• Posted by : Chachacino Selasa, 27 Desember 2016



    Bahasa dan Sastra Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya memberikan pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik mungkin agar siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan teoritik belaka.

    Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan. Menurut Endraswara (2003:58) pendekatan kontekstual memang cukup strategis karena menghendaki (1) terhayati fakta yang dipelajari, (2) permasalahan yang akan dipelajari harus jelas, terarah, rinci, (3) pragmatika materi harus mengacu pada kebermanfaatan secara konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif dan mandiri.

    Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan sebagai berikut :

    Penerapan CTL dalam Pembelajaran Membaca
    Membaca menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu strategi, kelancaran, pembaca, dan teks.

    Dalam pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas. Masyarakat belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.

    Guru seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.

    Penerapan CTL dalam Pembelajaran Berbicara
    Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara.

    Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajar (learning community).

    Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa.

    Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif.

    Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.

    Penerapan CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan
    Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif, konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk
    mendengarkan.

    Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman. Kemudian siswa diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan.

    Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada keterampilan mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa. Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung dan pembelajaran keterampilan yang lain.

    Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam satu periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan siswa dalam keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan untuk mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa.

    Teknik ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami, perasaan siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat berupa diary, atau catatan siswa yang lain.

    Penerapan CTL dalam Pembelajaran Menulis
    Menulis merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis kreatif.

    Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan melainkan siswa sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memberikan instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa ada penguatan sebelumnya.

    Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep yang dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat dipahami dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan terdekatnya. Guru seharusnya dapat memberikan ruang bebas untuk siswa agar dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu dibatasi.

    Komponen CTL berwujud refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan realitas sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa pemberian tugas menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya dapat dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang dipelajari hari itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian jawaban tentang permasalahan tersebut.

    Setelah siswa menulis diary dalam periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa tersebut dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi kompetensi atau belum.

    Seorang guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan penilaian secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa harus sesuai dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat rubrik penilaian yang dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum membuat rubrik, guru harus dapat membuat instrumen yang mudah dimengerti oleh siswa, dan instrumen yang dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif. Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat memfasilitasi siswa untuk menulis kreatif

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan