• Posted by : Chachacino Selasa, 27 Desember 2016



    BAB 4
    KONSTRUKTIVISME SOSIAL DANPENGETAHUAN SUBJEKTIF
    Konstruktivisme Sosial dan Pengetahuan Subjektif
    Pendahuluan
    Bab ini membicarakan hubungan antara pengetahuan subjektif dan objektif matematika dalam konstruktivisme sosial. Sesuatu yang tidak mudah untuk dijelaskan, karena menyangkut  kejiwaan berpikir subyektif dan obyektif. Suatu pandangan sederhana, pengetahuan dianalogkan bahwa pengetahuan adalah dinamis. Sebuah aktivitas yang mewakili perilaku-perilaku dan pemikiran. Menjelaskan pengetahuan secara umum pasti akan terbentur dengan ilmu-ilmu yang bermacam-macam, sehingga untuk mudahnya cukup dipilih satu bidang ilmu saja. Oleh karena itu ada matematika, fisika, biologi dan lain sebagainya.
    Ketika kesederhanaan ini ditolak maka ada konstruktivisme sosial. Tetapi sebenarnya sosial itu sendiri apa? Menurut konstruktivisme sosial, buku tidak memuat pengetahuan, hanya merupakan simbol-simbol yang diatur secara hati-hati dan tidak bermakna, meskipun buku dapat memandu pembaca untuk menciptakan makna-makna baru. Kebermaknaannya harus diciptakan oleh pembaca, makna dalam buku tergantung pada penciptaan yang unik dari masing-masing pembaca, di sinilah timbul subjective knowledge. Sebagai contoh untuk rumus matematika yang sama masing-masing orang dapat menjelaskannya dengan cara yang berbeda-beda.
    Pandangan berikut ini adalah bahwa pengetahuan selalu baru tidak pernah sama. Pengetahuan adalah usaha aktif kita untuk mencari tahu dengan banyak cara, akibatnya pengetahuan obyektif sepanjang waktu dilahirkan kembali. Pengetahuan lebih mirip tubuh manusia, dengan setiap sel digantikan secara terus menerus oleh sel-sel baru.
    Asal Pengetahuan Subjektif
    Bagaimana seorang individu memperoleh pengetahuan dari dunia luar melalui alat indera? Prinsipnya apabila kita ingin belajar matematika maka yang harus didahulukan adalah bahasanya.
    Konstruksi Pengetahuan Subjektif
    Bagaimana individu memperoleh pengetahuan dari dunia luar? Manusia memperoleh pengetahuan subyektif berdasarkan interaksi dengan dunia luar, yang melalui data yang masuk atau melalui tindakan langsung. Akan tetapi interaksi tersebut tidak mencukupi, karena pengetahuan yang kita peroleh masih bersifat umum. Oleh karena itu, kita perlu penjelasan tentang pengalaman kita dengan cara megantisipasi dan menyelidiki keteraturannuya.
    Masalahnya adalah bagaimana kita dapat menjelaskan (membenarkan) pengetahuan ilmiah secara teoritis berdasarkan pengamatan dan percobaan?Perhatikan bahwa, pikiran individu adalahaktif, menduga dan meramalkan pola-pola aliran pengalaman kemudia membangun teori tentang hakekat dunia.Ketika hasil teorinya tidak memadai diganti dengan dugaan-dugaan baru, diuji kemudian ditetapkan sebagai hasil teori baru, begitu seterusnya (sesuatu yang rekursif).Jadi pengetahuan subjektif kita tentang dunia luar terdiri dari perkiraan, yang digunakan terus-menerus, diuji dan diganti bila disalahkan.
    Prinsipnya, teori-teori ini didasarkan pada dua faktor.Pertama, dari pengalaman langsung kita.Kedua, teori-teori yang telah ada sebelumnya.Ketergantungan pada teori-teori sebelumnya inilah yang menjadikan teori subyektif bersifat rekursif.
    Poper (1959) pandangannya hanya untuk ilmu pengetahuan dan asal usul teori ilmiah.Glasersfeld (1983, 1984, 1989) menyatakan pandangan subjektif murni tentang pengetahuan diuraikan sebagai kontrukstivisme radikal.Dunia dapat dipahami sebagai sumber pengalaman kita.Dari sesuatu yang belum diketahui berubah menjadi pembangun struktur kognitif.Piaget mencirikan struktur konseptual ditentukan dari kecukupan pengalaman dan kelayakannya sebagai sarana untuk memecahkan masalah karena masalah tak pernah berakhir sebagai akibat dari pengaturan yang konsisten yang kita sebut pemahaman. (Glasersfeld (1983, h. 50-51).
    Konstruktivismeadalah teori pengetahuan yang berakar filsafat, psikologi dan sibernetika.Prinsipnya (a) pengetahuan tidak diterima secara pasif tetapi juga secara aktif dibangun oleh pemahaman subjek (b) fungsi pemahaman menyesuaikan pengalaman yang telah ada, bukan penemuan dari realitas ke logis.(Glasersfeld, 1989, halaman 162)
    Pandangan berikut menjelaskan bagaimana kita mengkonstruksi pengetahuan subjektif, mengkonstruksi pengetahuan yang cocok dengan porsi yang diberikan dunia, yang terkendala (bertentangan) oleh pemikiran moderen yang berakar ilmu pengetahuan filsafat yang semua ini tetap menjamin kelangsungan dari pengetahuan.Teori ini belum menjelaskan kemungkinan komunikasi dan kesepakatan antara individu-individu. Individu-individu ini mungkin memiliki model subjek yang sama sekali berbeda,bahkan bertentangan, model subjektif dunia.
    Perbedaan tersebut tampaknya tak terhindarkan, namun hal ini tidak terjadi.Seperti yang diuraikan, pandangan konstruktivis sosial yang memberikan penjelasan tentang perkembangan pengetahuan dunia manusia, interaksi sosialnya, dan pemerolehan bahasanya. Suatu mekanisme yang meningkatkan kesesuaian pengetahuan subjektif dengan dunia harus memperhatikan kesesuaian dengan dunia sosial, termasuk pola penggunaan bahasa dan perilaku.Glasersfeld, dunia pengalaman kognisi subjek, tidak membedakan antara realitas fisik atau sosial.Dengan demikian generasi dan adaptasi teori pribadi berdasarkan makna data dan interaksi sama-sama berlaku untuk dunia sosial, sebagaima ditunjukkan uraian berikut.
    Sejak kelahirannya, individu menerima kesan makna dari dunia eksternal dan dunia sosial demikian juga dia berinteraksi.Teori-teori subyektif untuk menjelaskan, dan kemudian menjadi pemandu, interaksi mereka dengan alam ini terus-menerus diuji melalui interaksi dengan lingkungan.Bagian dari aktivitas mental ini berkaitan dengan orang dan bahasa.Mendengar pembicaraan mengarah pada teori-teori tentang makna kata (dan kalimat) dan penggunaan.Saatteori ini diduga, mereka diuji melalui tindakan dan ucapan-ucapan.Pengetahuan subjektif tentang bahasa ini cenderung lebih prosedural daripada pengetahuan proposisional.Artinya, akan lebih merupakan masalah 'mengetahui bagaimana' daripada mengetahui bahwa' (Ryle, 1949).
    Halliday (1978) menjelaskan kompetensi penguasaan bahasa dalam tiga sistem yang saling terkait, yaitu bentuk, makna, dan fungsi (sosial) bahasa.Bentuk dan fungsi bahasa adalah sistem yang dimanifestasikan secara umum, yang terbuka untuk koreksi dan kesepakatan.Sementara sistem makna adalah pribadi.
    Orang yang berbeda yang tumbuh dalam bahasa yang sama seperti semak-semak yang dipangkas dan dilatih untuk membentuk gajah secara identik.Detail anatomis ranting dan cabang dari semak ke semak-semak akan memenuhi bentuk gajah dengan cara berbeda, namun secara keseluruhan hasil luarnya sama. (Quine, 1960, halaman 8)
    Apa yang telah diberikan adalah penjelasan tentang bagaimana individu memperoleh (mengkonstruksi) pengetahuan subjektif, termasuk pengetahuan bahasa. Dua fitur kunci dari penjelasan ini adalah sebagai berikut. Pertama, ada konstruksi aktif pengetahuan, biasanya konsep dan hipotesis, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Kedua, ada peran penting yang dimainkan oleh pengalaman dan interaksi dengan dunia fisik dan sosial, baik dalam tindakan fisik dan mode pembicaraan.Pengalaman ini digunakan sebagai pengetahuan, akan tetapi pengalaman ini tidak sesuai dengan hasil yang dimaksudkan dan dirasakan. Oleh karena itu perlu restrukturisasi pengetahuan, agar sesuai dengan pengalaman.Efek pembentukan pengalaman, menggunakan metafora Quine, tidak boleh diremehkan.
    Bauersfeld menjelaskan teori ini sebagai sifat triadic pengetahuan manusia: struktur pengetahuan subjektif, oleh karena itu konstruksi subyektif berfungsi sebagai model yang layak, yang telah dibentuk melalui adaptasi pada perlawanan dari 'dunia' dan melalui negosiasi dalam interaksi sosial '. (Grouws et al, 1988, halaman 39)
    Konsekuensi lebih lanjut mengenai pandangan pertumbuhan pengetahuan subjektif berkaitan dengan sejauh mana makna yang melekat pada informasi simbolik, seperti buku atau bukti matematis.Sesuai pandangan yang diajukan, makna-makna itu dikonstruksi pembaca.(Pandangan ini pada dasarnya, pendekatan dekonstruktif Derrida untuk makna tekstual; Anderson dkk, 1986), Aturan linguistik, konvensi dan norma-norma direkonstruksi oleh pembaca selama pemerolehan bahasa mereka membatasi pembaca pada suatu interpretasi yang mungkin cocok dengan interpretasi pembaca lainnya.Dengan kata lain, tidak ada makna dalam buku-buku dan buktibukti. Makna harus diciptakan oleh pembaca, atau lebih tepatnya, dibangun atas dasar makna subjektif yang ada.Makna bahasa dalam masyarakat tergantung pada pribadi pembacanya.Aturan bahasanya dikonstruksi agar sesuai dengan batasan-batasan yang ditetapkan secara umum.Namun, kesepakatan sosial bagaimana sebuah simbolisme harus diterjemahkan untuk membatasi konstruksi makna individu, sehingga memberikan arti bahwa di dalam isi teks itu sendiri terdapat muatan informasi.
    Pengetahuan, kebenaran dan makna tidak dapat dikaitkan dengan sekumpulan tanda atau simbol.Hanya penetapan makna seperangkat tanda, atau sebuah sistem simbol dari sebuah dokumen yang dipublikasikan, bagi seorang individu dapat menghasilkan pengetahuan atau makna.Seperti dalam teori komunikasi, pengkodean adalah penting jika makna dikaitkan dengan satu set kode penyiaran. Menurut pandangan konstruktivis, pertumbuhan pengetahuan subjektif seorang individu dibentuk oleh interaksi dengan orang lain (dan dunia). Suatu fungsi f(x) (didefinisikan pada bilangan real) mendekati tak terhingga dapat dikonstruksi lebih halus dalam bahasa analisis matematika yaitu, bahwa untuk setiap bilangan real r terdapat bilangan real s lain sedemikian hingga jikax>s, makaf(x) >r. Perumusan kembaliini tidak lagi mengatakan bahwafungsi secara harfiah mendekati tak terhingga, tetapi bahwa untuk setiap nilai yang berhingga, ada suatu titik sedemikian hingga semua nilai dari fungsi melebihi titik itu. Perhatikan bahwa pernyataan pertama tetap dipertahankan untuk memperoleh definisi yang lebih tepat.
    Secara ringkas, bahwa:
    pengetahuan subjektif tidak diterima secara pasif tetapi secara aktif dibangun oleh kesadaran subjek, dan bahwa fungsi kognisi adalah adaptif dan melayani organisasi dunia pengalaman individu (Glasersfeld, 1989 ), proses ini memperhitungkan pengetahuan subjektif tentang dunia dan bahasa (termasuk matematika), kendala objektif, baik secara fisik dan sosial, memiliki efek membentuk pengetahuan subyektif, yang memungkinkan untuk sebuah 'kesesuaian' antara aspek-aspek pengetahuan subyektif dan dunia luar, termasuk bentuk-bentuk fisik dan sosial, dan pengetahuan individu-individu lain, makna hanya dapat diberikan oleh individu, dan tidak intrinsik untuk sebarang sistem simbolis.
    B. Konstruksi Pengetahuan Matematika.
    Telah dikemukakan bahwa pengetahuan linguistik memberikan landasan (genetik dan justivikasi) untuk pengetahuan abjektif matematika, baik dalam mempertahankan dugaan konvensional, dan selanjutnya sebagai bagian dari filsafat kontruktivisme sosial dan matematika. Apa yang disajikan disini adalah paralel tetapi berbeda klaim yaitu pengetahuan linguistik juga memberikan landasan baik genetik dan justifikasi untuk pengetahuan subjektif matematika. Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bagian aturan sosial (objektif) dari bahasa, logika dan seterusnya membatasi penerimaan kreasi matematika yang dipublikasikan, yang memungkinkan mereka menjadi bagian dari pengetahuan  matematika objektif. Selanjutnya kita fokuskan pada asal usul subjektif dari pengetahuan objektif dan akan dijelaskan asal usul pengetahuan ini berakar kuat dalam pengetahuan linguistik dan kompetensi.
    Memulai pengetahuan matematika dapat dikatakan dengan pemerolehan pengetahuan linguistik. Bahasa alamiahnya mencakup dasardasar matematika melalui istilah-istilah matematika dasar, melalui penggunaan pengetahuan sehari-hari dan hubungannya dan melalui aturanaturan dan konvensi yang memberikan dasar untuk logika dan kebenaran logis. Dengan demikian landasan pengetahuan matematika baik genetik dan justifikasi diperoleh dengan bahasa. Untuk genetik landasan matematikanya adalah konsep dan proposisi dan untuk justifikasi landasan pengetahuan matematikanya secara proporsional diperoleh dalam pengetahuan bahasa. Sebagai tambahan, struktur konseptual, merupakan hasil dari pengetahuan subjektif matematika.
    Salah satu ciri pengetahuan matematika adalah bertingkat dan hirarki, khususnya antara istilah-istilah dan konsep-konsep. Ini adalah suatu sifat logis dari pengetahuan matematika baik dalam eksposisi pengetahuan objektif matematika dan akan diklaim disini dalam pengetahuan subjektif matematika. Kita mempertimbangkan pertama hirarki dari pengetahuan objektif matematika.
    Diakui bahwa konsep-konsep dan istilah-istilah dalam sains dan matematika dibagi menjadi definisi dan dianggap primitif dan tak terdefinisi dalam setiap teori (lihat, contoh, Popper 1979, Hempel 1966, Barkev 1964). Istilah didefinisi didefinikan dengan menggunakan istilah lain. Akhirnya setelah sejumlah berhinggga dari jaringan definisi, maka rantai definisi dapat dikeroscek ke istilah primitif, atau definisi akan didasarkan pada definisi sebelumnya dan tinggalkan untuk suatu kemunduran tak hingga. Berdasarkan pembagian istilah kedalam  primitif dan definisi, secara sederhana  definisi induksi dari tingkat setiap istilah dalam suatu struktur hirarki dapat diberikan. Asumsikan bahwa setiap konsep dinamakan dengan istilah, ini memberikan suatu hirarki dari istilah dan konsep.Misalkan istilah pada tingkat 1 adalah  istilah primitif dari segi teori. Asumsikan bahwa istilah pada tingkat ke n terdefinisi, kita definisikan istilah untuk  tingkat ke n+1 menjadi sesuatu yang mencakup istilah pada tingkat ke n, tetapi tidak untuk setiap tingkat tertinggi (walaupun tingkat terendah dapat dimasukkan). Definisi ini jelas menandai bahwa setiap istilah dari teori objektif matematika untuk suatu tingkat dan
    karenanya menentukan suatu hirarki dari istilah-istilah dan konsep-konsep (relatif untuk teori yang diberikan).
    Dalam domain pengetahuan subjektif kita dapat paling tidak secara teori membagi konsep-konsep dengan cara yang sama, kedalam pengamatan konsep utama, dan konsep abstraks yang didefinisikan dalam istilah konsep-konsep lain. Diberikan pembagian suatu struktur hirarki dapat dikenakan pada istilah dan konsep dari suatu teori matematika subjektif seperti di atas. Memang Skemp (1971) menawarkan suatu analisis semacam ini.Dia mengambil istilah dan mendefinisikan konsep primer dan konsep sekunder secara berurutan. Pengajuannya didasarkan pada analisis logika dari konsep alamiah dan hubungannya. Dengan demiian gagasan dari hirarki secara konseptual dapat dimanfaatkan dalam teori filsafat dari pengetahuan subjektif dengan mengenalkan dugaan empiris mengenai sifat konsep.
    Untuk mengilustrasikan hirarki pengetahuan subjektif matematika perhatikan contoh berikut, yang memberkan contih sifat linguistik. Pada tingkat terendah dari hirarki adalah istilah dasar denga aplikasi empirislangsung seperti : ‘garis’, ‘segitiga’, ‘kubus’, ‘satu’ dan ‘sembilan’. Pada tingkat tertinggi istilah-istilah ini didefinisikan dengan memilih di tingkat rendahnya, seperti ‘bidang’, ‘bilangan’, ‘penjumlahan’ dan ‘koleksi’. Masih pada tingkat tertinggi, terdapat banyak konsepkonsep abstraks seperti : ‘fungsi’, ‘himpunan’, ‘sistem bilangan’, didasarkan pada tingkat terendah dan seagainya. Pada cara ini,konsepkonsepmatematika ditetapkan kedalam  suatu hirarki dari berbagai tingkat. Konsep-konsep pada tingkat selanjutnya didefinisikan didefinisikan secara implisif atau eksplisit dalam istilah-istilah dan dari tingkat yang lebih rendah.. Definisi implisit dapat diberikan sebagai bentuk berikut : bilangan terdiri dari ‘satu’, ‘dua’, ‘ tiga’ dan objek-objek lain dengan sifat yang sama. ‘Bidang’ berlaku untuk lingkaran, persegi ,segitiga dan objek-objek lain yang serupa. Dengan demikian konsep baru didefinisikan dalam istilah sifat implisif dari serangkaian himpunan berhingga yang keanggotaannya tercakup secara implisif (termasuk secara elsplisif, terhadap konsep baru) selanjutnya  serangkaian sifat-sifat.
    Tidak bermaksud mengklaim bahwa terdapat suatu keunikan pendefinian konsep-konsep hirarki dalam pengetahuan objektif atau subjektif matematika. Juga tidak diklaim bahwa suatu individu akan memiliki suatu hirarki secara konseptual. Perbedaan individual dapat membangun perbedaan hirarki untuk dirinya trgantung pada situasi yang unik, sejarah belajar dan konteks belajar. Kita melihat dalam bagian sebelumnya bahwa perbedaan penggunaan istilah yang sama dalam cra yang bersesuaian untuk penggunaan aturan sosial tidak berarti bahwa menyatakan istilah konsep atau makna identik (pertanyaan seperti tidak dapat diterima, kecuali negatifnya). Dengan cara yang sama, kesesuaian tersebut tidak berarti behawa struktur konseptual individu isomorfik dengan koneksi yang sesuai.  Semua yang dapat di klaim adalah pengetahuan konseptual subjektif matematika individu yang disusun secara hirarki.
    Terkesan bahwa generasi suatu hirarki dari konsep abstrak yang bertambah merefleksikan suatu kecenderungan khusus dalam asal-usul pengetahuan matematika manusia. Untuk menggeneralisasi dan mengabstraksi  memiliki sifat struktur dari pengetahuan sebelumnya dalam pembentukan konsep dan pengetahuan baru .Kita menduga keberadaan mekanisme demikian untuk menjelaskan asal-usul dari konsep-konsep abstrak dan pengtahuan. (seperti yang ditulis diatas).  Pada setiap tingkat berikutnya  dari konsep secara hirarki yang diganbarkan, kita melihat hasil dari proses. Pemunculan konsep baru yang didefinisikan secara implisif dalam istilah suatu himpunan hingga dari istilah atau konsep  tingkat rendah.
    Abstraksi ini merupakan proses vertikal yang kontras dengan generasi pengetahuan matematika jenis kedua : penghalusan, elaborasi atau kombinasi dari pengetahuan yang ada, tampa harus berpindah ke tingkat abstraksi tertinggi. Dengan demikian asal-usul  pengetahuan matematika dan ide-ide matematiks dalam pemikian individu diduga melibatkan proses vertikal dan horizontal, relatif terhadap hirarki konsep individu.  Arah ini analog dengan  keterlibatan secara induktif dan deduktif. Kita diskusikan kedua macam pengetahuan generasi  dengan memulai menjelaskan secara vertikal.
    Sebelum melanjutkan dengan mekanisme eksposisi yang mendukung asal-usul pengetahuan matematika, sebuah catatan secara metodelogi diperlukan. Perlu dicatat bahwa konsentrasi dugaan bentuk vertikal dan horizontal melalui asal usul pengetahuan subjektif matematika tidak esensil untuk kontruksivisme sosial. Itu mempunyai argumen bahwa beberapa mekanisme (mental) perlu untuk menghitung generasi pengetahuan abstraks dari pengalaman khusus dan konkrit. Ini adalah pusat untuk konstuktivisme sosial. Tetapi filsafat matematika tidak perlu untuk menganalisis mekanisme selanutnya, atau untuk menduga sifat-sifat. Dengan demikian lawan dari eksplorasi berikut tidak perlu mekanisma yang berujung pada penolakan kontruktivisme sosial filsafat matematika.
    Proses vertikal dari generasi pengetahuan subjektif melibatkan generalisasi, abstraksi dan reifikasi, dan termasuk pembentukan konsep. Ciri khas proses ini melibatkan transformasi sifat-sifat, kontruktivisme, atau koleksi konstruktivisme menjadi objek-objek. Selanjutnya, untuk contoh, kita dapat mengkonstruksi secara rasional kreasi dari konsep bilangan, dimulai dengan ordinat, untuk ilustrasi proses ini.Bilangan ordinal ‘5’, dikaitkan dengan suku kelima dari barisan bilangan, dengan artian 5 objek. Hal ini diabstraksikan dari urutan khusus penghitungan, dan digeneralisasikan dengan  ‘5’ dipakai  sebagai suatu sifat untuk menunjukkan 5 objek. Sifat ‘5’ (dipakai pada himpunan) direifikasi menjadi objek ‘5 ‘, adalah suatu benda, nama dari benda itu sendiri. Kemudian, koleksi dari bilangan sedemikian direifikasi kedalam himpunan ‘bilangan’. Selanjutnya kita melihat bagaimana suatu bagian dapat dikonstruksi dari operasi konkrit (menggunakan bilangan ordinal 5), melalui proses abstraksi dan reifikasi yang akhirnya (melalui bilangan kardinal 5) menjadi konsep abstrak blangan 5. Uraian ini tidak ditawarkan sebagai hipotesis psikologi, tetapi sebagai konstruksi ulang secara teori dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika dengan abstraksi.
    Apa yang diusulkan adalah bahwa dengan proses abstraksi vertikal atau pembentukan  konsep, suatu koleksi dari objek-objek atau konstruksi terbawah, tingkat yang telah ada sebelumnya dari hirarki konsep personal menjadi direifikasikan ke dalam suatu konsep serupa-objek , atau istilah serupa-benda. Skemp mengacu pada detachability ini, atau kemampuan untuk mengisolasi konsep dari setiap contoh yang memberikanpeningkatan kepada mereka (Skemp 1971, hal 28) sebagai suatu bagian esensial dari proses abstraksi dalam penbentukan konsep. Sehingga konsep terbaru yang didefinisikan menggunakan konsep-konsep tingkat terendah yang memenuhi sifat-sifat abstraks. Tetapi memiliki generalisasi. Jauh sebelum mereka. Istilah reifikasi digunakan karena konsep yang baru terbentuk memperoleh integritas dan sifat-sifat primitif dari objek matematiks, yang berarti bahwa dapat diberlakukan sebagai suatu kesatuan dan ditahap berikutnya dapat juga berbentuk abstraks dalam suatu proses iterasi.
    Peningkatan kompleksitas dari pengtahuan subjektif matematika dapat juga ditandai dengan proses horizontal proses dan sifat elaborasi dan klarifikasi. Proses horizontal dari pembentukan objek dalam matematika didiskripkan oleh Lakatos (1976), dalam rekonstruksinya terhadap evolusi rumus Euler dan justifikasinya. Yaitu, pembentukan ulang (dan penekanan) dari konsep matematika atau definisi sampai mencapai konsisten dan meleakat dalam hubungannya dengan konteks yang lebih luas. Ini adalah proses esensial dari elaborasi dan penghalusan,  berbeda dengan proses vertikal yang berada disamping ’objektifikasi’ dan’reifikasi’.
    Sejauh ini, uraian yang diberikan berkisar pada genesis dan struktur konseptual dan bagian terminologi subjektif matematika. Terdapat juga asal-usul proposisi, hubungan dan  dugaan pengetahuan subjektif matematika untuk menjadi pertimbangan. Tetapi hal ini dapat diakomodasikan secara analogis. Kita baru saja membahas bagaimana dasar-dasar kebenaan matematika dan logika yang diperoleh selama belajar bahasa matematika. Sebagai konsep baru yang dikembangkan oleh individu-individu, mengikuti pola hirarki yang digambarkan diatas, difinisi, proposisi dan  hubungan yang mendukung proposisimatematika baru yang harus diperolehnya untuk izim menggunakannya. Materi-materi baru dari pengetahuan proposisi dikembangkanoleh dua mode genesis t digambarkan diatas, yaitu secara informal proses induktif dan deduktif. Pengintuian menjadi nama yang diberikan  untuk memfasilitasi perasaan (yaitu penolakan dengan kepercayaan) sehingga proposisi  dan hubungan antara konsep matematika pada pengertian dasar dan sifat-sifat, yang utama menghasilkan keabsahan untuk justifikasi mereka. Keseluruhan , kita melihat, oelh karena itu, bahwa  bentuk umum dari perhitungan asal-usul konsep matematika juga dibangun untuk pengetahuan proposisi matematika. Yaitu sebagai pegangan analogi proses induktif dan deduktif, sekalipun hanya secara informal, untuk memperhitungkan asal-usul ini.
    Pada kesimpulannya, sesi ini berhadapan dengan asal-usulkonsep dan proposisi pengetahuan subjektif matematika. Perhitungan yang diberikan dari asal-usul ini melibatkan empat klaim. Pertama, konsep dari proposisi matematika mengorganisasikan dan telah berakar dalam bahasa alami ini, dan dijelaskan (dibangun) sepanjang sisi kompetensi linguistik, Kedua, merea dapat dibagi menjadi primitif dan konsep turunan dan proposisi. Konsep dapat dibagi menjadi observasi dasar dan pengalaman sensori langsung, dan juga definisi secara linguistik  dengan arti istilahistilah dan konsep-konsep lain., atau bentuk pengabstrakan mereka. Demikian juga, proposisi terdiri dari perolehan secara linguistik dan diturunkan dari keberadaan awal proppsisi matematika, walaupun pembedaan ini tidak diklaim untuk jelas dipotong. Ketiga, pembagian konsep, digabungkan dengan urutan definisi mereka, hasil dalam suatu  dan pribadi) struktur hirarki subjektif konsep-konsep (dengan mana proposisi diasosiasikan menurut kosep orang banyak). Keempat, asal usul proses horizontal konsep dan turunan proposisi, yang mana menambil bentuk alasan induktif dan deduktif.
    Klaim ini meliputi perhitungan konstruktivisme sosial dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika. Bagaimanapun, dalam penyediaan perhitungan, contoh-contoh yang diberikan, khususnya berkonsentrasi pada klain ke3 dan ke4, yang harus mempunyai status penolakan secara empiris. Hirarki alami dari pengetahuan subjektif matematika dapat diterima tampa penolakan secara empiris. Demikian juga, eksistensi proses horizontal dari penghalusan konsep subjektif atau deduktif proporsional dengan analogis Lakatos  bahwa logika penemuan matematika dapat diterima secara prinsip.Ini meninggalkan proses vertikal dari abtraksi, reifikasi atau induksi untuk meliputi tampa asumsi pertumbuhan empiris. Tetapi beberapa prosedur perlu, jika pengetahuan subjektif dikonstruksikan oleh individu pada dasar penurunan konsep primitif dari rasa impresi dan intraksi, atau dasar proposisi matematika ditempelkan dalam pengguaan bahasa, sperti yang telah diasumsikan. Jelas bahwa pengetahuan abstrks yang relatif harus dikonstruksikan dari pengetahuan matematika yang relatif. Karenanya, sebagai proses horizontal, keberadaan proses vertikal ini diperlukan dalam secaraprinsip, tanpa tergantung dengan  kenyataan bahwa beberapa detail yang termasuk dalam peritungan kemungkinan yang dikonstruksikan sebagai penolakan secara empiris. Untuk alasan detail dikarakteristikan sebagai tidak esensial untuk dugaan pokok dari konstruktivisme sosial.
    C.Kepercayaan subjektif dalam Eksistensi Objek Matematika.
    Uraian yang diberikan di atas dari perkembangan pengetahuan individual dunia eksternal adalah suatu konstruksi bebas dari subjek individu dengan batasan dunia fisik dan sosial. Individu secara langsung mengalami dunianya  dan peta dugaan dari dunia ini dikukuhkan sebagai sesuatu yang layak atau didemonstrasikan tidak memadai berdasarkan pada respon terhadap aksi mereka. Konsekwensi dari hal ini bahwa individu membangun personal representasi dari dunia ini, yang unik dan istimewa untuk individu itu, tetapi konsekwensi yang cocok yang diterima secara sosial. Sehingga kecocokan itu menjadi kendala eksternal yang mana semua individu mengakomodasi (lebih atau kurang), dan khususnya kendala variabel negosiasi dari pengertian dan tujuan dalam hubungan sosial. Dengan demikian, menurut uraian ini, individu membangun pengetahuan subjektif yang dimiliki dan konsep eksternal dan dunia sosial sebaik matematika, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan secara sosial.
    Pengkonstruksian dunia sendiri ini menyatakan secara jelas individu yang telah membuatnya sendiri, baik secara fisik atau sosial.Karena mekanisma yang sama berada disamping konstruksi matematika sebagai representasi lain. Tidak begitu mengherankan bahwa hal ini memiliki ukuran eksisensi independen.  Untuk objek matematika mempunyai objektivitas, dalam hal ini mereka diharapkan mengkonstruksi secara sosial. Pengkonstruksian konsep secara sosial yang lain, telah dikenal mempunyai pengaruh kuat atas kehidupan kita, seperti ‘uang’, ‘waktu’ (jam), ‘kutub utara’, ‘khatulistiwa’, ‘Inggris’, ‘gender’, ‘keadilan’, ‘kebenaran’. Setiap hal disini tidak diragukan lagi adalah konstruksi sosial. Namun setiap konsep disini mempunyai  dampak  sebanyak  keberadaan konsep secara konkrit.
    Perhatikan ‘uang’. Hal ini merepresentasikan suatu pengorganisasian konsep dalam kehidupan dunia modern  dari dunia besar, dan lebih panjang dari keberadan yang tidak dapat disangkal. Namun jelas adalah simbolbuatan manusia yang konvensional, nilai secara kuantitas, dibandingkan dengan aspek dunia fisik. Mari kita menjelajahi uang lebih lanjut.. Apa yang menjadikan uang itu eksis? Terdapat dua pandangan secara ontologi yang menjadi dasar status. Pertama, penerimaan sosial, yang memberikan objektivitas. Kedua,direpresentasikan dengan tanda, yang berarti tidak mempunyai representasi yang nyata.
    Sekarang perhatikan analogi dengan objek matematika. Disini terdapat objektivitas, menjadi penerimaan secara sosial.. Sebagai tambahan, konsep primitif matematika, seperti ‘persegi’ dan ‘7’, mempunyai contoh konkrit  persepsi kita dari dunia fisik. Jadi sejauh ini analoginya adalah baik. Konsep matematika yang didefinisikan tidak sesuai sebaik analogi analogi, untuk itu mereka hanya bisa  mempunya konsep aplikasi tidak langsung, melalui perubahan definisi. Supaya terdapat analogi antara objek-objek abstrak matematika dan aplikasi yang diabstrakkan dari uang (angggaran, peramalan keuangan, dll), ini meregangkan begitu jauh. Apa yang dapat dikatakan adalah analogi antara uang dan objek matematika mendorong beberapa hal yang masuk akal untuk kepercayaan subjektif pada objek matematika terdahulu. Keduanya ialah konstruksi sosial objektif dan memiliki manifestasi konkrit.
    Tentunya matematika mempunyai suatu corak lanjut yang mendukung kepercayaan ini. Ini adalah hubungan yang perlu diantara objek-objek, hubungan logis yang kuat dalam sistem deduktif. Kebutuhan logis melekat pada objek matematika melalui hubungan pendifinisian, hubungan inter dan hubungan dengan pengetahuan matematika. Ini mendorong perlunya objek matematika (suatu  corak yang kekurangan uang).
    Secara singkat, argumennya ini. Jika suatu pengetahuan individu dari dunia nyata, termasukkomponen-komponen konvensionalnya adalah konstruksi mental yang dikontruksi dengan penerimaan sosial, maka kepercayaan dalam konstruksi seperti ini jelas sama kuatnya seperti kepercayaan dalam sesuatu. Pengetahuan subjektif matematika dan penenalan dengan konsepnya  dan objekobjek juga suatu konstruksi mental. Tetapi seperti penentuan konstruksi sosial, mempunyai pemunculan objek eksternal dari penerimaan sosialnya. Objek matematika juga mempunyai (i) contoh konkrit secara langsung (untuk konsep matmatika primitif) atau tidak langsung (untuk konsep matematika yang didefinisikan); dan (ii). Keperluan logika, melalui dasar-dasar logika dan struktur deduktif. Sifatsifat ini  memberikan kenaikan kepercayaan dalam keberadaan objektif matematika dan objek-objeknya.
    Secara tradisional,pengetahuan dapat dibagi menjadi real dan ideal. Bersama-sama menerima realita dunia eksternal dan pengetahuan seintifik kita (realitas seintifik). Juga bersama-sama eksistensi ideal dari (objektif) matematika dan objek matematika (idealisma atau platonisma) Dikotomi ini  menempatkan objek fisik dan sains dalam suatu realitas (Dunia Propper 1) dan objek matematika dalam lainnya (pengetahuan subjektif dalam dunia 2, pengetahuan objektif dalam dunia 3).  Dengan demikian ini menempatkan objek matematika dan fisik dalam kategori yang berbeda.. Dugaan konstruksivisme sosial adalah kita tidak mempunyai akses langsung untuk dunia 1., dan objek fisik dan sains hanya diterima bila direpresentasikan dengan mengkonstruksi dunia 3 (konsep objektif) atau dalam dunia 2 (konsep subjektif). Selanjutnya pengetahuan fisik dan objek matematika mempunyai status yang sama, bertentangan dengan sifat tradisional. Perbedaan hanya berada dalam kendala fisik alami secara realitas memaksa konsep sains, melalui arti verifikasi diadopsikan untuk dua tipe pengetahuan (sains dan matematika). Dengan cara yang sama, termasuk dasar sosial dalam objektif kedua tipe pengetahuan, uraian untuk kepercayaan subjektif keberadaan objek matematika (hampir) serupa untuk objek fisika secara teoritis. .
    3. Hubungan Pengetahuan Objektif dan Subjektif Matematika
    Hubungan dianatara pengetahuan objektif dan subjektif matematika adalah sentral untuk konstruktivisme sosial  filsafat matematika. Menurut filsafat ini, adalah saling bergantungan, melayani untuk kreasi masingmasingnya.. Pertama, pengetahuan matematika objektif dikonstruksi ulang sebagai pengetahuan subjektif oleh individu, melalui interaksi dengan guru dan orang lainnya, dan dengan  interpretasi teks  dan sumber lain yang membosankan.  Seperti ditekankan, interaksi dengan orang lain (dan lingkungan), khususnya melalui umpan balik negatif, menyediakan arti perkembangan yang sesuai antara pengetahuan subjektif matematika individu dan penerimaan sosial matematika objektif. Istilah rekontruksi digunakan untuk representasi pengetahuan subjektif matematika. Sebagaimana dikatakan pengetahuan subjektif yang ‘sesuai’, untuk suatu kecenderungan yang lebih besar atau kecil, secara pengetahuan sosial matematika diterima (dalam satu atau lebih manifestasi).
    Kedua, pengetahuan subjektif matematika mempunyai dampak pada pengetahuan objektif dalam dua cara. Rutenya melalui kreasi matematika secara individu menjadi suatu pengetahuan matematika subjektif melalui penjelasan  kreasi survival (termasuk pengulangan keberadaan matematika awal) ditambahkan ke badan pengetahuan matematika objektif. Representasi ini juga merupakan cara dalam keberadan teori matematika yang dibentuk ulang. Relasi-inter atau kesatuan.  Kemudian ini termasuk kreasi yang tidak hanya di sisi pengetahuan matematika, tetapi juga melalui bodi pengetahuan matematika.  Cara ini yang pengetahuan subjektif matematika secara eksplisit mengkontribusi kreasi pengetahuan objektif matematika. Oleh karena itu, terdapat juga suatu jangkauan yang lebih jauh tetapi cara implisifyang mana dalam pengetahuan subjektif matematika mengkontribusi ke pengetahuan objektif matematika.
    Kontruktivisme sosial adalah pengetahuan objektif matematika yang sosial, dan tidak termuat dalam teks atau materi lain yang tercatat, tidak dalam beberapa realistas ideal. Pengetahuan objektif matematika berada dalam naungan aturan, konvensi, pengertian, dan arti dari anggota masysrakat sosial, dan dalam interaksi mereka (dan konsekwensi, institusi sosial). Pengetahuan objektif matematika yang dikreasikan secara kontinu dan diperbaharui  oleh pertumbuhan pengetahuan subjektif matematika dalam artian individu yang tak terbilang. Penjelasan ini membagi pengetahuan objektif., melalui representasi sosial, aturan dan konvensi bahasa dan interaksi manusia yang ditetapkan. Ini saling mengobservasi aturan dalam legitimasi formasi tertentu dari matematika  seperti penerimaan pengetahuan matematika objektif. Selanjutnya pengetahuan objektif matematikabertahan melalui  suatu pertahanan kelompok sosial dan reproduksi dirinya. Melaui pengetahuan subjektif matematika, termasuk pengetahuan arti yang diatributkan dengan simbol dalam teks matematika yang dipublikasikan, pengetahuan objektif matematika melewati dari satu generasi untuk selanjutnya.
    Proses transmisi ini tidak  menguraikan asal-usul pengetahuan matematika. Ini berati dengan kedua justifikasi aturan  untuk pengetahuan matematika, dan  menjamin keabsahan justifikasi pengetahuan matematika yang dipertahankan. Kitcher (1984) mengklaim bahwa landasanjustifikasi pengetahuan matematika dilewati dengan cara ini, dari satu generasi ahli matematika untuk yang akan datang, permulaan dengan pengetahuan yang diabsahkan.
    Suatu rekontruksi rasional sejarah matematika untuk keabsahan pengetahuan matematika, uraian Kitcher mempunyai beberapa hal yang masuk akal.. Seperti Kitcher, konstruktivisme sosial melihat komunitas sosial primer yang menerima penganugerahan objektif pada pengetahuan matematika. Oleh karena itu, tidak seperti Kitcher,  konstruktivisme sosial melihat melihat sosial sebagai pertahanan rasional justifikasi yang penuh untuk pengetahuan objektif matematika tanpa perlu dorongan sejarah untuk justifikasi. Menurut konstruktivisme sosial , komunitas sosial yang menopang matematika bertahan dengan lancar sepanjang sejarah, dengan segala fungsinya, seperti halnya orgamisme biologis dengan selamat dari kematian dan pergantian sel-selnya. Fungsi-fungsi ini mencakup semua yang diperlukan untuk menjamin pengetahuan matematika.
    Harus dibuat jelas bahwa klaim pengetahuan objektif matematika yang ditopang oleh anggota pengetahuan subjektif dan masyarakat mengkibatkan penurunan objektif ke subjektif.. Pengetahuan objektif matematika tergantung pada institusi sosial, termasuk penetapan ‘bentukbentuk kehidupan’ dan pola-pola interaksi sosial.  Halini dipertahankan, diakui oleh pengetahuan subjektif dan pola prilaku individu sebagai bahasa fenomena sosial. Tetapi ini tidak lebih mengakibatkan penurunan dari objektif ke subjektif., dari pada materi-materi yang mengakibatkan dapat diturunkan ke  dan diterangkan dalam bentuk fisik. Jumlah dari semua pengetauan subjektif bukan pengetahuan objektif.  Pengetahuan subjektif adalah esensipribadi, dimana pengetahuan objektifnya adalah masyarakat dan sosial. Selanjtnya pengulangan kreasi secara kontinu tidak diturunkan untuk pengetahuan subjektif.
    Melalui pengalaman, imajinasi dari semua institusi sosial dan interaksi pribadi  ditiadakan. Meskipun hal ini akan meninggalkan pengetahuan subjektif, itu akan menghancurkan pengetahuan objektif. Tidak harus cepat, tetapi pasti dengan waktu tertentu.Karena tampa interaksi sosial tidak akan ada  perolehan bahasa alami, dalam mana matematika bersandar. Tampa interaksi dan negisiasi maknauntuk memastikan kesesuaian yang berkelanjutan,pengetahuan subjektif individu akan mlai berkembang secara idiosyncratik, tumbuh terpisah tidak dicek. Pengetahuanobjektif matematika  dan semua pengetahuan implisit  yang menjaganya, seperti aturan justifikasi,  akan berhenti untuk dilewati. Secara alami tidak akan ada matematika baru  yang dapatditerima secara sosial. Dengan demikian kematian sosisal akan berarti kematian  matematika objektif, terlepas dari pertahanan pengetahuan subjektif.
    Sebaliknya juga berlaku benar. Jika melalui pengalaman yang lain kita mengimajinasi semua pengetahuan subjektif matematika yang ditiadakan, maka pengetahuan objektif juga ditiadakan.  Tidak akan dapat legitimasi individu menyetujui setiap representasi secara simbolik seperti penerimaan matematika, karena kehilangan dasar penerimaan tersebut. Oleh karena itu tidak ada penerimaan matematika oleh kelompok sosial. Hal ini membentuk hubungan yang sebaliknya, yaitu bahwa pengalaman pengetahuan subjektif perlu untuk pengetahuan objektif matematika.
    Tentunya sukar untuk mengikuti semua konsekwensi pengalaman kedua, karena tidak mungkin memisahkan memisahkan pengetauan subjektif individu dari bahasa dan matematika. Pengetahuan bahasa sangat tergantung alat-alat konseptual untuk pengklasifikaian, kategorisasi dan kuantitas pengalaman kita dan untuk membingkai ucapan-ucapan logis. Tetapi menurut konstruktivisme sosial ini merupakan bentuk dasar untuk pengetahuan matematika. Jika kita menghapus ini dari pengetauan sujektif dalam penglaman pikiran, maka hampir semua  pengetahuan tentang bahasa  dan hirirki konseptual, akan runtuh. Jika kita meninggalkan pengetahuan informal dan hanya memperdebatkan pengetauan matematika eksplisit (yang dipelajari sebagai matematika dan bukan sebagai bahasa) maka pengetahuan subjektif matematika  dapat diangun kembali, untuk itu kita akan meningglakannya secara utuh.
    Singkatnya, dugaan konstruktivisme sosial adalah pengetahuan matematika objektif yang ada di dalam  dan melaui dunia sosial tindakan manusia, interaksi dan  peraturan, didukung oleh pengetauan subjektif matematika secara  individu (bahasa dan kehidupan sosial), yang perlu pengulangan kreasi konstan. Jadi pengetahuna subjektif kreasi ulang pengetahuan objektif , tampa yang terakhir mereduksi yang pertma. Pandangan pengetahuan ini didukung oleh sejumlah penulis. Paul Cobb, mengargumenkan suatu perpektif kontruktivisme ridikal yaitu :
    “Pandangan bahwa budaya pada umumnya dan matematika pada khususnya dapat diambil sebagai landasan yang kuat memalui analisis pembelajaran dan pengajaran yang dipertanyakan. Sebaliknya dikatakan bahwa pengetauan budaya (termasuk matematika) secara kontinuitas dikreasi ulang melaui tindakan koordinasi dari anggota suatu komunitas.”
    Paulo Freire mengelaborasi suatu epistemologi dan pilsafat pendidikan yang menempatkan kesadaran individu, dalam konteks sosial, di jantung pengetahuan objektif. Dia mengenali kestuan yang tidak terbantahkan antara  subjektf dan objektif dalam tindakan pengetahuan. (freire, 1972b, halaman 31) Freiere berargumen  yaitu yang telah kita lakukan  bahawa pengetahuan objektif secara kontiniutas dikrasi dan kreasi ulang seperti manusia mereflieksikan dan melakukan tindakan di dunia.
    Penerimaan secara epistomologi (lihat, sebagai contoh, Sheffers, 1965) dapat diinterpretasikan perolehan pengetahuan objektif secara logika dalam engetahuan subjektif. Pandangan inimendifinisikan pengetahuan (tidak lebih sempit daripada yang telah digunakan diatas) sebagai justifikasi kepercayaan yang benar. Kepercayaan termasuk apa yang telah disebut sebagai pengetauan sujektif, dalam bab ini. Dalam matematika, justifikasi kepercayaan yang benar dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan yang memerlukan pembenaran untuk menerimanya (disingkat bukti). Menurut filsafat konstrutivisme sosial, ketika pernyataan matematika diterima secara sosial , atas dasar pembenaran mereka, dan selanjutnya merupakan pengetahuan objektif matematika. Dengan demikian, dalam istilah di bab ini, pengetahuan adalah kepercayaan yang benar yang dibenarkan diterjemahkan menjadi pengetahuan objektif matematika adalah pengetahuan subjektik yang diterima secara sosial, yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan linguistik. Menurut terjemahan ini, pengetahuan objektif matematika bergantung secara logika pada pengetahuan subjektif, karena urutan definisi.
    Gambar 4.1 Keterkaitan antara Pengetahuan Objektif dan Subjektif Matematika
    Pandangan konstruktivisme sosial dari matematika menempatkan pengetahuan subjektif  dan objektif dalam posisi  mendukung dan bergantung.Pengetahuan subjektif akan mengarah pada kreasi pengetahuan matematika, melalui media interaksi sosial dan penerimaan. Hal ini juga mendukung dan mengkreasi ulang pengetahuan matematika, yang mana didasarkan pada pengetahuan subjektif dari individu-individu. Representasi dari pengetahuan objektif adalah suatu yang memungkinkan  asal-usul dan kreasi kembali pengetahuan subjektif. Jadi kita mempunyai siklus kreatif , pengetahuan subjektif mengkreasikan pengetahuan objektif, yang pada gilirannya  mengarah padakreasi ulang pengetahuan subjektif. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara dunia pribadi pengetahuan subjektif dan dunia sosial pengetahuan objektif yang masing-masing mempertahankan kreasi ulang yang lain.. masing-masing harus secara umum merepresentasikan tujuan ini. Kemudian terdapat suatu interaksi sosial dalam proses negosiasi yang mengarah pada pembentukan ulang pengetahuan dan penggabungannya kedalam realitas lain sebagai pengetahuan baru.
    Tentu terdapat kendala yang berarti di jaringan yang melaluisiklus kreatif ini.  Terdapat dunia fisik dan sosial, dan khususnya aturan linguistik dan aturan lain yang diujudkan dalam bentuk kehidupan sosial.
    4.                  Kritik Konstruktivisme Sosial
    Konstruktivisme sosial memandang ada 3 dasar filsafat matematika: (1)quasi empirisme, (2) konvensionalisme, (3) konstruktivisme radikal. Pandangan tersebut mendapat kritikan:
    Pertama, ada masalah dalam menguraikan syarat-syarat logika matematika dari sudut pandang perspektif konvensionalisme social.
    Kedua, ada kritik yangdapat diarahkan pada sintesis baru yang disediakan oleh konstruktivisme sosial. Kritik yang lebih tajam adalah terjadi inkonsistensi antara teori-teori konvensionalisme dengan konstruktivisme radikal.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan