• Posted by : Chachacino Sabtu, 31 Desember 2016



    MANUSIA & AKU
    Oleh : Annisa Nino Rahman

    Banyak hal di muka bumi ini yang tak dapat diterka, begitu hal nya dengan seorang manusia. Manusia yang diciptakan di kehidupan ini memang banyak ragamnya.  Lalu Siapakah manusia? Apabila kita memandang manusia secara retrospektif kekayaan-kekayaan yang khas bagi semua orang, terutama pengetahuan, afektivitas, kebebasan dan spiritualitas jiwa, maka manusia tampak sebagai “makhluk paradoksal”. Begitulah Louis Leahy memaparkan penjabaran tentang manusia. Mengapa demikian? Pada hakikatnya, manusia berkutub ganda, sebagai roh dalam materi juga roh dan badan. Maksud dari roh ini, manusia melebihi ruang dan waktu, serta hadir bagi dirinya sendiri sehingga mampu untuk memusatkan dirinya pada alam semesta serta hukum-hukumnya dan menyatukannya dengan dirinya sendiri. Sedangkan maksud roh dan badan ialah “ada saja”. Kombinasi janggal inilah yang menghasilkan dalam dirinya ketegangan-ketegangan serta menerangkan apa yang disebut paradoks-paradoks prribadi manusia. Paradoks yang pertama bahwa manusia itu tunduk kepada semua hukum materi yang ada. Manusia berada dalam ruang dan waktu, serta telah diindividualisasikan. Meskipun ia merupakan suatu keseluruhan yang dipercatukan, akan tetapi kesatuannya itu tidaklah sempurna, karena manusia mengandung unsur-unsur yang sering berpegangan satu sama lain, yang biasanya kita sebut dengan “makhluk sosial”
    Kemudian paradoks yang kedua adalah pernyataan bahwa manusia bersifat subsisten dan terbuka. Subsisten maksudnya bahwa semua dinamisme yang menstruktur dan membuatnya bereksistensi pertama-tama dalam dan untuk dirinya sendiri. Artinya dalam hal itu tiap orang adalah dirinya sendiri, dan bukan lain daripada dirinya juga ia tidak dapat menjadi makhluk lain. Dalam alam makhluk-makhluk, manusia sendiri merupakan semacam “kerajaan” yang memerinta dirinya sendiri. Tiap tiap individu merupakan suatu misteri yang tak terungkapkan dalam intipati pokoknya. Di lain pihak, manusia terbuka ke dua arah yang berbeda, yakni secara vertikal dan horizontal. Makna dari secara vertikal ini bahwa manusia terbuka terhadap Allah dari mana ia menerima segala eksistensinya setiap saat. Hal tersebut disebabkan karena manusia tetap tinggal wadah dari kegiatan kreatif Sumber Terakhir dari segala sesuatu. Sedangkan secara Horizontal, ia terbuka terhadap pribadi-pribadi lainnya, sebab seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Manusia merupakan suatu individu di tengah-tengah suatu spesies yang turut mengambil bagian dalam kodrat manusia yang sama pada semua orang.
    Paradoks yang ketiga, manusia itu bereksistensi namun eksistensinya perlu dikembangkan dengan baik. Sebagai substansi yang bereksistens dalam, untuk dan oleh dirinya sendiri, juga sebagai prinsip kegiatan-kegiatan tetap yang bersifat jasmani, inderawi dan intelektual. Maka bukanlah sesuatu yang tak dapat berubah, karena sesuatu telah lengkap sejak semula. Dalam jawaban dari pertanyaan “siapakah manusia?” ini tidak akan mengungkit persoalan pertumbuhan jasmani juga psikologis manusia atau perkembangan. Karena boleh dikatakan hal itu sudah dianugerahkan kepada setiap individu dari setia spesises sejak permulaan. Yaa, sekurang-kurangnya secara potensial dalam lingkungan dimana ia lahir dan berkembang. Yang hendak disinggung dalam hal ini adalah ikeputusan-keputusan serta perbuatan-perbuatan yang bebas yang tak seorang pun dapat memaksakan kepada orang lain, yang bahkan mampu dihormati oleh Allah ke arah Diri-Nya sendiri dengan memberikan manusia sebuah intelegensi dan suara hati yang terbuka terhadap-Nya. Cara manusia dalam menyerahkan dirinya pada Allah menjadi daya tarik-Nya, hal itu akan menentukan arti hidup tiap individu tersebut, serta mampu memberi nilai dan warna kepada eksistensi manusia.tiada tugas yang lebih penting di muka bumi ini kecuali kegiatan bebas yang memperbolehkan manusia untuk merealisir dirinya sendiri secara positif maupun negatif, berdasrkan kesetiannya atau tidak pada nilai-nilai moral. Dengan demikian manusia senantiasa adalah campuran sebuah seruan dan sebuah jawaban. Manusia tidak dapat menjawab, namun ia bisa memilih jawabannya. Rangkulan kuat dari seruan dan jawaban itu merupakan seluruh drama kehidupan dan panggilan manusia.
    Manusia hadir di muka bumi ini tentulah berasal, oleh karena itu selanjutnyan essay ini akan mengulik seputar hal yang berkaitan dengan darimanakah manusia? Tentulah kita sama-sama pernah belajar tentang hal ini, jika dikaitkan denganpendapat Darwin, bahwa manusia berasal dari evolusi seekor kera, namun disini saya tidak akan mengulik tentang pendapat Darwin, karena pendapatnya banyak menuai pertentangan hampir dari semua agama. Salah satunya agama islam, hal tersebut diperkuat karena asal-usul manusia sendiri sudah diperinci lewat kitab suci umat islam, yaitu Al-Quran. Dalam Al-Quran menjelaskan beberapa tahapan dalam proses kejadian serta asal-usul manusia secara terperinci. Ketiga tahapan tersebut antara lain kejadian dan asal usul manusia pertama, kedua, dan ketiga.
    Kejadian dan Asal-usul Manusia Pertama ialah berkaitan dengan proses penciptaan Adam diawali oleh pembentukan fisik dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering yang kemudian Allah tiupkan ruh ke dalamnya sehingga ia hidup. Keterangan tersebut sesuai dengan hadis riwayat Tirmidzi, dimana Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bagian bumi, maka anak cucu Adam pun seperti itu, sebagian ada yang baik dan buruk, ada pula yang lembut dan kasar dan sebagainya”. Kejadian dan Asal-usul Manusia Kedua, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia, Adam yang diciptakan oleh Allah SWT dengan lawan jenisnya yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, yaitu Siti Hawa. Keterangan tersebut sesuai dengan firman Allah SWT  dalam Quran Surah An-Nisa, ayat 1 berikut bunyinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”.  selanjutnya Kejadian dan Asal-usul Manusia Ketiga ini terkait hal ilmiah yang terjadi saat ini, yaitu dengan proses fertilisasi, hal ini berkaitan dengan proses kejadian seluruh umat keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa (Kecuali Isa, AS, karena Siti Maryam mengandung Nabi Isa tanpa adanya peran dari seorang laki-laki). Proses kejadian manusia yang disebutkan dalam Al-Qur,an ini dapat dipertanggung jawabkan secara medis. Dalam Al-Qur’an, asal-usul manusia secara biologi dijelaskan dalam Surat Al-Mu’minuun ayat 12 sampai 14 yang berbunyi sebagai berikut : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." Dari ketiga asal-usul penciptaan manusia menurut agama Islam di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, islam memandang manusia secara substantif terbagi ke dalam 2 hal, yaitu substansi materi (badan) dan substansi immateri (jiwa).
    Segala yang Allah ciptakan dalam Alam semesta dan seisinya ini pasti terdapat tujuan juga hikmahnya, sebagaimana berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-mukminun ayat 115 : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”  begitulah Allah berfirman, jadi timbullah pertanyaan terkait hal itu, Mengapa manusia diciptakan? Dalam hal ini saya juga akan mencoba memaparkannya berdasarkan Al-quran sebagaimana disebutkan dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56 : “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Ayat tersebut memaparkan dengan jelas akan tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan menyembah Allah semata. Ayat ini mengisyaratkan pentingnya ketauhidan, karena tauhid merupakan suatu bentuk ibadah yang paling agung, guna mengesakan Allah dalam ibadah.
    Dengan diperintahkannya umat manusia untuk beribadah kepada Allah, lalu Apakah jiwa manusia di bumi ini kekal atau tidak kekal? Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa kehidupan di dunia ini pasti mengalami kematian, dan selanjutnya kita dihadapi dengan alam barzakh, yakni alam kubur, dan masih ada beberap langkah lagi perjalanan manusia untuk sampai ke akhirat. Jadi kesimpulannya kehidupan manusia di bumi ini tidaklah kekal, yang kekal hanyalah di akhirat. Namun sayangnya, banyak manusia yang terlena akan dunia, sehingga melupakan kenyataan bahwa kehidupan di bumi ini fana. Pernyataan itu ditegaskan lagi dalam Al-Quran surat Al-Ankabut ayat 64 “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”.
    Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, hampir tidak luput penyelesaian dari pertanyaan tersebut berhasil dijawab lewat bantuan kitab suci Al-Quran, maka disini saya pun ingin memaparkan jawaban dari untuk apakah Kitab Suci Al-Quran diturunkan kepada umat manusia? Tujuan diturunkannya Al-Quran, pertama sebagai petunjuk aqidah dan keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.  Hal tersebut pun sejalan dengan tujuan diciptakannya manusia, jadi peran Al-Quran ini pun tak lepas dari kehidupan manusia. Selanjutnya Al-Quran sebagai petunjuk mengenai syari’at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Maksudnya dalam kehidupan ini Allah menetapkan Hukum Syara’ bagi umatnya yang wajib, sunnah, haram, mubah dan makruh. Kelimanya memiliki konsekuensinya masing-masing, hal ini pun berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, karena apabila kita melakukan suatu perbuatan yang haram, maka tentunya Allah pun memberikan ganjarannya berupa dosa, begitupun sebaliknya, nah disinilah Al-Quran berperan sebagai petunjuk mana mana saja yang harus manusia lakukan, dan mana mana saja perbuatan yang harus manusia tinggalkan.
    Seluruh alam dan seisinya merupakan buah dari ciptaan Allah SWT, bahkan Allah pun mengatur pergantian malam dan siang, pergantian musim, jodoh dan takdir manusia, dan masih banyak lagi kemampuan tak terhingga yang Allah miliki. Jadi, dapatkah manusia hidup tanpa Allah? Jawabannya adalah 100% tidak dapat, mengapa? Diibaratkan dalam sebuah pagelaran drama, manusia merupakan para actor dan aktrisnya, sedangkan alam semesta ini sebagai propertinya yang menjadi fasilitas manusia, sedangkan Allah? Allah berperan sebagai penulis naskah daram tersebut, jadi segala kehidupan yang dijalani manusia telah diatur oleh Allah, oleh karena itu kemungkinan manusia hidup tanpa Allah ialah seratus persen sangat amat mustahil.
    Setelah sebelumnya mengkaji seputar manusia, selanjutnya dalam essay ini saya akan mengerucutkannya, dengan membuat spesifikasi tentang Siapakah Aku? Aku merupakan makhluk Allah SWT yang berlumur dosa, Aku adalah makhluk lemah yang tanpa-Nya aku hanya secuil nano. Aku sesosok manusia yang kerap lupa hidupku untuk apa dan siapa. Tak hanya itu, di alam semesta yang makro ini bahkan aku kerap membusung dan memandang rendah orang-orang disekelilingku. Namun aku pun berusaha untuk menjadi manusia yang baik, walaupun keinginan itu tak mampu berjalan dengan mulus, namn setidaknya aku sudah berusaha. Aku berusaha untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana yang Allah perintahkan, meski memang jauh dari kata sempurna. Aku yang memang menjalankan segala perintahnya, ibadah aku laksanakan meski pernah lalai karena kerap kali di mengakhirkan shalatku. Aku yang sering kali mengabaikan kitab-Mu demi alat hasil dari kemajuan teknologi yang mengekangku ini. Aku merupakan seoonggok daging yang berharap terhindar dari api neraka, dan tak tahu diri ingin masuk ke dalam keindahan surga-Nya. Itulah Aku yang penuh dengan noda dan ingin keindahan.








                                                                        

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan