• Posted by : Chachacino Selasa, 15 November 2016

    Ba’da jumat kala itu, sang surya bersinar amat terik di titik puncak cakrawala. Jumat memang menjadi hari yang sibuk setiap minggunya, karena kampus dipenuhi oleh jamaah shalat jumat. Jumat ini pun nampak spesial, mengapa tidak? Karena hari itu mata kuliah pendidikan pancasila di mutasi dari hari selasa ke hari rabu. Memang sebetulnya cukup melelahkan, karena biasanya seusai mata kuliah kepramukaanserta di jam seperti itu kami, mahasiswa rantau yang rindu akan kampung halaman ini prepare kepulangan kami di hari jumat.  Dan sudah naik bus antar kota kira-kira pada pukul 1-an. Namun jumat kali ini punya cerita yang berbeda.
                Seusai  mendirikan shalat, beberapa dari kami sibuk mencari makan siang, sebagian lainnya hanya menunggu jam mata kuliah tersebut dan sisanya entah berada dimana. Waktu pun telah menunjukkan pukul 13.00. namun kami masih terduduk di lorong koridor lantai 3. Saat itu terjadi kendala teknis yang menyebabkan jam dimulainya pelajaran menjadi tertunda. Namun pada akhirnya, setelah beberapa puluh menit berlalu, kami memasuki sebuah ruang kelas yang kosong dan memulai presentasi materi ajar tentang Pancasila Sebagai Etika Politik dan Pancasil Sebagai Ideologi Negara.
                Presentasi pun dibuka oleh salah satu penyaji, kemudian saudari Adella selaku penyaji pertama menyampaikan materi seputar pengertian nilai, norma, dan moral. Pengertian politik, dimensi politis manusia. Kemudian dilanjutkan oleh saudari Dina bahasan tentang nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika politik, Pancasila sebagai budaya bangsa, asal mula langsung dan tidak langsung. Selepas penyaji kedua usai menyampaikan disusul oleh penyaji terakhir yakni saudari Hafsah, yang membahas materi tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara, Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, serta Pancasila sebagai jati diri Bangsa Indonesia. Seluruh bahan yang dipresentasikan pun telah rampung disampaikan, dan sebagaimana biasanya dibukalah sesi diskusi dengan mengajukan pertanyaan, jawab menjawab serta menambahi jawaban. Akhirnya moderator pun berujar kepada peserta diskusi “Nah, saat ini audiens diperbolehkan bertanya, dalam sesi pertama ini kami mengizinkan 3 penanya”. Seketika itu juga peserta mengangkat tangannya dengan penuh antusiasme, karena moderator hanya membuka peluang bagi 3 penanya maka terpilihlah saudara Galih, saudara Faiq serta saudari Ida.
                Dimulai dari saudari galih, pertanyaan pun diajukan “Saya ingin bertanya, sila ke-1 Pancasila kan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Berarti Indonesia wajib memiliki agama. Lalu bagaimana pandangan kalian tentang atheisme?”
                Pertanyaan pun dikumpulkan terlebih dahulu sambil memberikan penyaji kesempatan untuk berpikir dalam menjawab pertanyaan, akhirnya moderator menyilahkan penanya kedua “Nama saya Faiq. Saya ingin bertanya, tadi kan dijelaskan bahwa Pancasila sebagai etika politik yah. Saya ingin tahu dong contoh-contoh dari Pancasila sebagai etika politik”, tanya Faiq. Kemudian dilanjutkan pertanyaan dari saudari Ida, setelah dipersilahkan saudari Hafsah selaku moderator yang memiliki wewenang dalam diskusi saat itu ida pun mengajukan pertanyaannya “saya ingin menanyakan, didalam Pancasila sebagai Ideologi terbuk kan tadi kan ada nilai dasarnya yang berarti tidak dapat diubah. Sedangkan di Pancasila sebagai Ideologi tertutup mempunyai arti tidak dapat diubah juga. Yang ingin saya tanyakan apa perbedaan nilai dasar di Pancasila sebagai Ideologi terbuka dengan Ideologi tertutup?” ujarnya dengan lantang.
    Akhirnya, penyaji pun mulai mengemukakan pendapat mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jawaban yang dikemukakan pertama kali adalah pertanyaan yang diajukan oleh galih tentang atheisme. “Di Indonesia diwajibkan serta diberi kebebasan untuk memeluk satu agama. Dan yang dimaksud dari atheis itu kan orang-orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Sebenarnya orang-orang atheis itu percaya adanya Tuhan, tetapi mereka itu mempunyai kepercayaan sendiri, meskipun mereka itu percayanya terhadap benda. Jadi tuh mereka itu bukan supra natural yang percaya kepada Tuhan. Jadi atheis itu sendiri seperti masih dalam tahap pencarian. Tetapi kalau di Indonesia sendiri, agama di KTP orang atheis itu agamanya, walaupun sebenarnya dia itu atheis. Jadi intinya atheis itu kan percaya adanya Tuhan, tetapi mereka itu tidak percaya terhadap satu hal. Mungkin ada yang ingin menambahkan?”, ujar Adella. Lalu sontak saudari nino pun ikut bersuara, menurut sepengetahuannya, orang atheis itu merupakan ideology dimana dirinya tidak mempercayai keberadaan dan campur tangan tuhan di dalam hidupnya, dia (orang atheis) menganggap bahwa takkan ada surga dan neraka setelah kehidupan ini, tak ada peran tuhan dalam takdir-takdir yang dialami manusia, menurut dia takdir itu murni atas dirinya saja. Namun di berbagai Negara, khususnya Indonesia orang-orang atheis ini tidak menampakan secara terang-terangan bahwa dia tidak beragama, dia tetap melanjutkan hidup dengan agama keturunannya, dia serta merta menggali dan mencari tahu segalanya akan tetpai dia tak pernah puas. Mereka cenderung kritis dan cerdas. Jadi ketika bertemu dengan salah satu dari mereka, maka harus berhati-hati dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan logika dari mereka. Kemudian bapak Oka pun ikut berpendapat “benar yang dikatakan nino, rata-rata orang atheis tersebut pasti mempunyai agama dari keturunannya, agama yang tertera di dalam KTP nya seperti Islam, Kristen, Hindu, dll. Akan tetapi memang ada beberapa orang juga yang beranjak dewasa mulai berfikir tentang ke Esaan Tuhan. Sebenarnya di Indonesia juga ada orang yang beragama atheis, tetapi bapak juga kurang begitu mengethaui hal tersebut, karena mereka itu tidak terlalu menujukkan bahwa dirinya berpaham atheism, karena di Negara Indonesia sendiri diwajibkan bagi seluruh warga negaranya memiliki agama”. Tambah Pak Oka
    Selanjutnya penyaji menjawab pertanyaan dari penanya kedua yaitu Faiq yang menanyakan contoh-contoh dari Pancasila sebagai etika politik. Kemudian saudari Dina menjawab pertanyaan dari Faiq tersebut. “Sila pertama kan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yaitu seperti kita memeluk hanya satu agama saja, kebebasan dalam berfikir, pemisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negara. Jadi misalnya kalo dalam hal politik, misalnya dalam sila keempat. Yaitu seperti musyawarah. Kalo untuk membuat peraturan untuk kenegaraan kita kan harus bermusyawarah. Lalu dalam sila kelima ‘Keadilan sosial’ itu seperti bantuan-bantuan untuk masyarakat kecil. Seperti bantuan kesehatan. Apa ada  yang ingin menambahkan?”, ujar Dina. Lalu saudari Rahmawati Intan pun menambahkan jawaban penyaji. “Tadi yang ditanyakan tersebut adalah contoh dari etika politik bukan? Contohnya itu seperti berperilaku dan taat berpolitik, toleransi antar umat beragama. Dan nilai-niai dari Pancasila itu sendiri kan banyak. Yah seperti tidak boleh menjelek-jelekan pihak yang lain. Itu kan termasuk dalam politik dan terkandung dalam sila Pancasila juga”, ujar Intan.
    Jawaban dari penanya kedua pun akhirnya rampung. kemudian para penyaji menjawab pertanyaan dari saudari Ida yang menanyakan tentang perbedaan nilai dasar di Pancasila sebagai Ideologi terbuka dengan Ideologi tertutup. Kemudian dijawablah “Yang dimaksud dari Nilai dasar dari Pancasila sebagai Ideologi terbuka itu berarti terbuka terhadap masukan atau budaya dari luar ddengan selektif. Contohnya ideologi negara kita ideologi Pancasila, ideologi negara-negara Eropa. Sedangkan Ideologi tertutup yaitu tidak mau menerima pengaruh dari budaya luar. Sebenarnya Pancasila itu tidak termaksud sebagai Ideologi tertutup. Contoh dari ideologi tertutup sendiri yaitu Marxisme dan Leinisme. Yaitu Ideologi yang dikembangkan dari pemikiran Karl Marx. Ideologi Marxisme dan Leinisme itu sendiri meliputi ajaran dan paham tentang hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan ateisme, ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis, norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata bahkan tentang bagaimana individu harus hidup. Lalu contoh dari Ideologi terbuka yaitu Pancasila. Ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya kedalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial dan politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang dimasyarakat. Operasional cita-cita yang akan dicapi tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakatai secara demokratis. Dengan sendirinya ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakan melegitimasi kekuasaan sekolompok orang. Ideologi terbuka hanya dapat ada dan mengada dalam sistem yang demokratis”, ujar Hafsah sekaligus tambahan dari Pak Oka Agus Kurniawan Shavab, M.Pd selaku dosen Pancasila.
    Akhirnya diskusi sesi pertama pun selesai, ketika penyaji menanyakan kepuasan dari audiens dan audiens pun merasa sudah cukup, dibukalah sesi kedua. Seharusnya di sesi kedua ini pun diajukan 3 penanya namun berhubung waktu yang kurang memadai dikarenakan kendala teknis di awal mata kuliah tadi akhirnya penyaji hanya membuka satu penanya saja. Kemudian masih ada seorang mahasiswa yang masih mengganjal dihatinya dan menanyakan tentang langkah yang paling efektif untuk mempertahankan nilai-nilai Pancasila ditengah gencarnya arus globalisasi pada saat ini. Pertanyaan tersebut terlontar dari mulut saudara Cecep.
    Langsung saja penyaji berdiskusi untuk menjawab  pertanyaan dari saudara Cecep. “Bagaimana sih langkah yang paling efektif untuk mempertahankan nilai-nilai Pancasila ditengah gencarnya arus globalisasi pada saat ini? Begitu bukan?” ujar salah satu penyaji mengulang pertanyaan saudara Cecep. “Sebenarnya jawabannya simple saja. Itu semua berawal dari dalam diri kita sendiri dulu, yaitu NIAT. Jika kita ingin sekali nilai-nilai Pancasila itu masih ada di dalam arus globalisasi saat ini tetapi tidak ada niat dari dalam diri kita sendiri, itu semua akan nihil. Contoh konkritnya seperti mulai mencintai produk-produk dalam negeri. Yah sebenarnya kita harus mencintai tanah air kita dulu. STOP untuk membeli produk-produk luar negeri”, ujar penyaji. Kemudian saudara Cecep pun kurang puas “Nah, sedangkan anak muda zaman sekarang ini pasti gengsi kalo brand nya ecek-ecek (aka tidak terkenal), lalu bagaimana bisa memulai mencintai produk yang berlabel made in Indonesia, yang pastinya membuat mereka kurang treandy kalo memakai brand yang  bukan import.” Tambah Cecep.
    Lalu Pak Oka pun ikut bersuara kembali “sebelum mencintai produk dalam negeri, kita harus mengethaui terlebih dahulu apa sajakah produk hasil karya orang dalam negeri ini” ujar beliau sambil disebutkan beberapa merk dalam negeri.
    Berhubung waktu yang sudah semakin senja, Hafsah selaku moderator mengakhiri diskusi kali ini. Tetapi sebelumnya saaudari Dina Aulia sebagai penyaji mengutarakan terlebih dahulu kesimpulan dari hasil diskusi kali ini. Kesimpulannya yaitu “Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta dalam beretika dalam berpoitik. Pancasila merupakan falsafah negara kita Republik Indonesia, maka kita harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan”.
    Selepas dibacakannya kesimpulan pada diskusi kali ini oleh saudari Dina tadi, kemudian forum diambil alih oleh moderator untuk mengakhiri presentasi dengan mengucapkan “wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”oleh ketiga penyaji, dan disambung dengan tepukan tangan bukti apresiasi audiens akan jerih payah penyaji dalam mengemukakan bahan ajar hari itu.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Setetes Ilmu

    Setetes Ilmu - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan