• Posted by : Chachacino Minggu, 06 November 2016





    Masyarakat baduy sebagai masyarakat tradisional dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sedang berkembang. Karena tidak saja perubahan yang berlangsung di dalamnya, juga ketaatan terhadap pikukuhnya mengalami proses pergeseran. Perubahan itu akan tampak dari pola pikir, cara bertindak, pemilikan barang organisasi sosial yang sebelumnya tidak dikenal dalam kehidupan mereka. Sejumlah warga masyarakat Baduy sengaja keluar dari desa kanekes untuk melonggarkan ikatan pikukuhnya, mereka lalu bermukim di desa-desa sekitarnya.
     Peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan berkurangnya luas kepemilikan lahan pertanian setiap keluarga.Masyarakat Baduy-Luar yang sudah tidak memiliki lahan pertanian di dalam wilayah Baduy diharuskan mengolah lahan di luar wilayah, sedangkan masyarakat Baduy-Dalam mulai memperpendek masa bera lahannya.
    Bertambahnya jumlah penduduk juga meningkatkan kebutuhan kayu pertukangan untuk membuat rumah. Kebutuhan akan kayu pertukangan yang menjadi masalah dalam membuat rumah.  Untuk mengatasi hal tersebut, aturan adat yang semula melarang menanam tanaman kayu di ladang berangsur-angsur mulai mengendur.  Kini masyarakat Baduy-Luar diperbolehkan menanam tanaman kayu di ladangnya.  Kayu hasil penebangannya ada yang dipakai sendiri dan ada pula yang sebagian dijual ke masyarakat luar.
    Interaksi dengan masyarakat luar baduy, saat ini terlihat perbedaan yang jelas pada kehidupan masyarakat Baduy-Luar dan Baduy-Dalam.  Perubahan status masyarakat telah terjadi pada kehidupan masyarakat Baduy.  Awalnya semua masyarakat Baduy harus ikut bertapa menjaga alam lingkungannya, sekarang ini hanya Baduy-Dalam yang tugasnya bertapa.Masyarakat Baduy-Luar tugasnya hanya ikut menjaga dan membantu tapanya orang Baduy-Dalam. Masyarakat Baduy-Luar mulai diperbolehkan mencari lahan garapan ladang di luar wilayah Baduy dengan cara menyewa tanah, bagi hasil, atau membeli tanah masyarakat luar.
    Masyarakat Baduy-Luar sudah mulai memakai baju buatan pabrik, kasur, gelas, piring, sendok, sendal jepit, blue jeans, sabun, sikat gigi, senter, dan patromaks; bahkan sudah cukup banyak masyarakat Baduy yang telah menggunakan telepon seluler.  Larangan penggunaan kamera dan video camera hanya berlaku pada masyarakat Baduy-Dalam; sedangkan pada Baduy-Luar sudah sering stasiun TV mengekspose kehidupan mereka.
    Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat-istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar.Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka.Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993).
    Dari kesemua faktor-faktor di atas tersebut  bisa memicu perubahan sosial-budaya pada masyarakat Baduy tersebut baik itu faktor secara fisik maupun kebudayaan. Kesadaran akan nilai dan norma sosial Baduy setiap keluarga pun lambat laun bisa memudar dengan munculnya keinginan untuk mengalami kehidupan lain, begitu pula halnya dengan institusi sosial seperti gotong royong akan turut bergeser walaupun menyangkut kebutuhan masyarakat tetapi akibat perputaran imbalan jasa ke arah penggunaan materi yang sekaligus sebagai pembayaran. Hubugan yang erat antara migran baduy dengan orang baduy kanekes juga akan memberikan ide perubahan, karena mereka selalu berkomunikasi melalui saling mengunjungi dan membantu dalam tiap pekerjaan.
    Perubahan yang dialami masyarakat baduy tidak lepas dari pengawasan pemuka adat yang selalu berusaha menentang segala bentuk perubahan yang terjadi dan berusaha mengembalikan kehidupan masyarakat yang sesuai dengan pikukuh.Penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa anggota keluarga pada masyarakat panamping seperti penggunaan obat-obat dari luar misalnya, menunjukkan adanya keraguan dalam memilih cara hidup yang sudah berlaku (berdasarkan adat) atau melepaskannnya. Banyak mereka yang melanggar adat dengan alasan tidak diketahui Pu’un. Satu hal yang patut dicatat perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat baduy berlangsung menurut proses adaptasi dalam jangka waktu yang sangat panjang (relatif lama).


    Analisis
    Sebenarnya fenomena medernisasi ini merupakan salah satu tolak ukur sebagai paradigma pengembangan yang serta merta tak dapat ditolak bagi negara indomesia yang merupaka negara berkembanng, begitupun daerah otonomnya, Banten
    Perubahan-perubahan kebudayaan karena modernisasi dan globalisasi ini pun dialami suku Baduy. Ya, serperti yang kita ketahui bersama, bahwa baduy luar mulai melebarkan sayapnya untuk beradaptasi dengan dunia di luarnya setelah sekian lama hanya berkutat didalam kawasannya saja. Baduy Luar sudah mau menyisipkan berbagai hal entah itu kebutuhan sandangnya, alat-alatnya dan bahkan penerangan listrik.
    Hal tersebut berkaitan erat dengan 3 faktor pendorong perubahan ini, yakni Adannya kontak dengan budaya lain, tmulai terbukanya sistem masyarakat di baduy, ketidakpuasan masyarakat pada bidang-bidang tertentu.

    Berdasarkan pengalaman langsung sang penulis 
     1.Sistem perekonomian barter pada tahun 90an kini telah terkoyak, suku Baduy secara  pasti telah mengenal perekonomian uang.

    2.Sistem ekonomi tertutup mereka dimana produksi hutan hanya diperuntukan untuk konsumsi keluarga, namun kini meski dengan sistem tebang pilih. Banyak produksi hutan yang menjadi komoditi kayu yang diperjual belikan ke luar tanah adat. Sebenarnya masih banyak perubahan-perubahan yang terjadi disana. Disinyalir arus  pariwisata sejak tahun 1997 yang menjadikan Tanah Ulayat Suku Baduy yang terkenal akan keindahan ekologinya sebagai obyek wisata membawa pengaruh besar dalam perubahan tersebut. Interaksi yang sangat insentif antara wisatawan dan penduduk lokal secara kognitif mampu merubah pola pikir penduduk lokal yang polos dan masih tradisional. Berdasarkan data yang kami peroleh, tiap minggunya ratusan wisatawan datang untuk mengunjungi tanah ini dan juga menginap di rumah-rumah penduduk. Meski tanpa listrik dan harus berjalan kaki sejauh 12 km untuk sampai ke Baduy Dalam.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan