasersfeld,
1989 ), proses ini memperhitungkan pengetahuan subjektif tentang dunia dan
bahasa (termasuk matematika), kendala objektif, baik secara fisik dan sosial,
memiliki efek membentuk pengetahuan subyektif, yang memungkinkan untuk sebuah
'kesesuaian' antara aspek-aspek pengetahuan subyektif dan dunia luar, termasuk
bentuk-bentuk fisik dan sosial, dan pengetahuan individu-individu lain, makna
hanya dapat diberikan oleh individu, dan tidak intrinsik untuk sebarang sistem
simbolis.
B. Konstruksi Pengetahuan Matematika.
Telah dikemukakan bahwa pengetahuan linguistik
memberikan landasan (genetik dan justivikasi) untuk pengetahuan abjektif
matematika, baik dalam mempertahankan dugaan konvensional, dan selanjutnya
sebagai bagian dari filsafat kontruktivisme sosial dan matematika. Apa yang
disajikan disini adalah paralel tetapi berbeda klaim yaitu pengetahuan
linguistik juga memberikan landasan baik genetik dan justifikasi untuk
pengetahuan subjektif matematika. Pada bagian sebelumnya kita telah melihat
bagian aturan sosial (objektif) dari bahasa, logika dan seterusnya membatasi
penerimaan kreasi matematika yang dipublikasikan, yang memungkinkan mereka
menjadi bagian dari pengetahuan
matematika objektif. Selanjutnya kita fokuskan pada asal usul subjektif
dari pengetahuan objektif dan akan dijelaskan asal usul pengetahuan ini berakar
kuat dalam pengetahuan linguistik dan kompetensi.
Memulai pengetahuan matematika dapat dikatakan
dengan pemerolehan pengetahuan linguistik. Bahasa alamiahnya mencakup
dasardasar matematika melalui istilah-istilah matematika dasar, melalui
penggunaan pengetahuan sehari-hari dan hubungannya dan melalui aturanaturan dan
konvensi yang memberikan dasar untuk logika dan kebenaran logis. Dengan
demikian landasan pengetahuan matematika baik genetik dan justifikasi diperoleh
dengan bahasa. Untuk genetik landasan matematikanya adalah konsep dan proposisi
dan untuk justifikasi landasan pengetahuan matematikanya secara proporsional
diperoleh dalam pengetahuan bahasa. Sebagai tambahan, struktur konseptual,
merupakan hasil dari pengetahuan subjektif matematika.
Salah satu ciri pengetahuan matematika adalah
bertingkat dan hirarki, khususnya antara istilah-istilah dan konsep-konsep. Ini
adalah suatu sifat logis dari pengetahuan matematika baik dalam eksposisi
pengetahuan objektif matematika dan akan diklaim disini dalam pengetahuan
subjektif matematika. Kita mempertimbangkan pertama hirarki dari pengetahuan
objektif matematika.
Diakui bahwa konsep-konsep dan istilah-istilah dalam
sains dan matematika dibagi menjadi definisi dan dianggap primitif dan tak
terdefinisi dalam setiap teori (lihat, contoh, Popper 1979, Hempel 1966, Barkev
1964). Istilah didefinisi didefinikan dengan menggunakan istilah lain. Akhirnya
setelah sejumlah berhinggga dari jaringan definisi, maka rantai definisi dapat
dikeroscek ke istilah primitif, atau definisi akan didasarkan pada definisi
sebelumnya dan tinggalkan untuk suatu kemunduran tak hingga. Berdasarkan
pembagian istilah kedalam primitif dan
definisi, secara sederhana definisi
induksi dari tingkat setiap istilah dalam suatu struktur hirarki dapat
diberikan. Asumsikan bahwa setiap konsep dinamakan dengan istilah, ini
memberikan suatu hirarki dari istilah dan konsep.Misalkan istilah pada tingkat
1 adalah istilah primitif dari segi
teori. Asumsikan bahwa istilah pada tingkat ke n terdefinisi, kita definisikan
istilah untuk tingkat ke n+1 menjadi
sesuatu yang mencakup istilah pada tingkat ke n, tetapi tidak untuk setiap
tingkat tertinggi (walaupun tingkat terendah dapat dimasukkan). Definisi ini
jelas menandai bahwa setiap istilah dari teori objektif matematika untuk suatu
tingkat dan
karenanya menentukan suatu hirarki dari
istilah-istilah dan konsep-konsep (relatif untuk teori yang diberikan).
Dalam domain pengetahuan subjektif kita dapat paling
tidak secara teori membagi konsep-konsep dengan cara yang sama, kedalam
pengamatan konsep utama, dan konsep abstraks yang didefinisikan dalam istilah
konsep-konsep lain. Diberikan pembagian suatu struktur hirarki dapat dikenakan
pada istilah dan konsep dari suatu teori matematika subjektif seperti di atas.
Memang Skemp (1971) menawarkan suatu analisis semacam ini.Dia mengambil istilah
dan mendefinisikan konsep primer dan konsep sekunder secara berurutan.
Pengajuannya didasarkan pada analisis logika dari konsep alamiah dan
hubungannya. Dengan demiian gagasan dari hirarki secara konseptual dapat
dimanfaatkan dalam teori filsafat dari pengetahuan subjektif dengan mengenalkan
dugaan empiris mengenai sifat konsep.
Untuk mengilustrasikan hirarki pengetahuan subjektif
matematika perhatikan contoh berikut, yang memberkan contih sifat linguistik.
Pada tingkat terendah dari hirarki adalah istilah dasar denga aplikasi
empirislangsung seperti : ‘garis’, ‘segitiga’, ‘kubus’, ‘satu’ dan ‘sembilan’.
Pada tingkat tertinggi istilah-istilah ini didefinisikan dengan memilih di
tingkat rendahnya, seperti ‘bidang’, ‘bilangan’, ‘penjumlahan’ dan ‘koleksi’.
Masih pada tingkat tertinggi, terdapat banyak konsepkonsep abstraks seperti : ‘fungsi’,
‘himpunan’, ‘sistem bilangan’, didasarkan pada tingkat terendah dan seagainya.
Pada cara ini,konsepkonsepmatematika ditetapkan kedalam suatu hirarki dari berbagai tingkat.
Konsep-konsep pada tingkat selanjutnya didefinisikan didefinisikan secara
implisif atau eksplisit dalam istilah-istilah dan dari tingkat yang lebih
rendah.. Definisi implisit dapat diberikan sebagai bentuk berikut : bilangan
terdiri dari ‘satu’, ‘dua’, ‘ tiga’ dan objek-objek lain dengan sifat yang
sama. ‘Bidang’ berlaku untuk lingkaran, persegi ,segitiga dan objek-objek lain
yang serupa. Dengan demikian konsep baru didefinisikan dalam istilah sifat
implisif dari serangkaian himpunan berhingga yang keanggotaannya tercakup
secara implisif (termasuk secara elsplisif, terhadap konsep baru) selanjutnya serangkaian sifat-sifat.
Tidak bermaksud mengklaim bahwa terdapat suatu
keunikan pendefinian konsep-konsep hirarki dalam pengetahuan objektif atau
subjektif matematika. Juga tidak diklaim bahwa suatu individu akan memiliki
suatu hirarki secara konseptual. Perbedaan individual dapat membangun perbedaan
hirarki untuk dirinya trgantung pada situasi yang unik, sejarah belajar dan
konteks belajar. Kita melihat dalam bagian sebelumnya bahwa perbedaan
penggunaan istilah yang sama dalam cra yang bersesuaian untuk penggunaan aturan
sosial tidak berarti bahwa menyatakan istilah konsep atau makna identik
(pertanyaan seperti tidak dapat diterima, kecuali negatifnya). Dengan cara yang
sama, kesesuaian tersebut tidak berarti behawa struktur konseptual individu
isomorfik dengan koneksi yang sesuai.
Semua yang dapat di klaim adalah pengetahuan konseptual subjektif
matematika individu yang disusun secara hirarki.
Terkesan bahwa generasi suatu hirarki dari konsep
abstrak yang bertambah merefleksikan suatu kecenderungan khusus dalam asal-usul
pengetahuan matematika manusia. Untuk menggeneralisasi dan mengabstraksi memiliki sifat struktur dari pengetahuan
sebelumnya dalam pembentukan konsep dan pengetahuan baru .Kita menduga
keberadaan mekanisme demikian untuk menjelaskan asal-usul dari konsep-konsep
abstrak dan pengtahuan. (seperti yang ditulis diatas). Pada setiap tingkat berikutnya dari konsep secara hirarki yang diganbarkan,
kita melihat hasil dari proses. Pemunculan konsep baru yang didefinisikan
secara implisif dalam istilah suatu himpunan hingga dari istilah atau
konsep tingkat rendah.
Abstraksi ini merupakan proses vertikal yang kontras
dengan generasi pengetahuan matematika jenis kedua : penghalusan, elaborasi
atau kombinasi dari pengetahuan yang ada, tampa harus berpindah ke tingkat
abstraksi tertinggi. Dengan demikian asal-usul
pengetahuan matematika dan ide-ide matematiks dalam pemikian individu
diduga melibatkan proses vertikal dan horizontal, relatif terhadap hirarki
konsep individu. Arah ini analog
dengan keterlibatan secara induktif dan
deduktif. Kita diskusikan kedua macam pengetahuan generasi dengan memulai menjelaskan secara vertikal.
Sebelum melanjutkan dengan mekanisme eksposisi yang
mendukung asal-usul pengetahuan matematika, sebuah catatan secara metodelogi
diperlukan. Perlu dicatat bahwa konsentrasi dugaan bentuk vertikal dan
horizontal melalui asal usul pengetahuan subjektif matematika tidak esensil
untuk kontruksivisme sosial. Itu mempunyai argumen bahwa beberapa mekanisme
(mental) perlu untuk menghitung generasi pengetahuan abstraks dari pengalaman
khusus dan konkrit. Ini adalah pusat untuk konstuktivisme sosial. Tetapi
filsafat matematika tidak perlu untuk menganalisis mekanisme selanutnya, atau
untuk menduga sifat-sifat. Dengan demikian lawan dari eksplorasi berikut tidak
perlu mekanisma yang berujung pada penolakan kontruktivisme sosial filsafat
matematika.
Proses vertikal dari generasi pengetahuan subjektif
melibatkan generalisasi, abstraksi dan reifikasi, dan termasuk pembentukan
konsep. Ciri khas proses ini melibatkan transformasi sifat-sifat,
kontruktivisme, atau koleksi konstruktivisme menjadi objek-objek. Selanjutnya,
untuk contoh, kita dapat mengkonstruksi secara rasional kreasi dari konsep
bilangan, dimulai dengan ordinat, untuk ilustrasi proses ini.Bilangan ordinal ‘5’,
dikaitkan dengan suku kelima dari barisan bilangan, dengan artian 5 objek. Hal
ini diabstraksikan dari urutan khusus penghitungan, dan digeneralisasikan
dengan ‘5’ dipakai sebagai suatu sifat untuk menunjukkan 5
objek. Sifat ‘5’ (dipakai pada himpunan) direifikasi menjadi objek ‘5 ‘, adalah
suatu benda, nama dari benda itu sendiri. Kemudian, koleksi dari bilangan
sedemikian direifikasi kedalam himpunan ‘bilangan’. Selanjutnya kita melihat
bagaimana suatu bagian dapat dikonstruksi dari operasi konkrit (menggunakan
bilangan ordinal 5), melalui proses abstraksi dan reifikasi yang akhirnya
(melalui bilangan kardinal 5) menjadi konsep abstrak blangan 5. Uraian ini
tidak ditawarkan sebagai hipotesis psikologi, tetapi sebagai konstruksi ulang
secara teori dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika dengan abstraksi.
Apa yang diusulkan adalah bahwa dengan proses
abstraksi vertikal atau pembentukan
konsep, suatu koleksi dari objek-objek atau konstruksi terbawah, tingkat
yang telah ada sebelumnya dari hirarki konsep personal menjadi direifikasikan
ke dalam suatu konsep serupa-objek , atau istilah serupa-benda. Skemp mengacu
pada detachability ini, atau kemampuan untuk mengisolasi konsep dari setiap
contoh yang memberikanpeningkatan kepada mereka (Skemp 1971, hal 28) sebagai
suatu bagian esensial dari proses abstraksi dalam penbentukan konsep. Sehingga
konsep terbaru yang didefinisikan menggunakan konsep-konsep tingkat terendah
yang memenuhi sifat-sifat abstraks. Tetapi memiliki generalisasi. Jauh sebelum
mereka. Istilah reifikasi digunakan karena konsep yang baru terbentuk
memperoleh integritas dan sifat-sifat primitif dari objek matematiks, yang
berarti bahwa dapat diberlakukan sebagai suatu kesatuan dan ditahap berikutnya
dapat juga berbentuk abstraks dalam suatu proses iterasi.
Peningkatan kompleksitas dari pengtahuan subjektif
matematika dapat juga ditandai dengan proses horizontal proses dan sifat
elaborasi dan klarifikasi. Proses horizontal dari pembentukan objek dalam
matematika didiskripkan oleh Lakatos (1976), dalam rekonstruksinya terhadap
evolusi rumus Euler dan justifikasinya. Yaitu, pembentukan ulang (dan
penekanan) dari konsep matematika atau definisi sampai mencapai konsisten dan
meleakat dalam hubungannya dengan konteks yang lebih luas. Ini adalah proses
esensial dari elaborasi dan penghalusan,
berbeda dengan proses vertikal yang berada disamping ’objektifikasi’ dan’reifikasi’.
Sejauh ini, uraian yang diberikan berkisar pada
genesis dan struktur konseptual dan bagian terminologi subjektif matematika.
Terdapat juga asal-usul proposisi, hubungan dan
dugaan pengetahuan subjektif matematika untuk menjadi pertimbangan.
Tetapi hal ini dapat diakomodasikan secara analogis. Kita baru saja membahas
bagaimana dasar-dasar kebenaan matematika dan logika yang diperoleh selama
belajar bahasa matematika. Sebagai konsep baru yang dikembangkan oleh
individu-individu, mengikuti pola hirarki yang digambarkan diatas, difinisi,
proposisi dan hubungan yang mendukung
proposisimatematika baru yang harus diperolehnya untuk izim menggunakannya.
Materi-materi baru dari pengetahuan proposisi dikembangkanoleh dua mode genesis
t digambarkan diatas, yaitu secara informal proses induktif dan deduktif.
Pengintuian menjadi nama yang diberikan
untuk memfasilitasi perasaan (yaitu penolakan dengan kepercayaan)
sehingga proposisi dan hubungan antara
konsep matematika pada pengertian dasar dan sifat-sifat, yang utama
menghasilkan keabsahan untuk justifikasi mereka. Keseluruhan , kita melihat,
oelh karena itu, bahwa bentuk umum dari
perhitungan asal-usul konsep matematika juga dibangun untuk pengetahuan
proposisi matematika. Yaitu sebagai pegangan analogi proses induktif dan
deduktif, sekalipun hanya secara informal, untuk memperhitungkan asal-usul ini.
Pada kesimpulannya, sesi ini berhadapan dengan
asal-usulkonsep dan proposisi pengetahuan subjektif matematika. Perhitungan
yang diberikan dari asal-usul ini melibatkan empat klaim. Pertama, konsep dari
proposisi matematika mengorganisasikan dan telah berakar dalam bahasa alami
ini, dan dijelaskan (dibangun) sepanjang sisi kompetensi linguistik, Kedua,
merea dapat dibagi menjadi primitif dan konsep turunan dan proposisi. Konsep
dapat dibagi menjadi observasi dasar dan pengalaman sensori langsung, dan juga
definisi secara linguistik dengan arti
istilahistilah dan konsep-konsep lain., atau bentuk pengabstrakan mereka.
Demikian juga, proposisi terdiri dari perolehan secara linguistik dan
diturunkan dari keberadaan awal proppsisi matematika, walaupun pembedaan ini
tidak diklaim untuk jelas dipotong. Ketiga, pembagian konsep, digabungkan
dengan urutan definisi mereka, hasil dalam suatu dan pribadi) struktur hirarki subjektif
konsep-konsep (dengan mana proposisi diasosiasikan menurut kosep orang banyak).
Keempat, asal usul proses horizontal konsep dan turunan proposisi, yang mana
menambil bentuk alasan induktif dan deduktif.
Klaim ini meliputi perhitungan konstruktivisme
sosial dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika. Bagaimanapun, dalam
penyediaan perhitungan, contoh-contoh yang diberikan, khususnya berkonsentrasi
pada klain ke3 dan ke4, yang harus mempunyai status penolakan secara empiris.
Hirarki alami dari pengetahuan subjektif matematika dapat diterima tampa
penolakan secara empiris. Demikian juga, eksistensi proses horizontal dari
penghalusan konsep subjektif atau deduktif proporsional dengan analogis
Lakatos bahwa logika penemuan matematika
dapat diterima secara prinsip.Ini meninggalkan proses vertikal dari abtraksi,
reifikasi atau induksi untuk meliputi tampa asumsi pertumbuhan empiris. Tetapi
beberapa prosedur perlu, jika pengetahuan subjektif dikonstruksikan oleh
individu pada dasar penurunan konsep primitif dari rasa impresi dan intraksi,
atau dasar proposisi matematika ditempelkan dalam pengguaan bahasa, sperti yang
telah diasumsikan. Jelas bahwa pengetahuan abstrks yang relatif harus
dikonstruksikan dari pengetahuan matematika yang relatif. Karenanya, sebagai
proses horizontal, keberadaan proses vertikal ini diperlukan dalam secaraprinsip,
tanpa tergantung dengan kenyataan bahwa
beberapa detail yang termasuk dalam peritungan kemungkinan yang dikonstruksikan
sebagai penolakan secara empiris. Untuk alasan detail dikarakteristikan sebagai
tidak esensial untuk dugaan pokok dari konstruktivisme sosial.
C.Kepercayaan subjektif dalam Eksistensi
Objek Matematika.
Uraian yang diberikan di atas dari perkembangan
pengetahuan individual dunia eksternal adalah suatu konstruksi bebas dari
subjek individu dengan batasan dunia fisik dan sosial. Individu secara langsung
mengalami dunianya dan peta dugaan dari
dunia ini dikukuhkan sebagai sesuatu yang layak atau didemonstrasikan tidak
memadai berdasarkan pada respon terhadap aksi mereka. Konsekwensi dari hal ini
bahwa individu membangun personal representasi dari dunia ini, yang unik dan
istimewa untuk individu itu, tetapi konsekwensi yang cocok yang diterima secara
sosial. Sehingga kecocokan itu menjadi kendala eksternal yang mana semua
individu mengakomodasi (lebih atau kurang), dan khususnya kendala variabel
negosiasi dari pengertian dan tujuan dalam hubungan sosial. Dengan demikian,
menurut uraian ini, individu membangun pengetahuan subjektif yang dimiliki dan
konsep eksternal dan dunia sosial sebaik matematika, sehingga sesuai dengan apa
yang diharapkan secara sosial.
Pengkonstruksian dunia sendiri ini menyatakan secara
jelas individu yang telah membuatnya sendiri, baik secara fisik atau
sosial.Karena mekanisma yang sama berada disamping konstruksi matematika
sebagai representasi lain. Tidak begitu mengherankan bahwa hal ini memiliki
ukuran eksisensi independen. Untuk objek
matematika mempunyai objektivitas, dalam hal ini mereka diharapkan
mengkonstruksi secara sosial. Pengkonstruksian konsep secara sosial yang lain,
telah dikenal mempunyai pengaruh kuat atas kehidupan kita, seperti ‘uang’, ‘waktu’
(jam), ‘kutub utara’, ‘khatulistiwa’, ‘Inggris’, ‘gender’, ‘keadilan’, ‘kebenaran’.
Setiap hal disini tidak diragukan lagi adalah konstruksi sosial. Namun setiap
konsep disini mempunyai dampak sebanyak
keberadaan konsep secara konkrit.
Perhatikan ‘uang’. Hal ini merepresentasikan suatu
pengorganisasian konsep dalam kehidupan dunia modern dari dunia besar, dan lebih panjang dari
keberadan yang tidak dapat disangkal. Namun jelas adalah simbolbuatan manusia
yang konvensional, nilai secara kuantitas, dibandingkan dengan aspek dunia
fisik. Mari kita menjelajahi uang lebih lanjut.. Apa yang menjadikan uang itu
eksis? Terdapat dua pandangan secara ontologi yang menjadi dasar status.
Pertama, penerimaan sosial, yang memberikan objektivitas.
Kedua,direpresentasikan dengan tanda, yang berarti tidak mempunyai representasi
yang nyata.
Sekarang perhatikan analogi dengan objek matematika.
Disini terdapat objektivitas, menjadi penerimaan secara sosial.. Sebagai tambahan,
konsep primitif matematika, seperti ‘persegi’ dan ‘7’, mempunyai contoh
konkrit persepsi kita dari dunia fisik.
Jadi sejauh ini analoginya adalah baik. Konsep matematika yang didefinisikan
tidak sesuai sebaik analogi analogi, untuk itu mereka hanya bisa mempunya konsep aplikasi tidak langsung,
melalui perubahan definisi. Supaya terdapat analogi antara objek-objek abstrak
matematika dan aplikasi yang diabstrakkan dari uang (angggaran, peramalan
keuangan, dll), ini meregangkan begitu jauh. Apa yang dapat dikatakan adalah
analogi antara uang dan objek matematika mendorong beberapa hal yang masuk akal
untuk kepercayaan subjektif pada objek matematika terdahulu. Keduanya ialah
konstruksi sosial objektif dan memiliki manifestasi konkrit.
Tentunya matematika mempunyai suatu corak lanjut
yang mendukung kepercayaan ini. Ini adalah hubungan yang perlu diantara
objek-objek, hubungan logis yang kuat dalam sistem deduktif. Kebutuhan logis
melekat pada objek matematika melalui hubungan pendifinisian, hubungan inter
dan hubungan dengan pengetahuan matematika. Ini mendorong perlunya objek
matematika (suatu corak yang kekurangan
uang).
Secara singkat, argumennya ini. Jika suatu
pengetahuan individu dari dunia nyata, termasukkomponen-komponen
konvensionalnya adalah konstruksi mental yang dikontruksi dengan penerimaan
sosial, maka kepercayaan dalam konstruksi seperti ini jelas sama kuatnya
seperti kepercayaan dalam sesuatu. Pengetahuan subjektif matematika dan
penenalan dengan konsepnya dan
objekobjek juga suatu konstruksi mental. Tetapi seperti penentuan konstruksi
sosial, mempunyai pemunculan objek eksternal dari penerimaan sosialnya. Objek
matematika juga mempunyai (i) contoh konkrit secara langsung (untuk konsep
matmatika primitif) atau tidak langsung (untuk konsep matematika yang
didefinisikan); dan (ii). Keperluan logika, melalui dasar-dasar logika dan
struktur deduktif. Sifatsifat ini
memberikan kenaikan kepercayaan dalam keberadaan objektif matematika dan
objek-objeknya.
Secara tradisional,pengetahuan dapat dibagi menjadi
real dan ideal. Bersama-sama menerima realita dunia eksternal dan pengetahuan
seintifik kita (realitas seintifik). Juga bersama-sama eksistensi ideal dari
(objektif) matematika dan objek matematika (idealisma atau platonisma) Dikotomi
ini menempatkan objek fisik dan sains
dalam suatu realitas (Dunia Propper 1) dan objek matematika dalam lainnya
(pengetahuan subjektif dalam dunia 2, pengetahuan objektif dalam dunia 3). Dengan demikian ini menempatkan objek
matematika dan fisik dalam kategori yang berbeda.. Dugaan konstruksivisme
sosial adalah kita tidak mempunyai akses langsung untuk dunia 1., dan objek
fisik dan sains hanya diterima bila direpresentasikan dengan mengkonstruksi
dunia 3 (konsep objektif) atau dalam dunia 2 (konsep subjektif). Selanjutnya
pengetahuan fisik dan objek matematika mempunyai status yang sama, bertentangan
dengan sifat tradisional. Perbedaan hanya berada dalam kendala fisik alami
secara realitas memaksa konsep sains, melalui arti verifikasi diadopsikan untuk
dua tipe pengetahuan (sains dan matematika). Dengan cara yang sama, termasuk
dasar sosial dalam objektif kedua tipe pengetahuan, uraian untuk kepercayaan
subjektif keberadaan objek matematika (hampir) serupa untuk objek fisika secara
teoritis. .
3. Hubungan Pengetahuan Objektif dan
Subjektif Matematika
Hubungan dianatara pengetahuan objektif dan
subjektif matematika adalah sentral untuk konstruktivisme sosial filsafat matematika. Menurut filsafat ini,
adalah saling bergantungan, melayani untuk kreasi masingmasingnya.. Pertama,
pengetahuan matematika objektif dikonstruksi ulang sebagai pengetahuan
subjektif oleh individu, melalui interaksi dengan guru dan orang lainnya, dan
dengan interpretasi teks dan sumber lain yang membosankan. Seperti ditekankan, interaksi dengan orang
lain (dan lingkungan), khususnya melalui umpan balik negatif, menyediakan arti
perkembangan yang sesuai antara pengetahuan subjektif matematika individu dan
penerimaan sosial matematika objektif. Istilah rekontruksi digunakan untuk
representasi pengetahuan subjektif matematika. Sebagaimana dikatakan
pengetahuan subjektif yang ‘sesuai’, untuk suatu kecenderungan yang lebih besar
atau kecil, secara pengetahuan sosial matematika diterima (dalam satu atau
lebih manifestasi).
Kedua, pengetahuan subjektif matematika mempunyai
dampak pada pengetahuan objektif dalam dua cara. Rutenya melalui kreasi
matematika secara individu menjadi suatu pengetahuan matematika subjektif
melalui penjelasan kreasi survival
(termasuk pengulangan keberadaan matematika awal) ditambahkan ke badan
pengetahuan matematika objektif. Representasi ini juga merupakan cara dalam
keberadan teori matematika yang dibentuk ulang. Relasi-inter atau
kesatuan. Kemudian ini termasuk kreasi
yang tidak hanya di sisi pengetahuan matematika, tetapi juga melalui bodi
pengetahuan matematika. Cara ini yang
pengetahuan subjektif matematika secara eksplisit mengkontribusi kreasi
pengetahuan objektif matematika. Oleh karena itu, terdapat juga suatu jangkauan
yang lebih jauh tetapi cara implisifyang mana dalam pengetahuan subjektif
matematika mengkontribusi ke pengetahuan objektif matematika.
Kontruktivisme sosial adalah pengetahuan objektif
matematika yang sosial, dan tidak termuat dalam teks atau materi lain yang
tercatat, tidak dalam beberapa realistas ideal. Pengetahuan objektif matematika
berada dalam naungan aturan, konvensi, pengertian, dan arti dari anggota
masysrakat sosial, dan dalam interaksi mereka (dan konsekwensi, institusi
sosial). Pengetahuan objektif matematika yang dikreasikan secara kontinu dan
diperbaharui oleh pertumbuhan
pengetahuan subjektif matematika dalam artian individu yang tak terbilang.
Penjelasan ini membagi pengetahuan objektif., melalui representasi sosial,
aturan dan konvensi bahasa dan interaksi manusia yang ditetapkan. Ini saling
mengobservasi aturan dalam legitimasi formasi tertentu dari matematika seperti penerimaan pengetahuan matematika
objektif. Selanjutnya pengetahuan objektif matematikabertahan melalui suatu pertahanan kelompok sosial dan
reproduksi dirinya. Melaui pengetahuan subjektif matematika, termasuk
pengetahuan arti yang diatributkan dengan simbol dalam teks matematika yang
dipublikasikan, pengetahuan objektif matematika melewati dari satu generasi
untuk selanjutnya.
Proses transmisi ini tidak menguraikan asal-usul pengetahuan matematika.
Ini berati dengan kedua justifikasi aturan
untuk pengetahuan matematika, dan
menjamin keabsahan justifikasi pengetahuan matematika yang dipertahankan.
Kitcher (1984) mengklaim bahwa landasanjustifikasi pengetahuan matematika
dilewati dengan cara ini, dari satu generasi ahli matematika untuk yang akan
datang, permulaan dengan pengetahuan yang diabsahkan.
Suatu rekontruksi rasional sejarah matematika untuk
keabsahan pengetahuan matematika, uraian Kitcher mempunyai beberapa hal yang
masuk akal.. Seperti Kitcher, konstruktivisme sosial melihat komunitas sosial
primer yang menerima penganugerahan objektif pada pengetahuan matematika. Oleh
karena itu, tidak seperti Kitcher,
konstruktivisme sosial melihat melihat sosial sebagai pertahanan
rasional justifikasi yang penuh untuk pengetahuan objektif matematika tanpa
perlu dorongan sejarah untuk justifikasi. Menurut konstruktivisme sosial ,
komunitas sosial yang menopang matematika bertahan dengan lancar sepanjang
sejarah, dengan segala fungsinya, seperti halnya orgamisme biologis dengan
selamat dari kematian dan pergantian sel-selnya. Fungsi-fungsi ini mencakup
semua yang diperlukan untuk menjamin pengetahuan matematika.
Harus dibuat jelas bahwa klaim pengetahuan objektif
matematika yang ditopang oleh anggota pengetahuan subjektif dan masyarakat
mengkibatkan penurunan objektif ke subjektif.. Pengetahuan objektif matematika
tergantung pada institusi sosial, termasuk penetapan ‘bentukbentuk kehidupan’
dan pola-pola interaksi sosial. Halini
dipertahankan, diakui oleh pengetahuan subjektif dan pola prilaku individu
sebagai bahasa fenomena sosial. Tetapi ini tidak lebih mengakibatkan penurunan
dari objektif ke subjektif., dari pada materi-materi yang mengakibatkan dapat
diturunkan ke dan diterangkan dalam
bentuk fisik. Jumlah dari semua pengetauan subjektif bukan pengetahuan
objektif. Pengetahuan subjektif adalah
esensipribadi, dimana pengetahuan objektifnya adalah masyarakat dan sosial.
Selanjtnya pengulangan kreasi secara kontinu tidak diturunkan untuk pengetahuan
subjektif.
Melalui pengalaman, imajinasi dari semua institusi
sosial dan interaksi pribadi ditiadakan.
Meskipun hal ini akan meninggalkan pengetahuan subjektif, itu akan
menghancurkan pengetahuan objektif. Tidak harus cepat, tetapi pasti dengan
waktu tertentu.Karena tampa interaksi sosial tidak akan ada perolehan bahasa alami, dalam mana matematika
bersandar. Tampa interaksi dan negisiasi maknauntuk memastikan kesesuaian yang
berkelanjutan,pengetahuan subjektif individu akan mlai berkembang secara
idiosyncratik, tumbuh terpisah tidak dicek. Pengetahuanobjektif matematika dan semua pengetahuan implisit yang menjaganya, seperti aturan justifikasi, akan berhenti untuk dilewati. Secara alami
tidak akan ada matematika baru yang
dapatditerima secara sosial. Dengan demikian kematian sosisal akan berarti
kematian matematika objektif, terlepas
dari pertahanan pengetahuan subjektif.
Sebaliknya juga berlaku benar. Jika melalui
pengalaman yang lain kita mengimajinasi semua pengetahuan subjektif matematika
yang ditiadakan, maka pengetahuan objektif juga ditiadakan. Tidak akan dapat legitimasi individu
menyetujui setiap representasi secara simbolik seperti penerimaan matematika,
karena kehilangan dasar penerimaan tersebut. Oleh karena itu tidak ada
penerimaan matematika oleh kelompok sosial. Hal ini membentuk hubungan yang
sebaliknya, yaitu bahwa pengalaman pengetahuan subjektif perlu untuk
pengetahuan objektif matematika.
Tentunya sukar untuk mengikuti semua konsekwensi
pengalaman kedua, karena tidak mungkin memisahkan memisahkan pengetauan
subjektif individu dari bahasa dan matematika. Pengetahuan bahasa sangat
tergantung alat-alat konseptual untuk pengklasifikaian, kategorisasi dan
kuantitas pengalaman kita dan untuk membingkai ucapan-ucapan logis. Tetapi
menurut konstruktivisme sosial ini merupakan bentuk dasar untuk pengetahuan
matematika. Jika kita menghapus ini dari pengetauan sujektif dalam penglaman
pikiran, maka hampir semua pengetahuan
tentang bahasa dan hirirki konseptual,
akan runtuh. Jika kita meninggalkan pengetahuan informal dan hanya
memperdebatkan pengetauan matematika eksplisit (yang dipelajari sebagai
matematika dan bukan sebagai bahasa) maka pengetahuan subjektif matematika dapat diangun kembali, untuk itu kita akan
meningglakannya secara utuh.
Singkatnya, dugaan konstruktivisme sosial adalah
pengetahuan matematika objektif yang ada di dalam dan melaui dunia sosial tindakan manusia,
interaksi dan peraturan, didukung oleh
pengetauan subjektif matematika secara
individu (bahasa dan kehidupan sosial), yang perlu pengulangan kreasi
konstan. Jadi pengetahuna subjektif kreasi ulang pengetahuan objektif , tampa
yang terakhir mereduksi yang pertma. Pandangan pengetahuan ini didukung oleh
sejumlah penulis. Paul Cobb, mengargumenkan suatu perpektif kontruktivisme
ridikal yaitu :
“Pandangan bahwa budaya pada umumnya dan matematika
pada khususnya dapat diambil sebagai landasan yang kuat memalui analisis
pembelajaran dan pengajaran yang dipertanyakan. Sebaliknya dikatakan bahwa
pengetauan budaya (termasuk matematika) secara kontinuitas dikreasi ulang
melaui tindakan koordinasi dari anggota suatu komunitas.”
Paulo Freire mengelaborasi suatu epistemologi dan
pilsafat pendidikan yang menempatkan kesadaran individu, dalam konteks sosial,
di jantung pengetahuan objektif. Dia mengenali kestuan yang tidak terbantahkan
antara subjektf dan objektif dalam
tindakan pengetahuan. (freire, 1972b, halaman 31) Freiere berargumen yaitu yang telah kita lakukan bahawa pengetahuan objektif secara
kontiniutas dikrasi dan kreasi ulang seperti manusia mereflieksikan dan
melakukan tindakan di dunia.
Penerimaan secara epistomologi (lihat, sebagai
contoh, Sheffers, 1965) dapat diinterpretasikan perolehan pengetahuan objektif
secara logika dalam engetahuan subjektif. Pandangan inimendifinisikan
pengetahuan (tidak lebih sempit daripada yang telah digunakan diatas) sebagai
justifikasi kepercayaan yang benar. Kepercayaan termasuk apa yang telah disebut
sebagai pengetauan sujektif, dalam bab ini. Dalam matematika, justifikasi
kepercayaan yang benar dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan yang
memerlukan pembenaran untuk menerimanya (disingkat bukti). Menurut filsafat
konstrutivisme sosial, ketika pernyataan matematika diterima secara sosial , atas
dasar pembenaran mereka, dan selanjutnya merupakan pengetahuan objektif
matematika. Dengan demikian, dalam istilah di bab ini, ☝pengetahuan adalah
kepercayaan yang benar yang dibenarkan☝ diterjemahkan menjadi ☝pengetahuan objektif
matematika adalah pengetahuan subjektik yang diterima secara sosial, yang
dinyatakan dalam bentuk pernyataan linguistik☝. Menurut terjemahan ini, pengetahuan
objektif matematika bergantung secara logika pada pengetahuan subjektif, karena
urutan definisi.
Gambar
4.1 Keterkaitan antara Pengetahuan Objektif dan Subjektif Matematika
Pandangan konstruktivisme sosial dari matematika
menempatkan pengetahuan subjektif dan
objektif dalam posisi mendukung dan
bergantung.Pengetahuan subjektif akan mengarah pada kreasi pengetahuan
matematika, melalui media interaksi sosial dan penerimaan. Hal ini juga
mendukung dan mengkreasi ulang pengetahuan matematika, yang mana didasarkan
pada pengetahuan subjektif dari individu-individu. Representasi dari
pengetahuan objektif adalah suatu yang memungkinkan asal-usul dan kreasi kembali pengetahuan
subjektif. Jadi kita mempunyai siklus kreatif , pengetahuan subjektif mengkreasikan
pengetahuan objektif, yang pada gilirannya
mengarah padakreasi ulang pengetahuan subjektif. Gambar 4.1 menunjukkan
hubungan antara dunia pribadi pengetahuan subjektif dan dunia sosial
pengetahuan objektif yang masing-masing mempertahankan kreasi ulang yang lain..
masing-masing harus secara umum merepresentasikan tujuan ini. Kemudian terdapat
suatu interaksi sosial dalam proses negosiasi yang mengarah pada pembentukan
ulang pengetahuan dan penggabungannya kedalam realitas lain sebagai pengetahuan
baru.
Tentu terdapat kendala yang berarti di jaringan yang
melaluisiklus kreatif ini. Terdapat
dunia fisik dan sosial, dan khususnya aturan linguistik dan aturan lain yang
diujudkan dalam bentuk kehidupan sosial.
4.
Kritik
Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial memandang ada 3 dasar
filsafat matematika: (1)quasi empirisme, (2) konvensionalisme, (3)
konstruktivisme radikal. Pandangan tersebut mendapat kritikan:
Pertama,
ada masalah dalam menguraikan syarat-syarat logika matematika dari sudut
pandang perspektif konvensionalisme social.
Kedua,
ada kritik yangdapat diarahkan pada sintesis baru yang disediakan oleh
konstruktivisme sosial. Kritik yang lebih tajam adalah terjadi inkonsistensi
antara teori-teori konvensionalisme dengan konstruktivisme radikal.