- Home>
- Peran Pendidik dalam Memerhatikan Kesehatan Mental Peserta Didik di Sekolah
Posted by : Chachacino
Selasa, 15 November 2016
Oleh : Annisa Nino Rahman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasa sedih, kecewa,
marah, takut dan lain-lain adalah sesuatu yang muncul pola pikir peserta didik
dalam belajar. Begitu pun sebaliknya perasaan bahagia, berharga, gembira dan
lain-lain merupakan hasil dari pola pikir yang telah terbentuk. Suatu individu
yang menginginkan proses belajarnya bahagia, tentu harus membentuk pola
pikirnya menjadi pola pikir yang positif. Namun mayoritas kasus yang terjadi,
bahwa jika anak sudah terlampau malas menemui hal yang tidak disukainya, maka
pola pikir yang terbentuk adalah pola berpikir yang negatif. Padahal berpikir
positif inilah yang menjadi salah satu aspek kesehatan mental yang cukup
berpengaruh besar dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan
sarana belajar dan mengajar bagi setiap orang. Menurut para ahli, instrumen
penting dalam pendidikan ialah tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat
pendidik dan lingkungan. Dengan demikian tanpa kelima insturmen tersebut maka
pelaksanaan pendidikan tidak dapat berlangsung dengan baik. Guru atau pendidik
yang terdapat dalam salah satu instrumen tersebut dan berperan sebagai inovator,
organisator, dan konservator. Sesuai dengan perannya sebagai konservator,
sesorang guru dituntut untuk mampu memelihara segala sistem nilai penunjang
pendidikan atas peserta didiknya, salah satu penunjang hal tersebut ialah
kesehatan mental peserta didik. Oleh karena itu, guru sudah sepatutnya
memelihara serta memerhatikan kesehatan mental peserta didik dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah.
Dari permasalahan tersebut penulis merasa
perlu mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah makalah dengan judul “Peran Pendidik dalam Memerhatikan Kesehatan
Mental Peserta Didik di Sekolah”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan pendidik?
2.
Apa sajakah peran pendidik?
3.
Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental?
4.
Bagaimana peran pendidik dalam memerhatikan
kesehatan peserta didik di sekolah?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan,
penulis memiliki beberapa tujuan yang menguatkan gagasan tersebut, diantaranya:
1.
Untuk mengetahui
arti pendidik
2.
Untuk mengetahui peran-peran seorang pendidik
3.
Untuk mengetahui arti dari kesehatan mental
4.
Untuk memahami peran pendidik dalam
memerhatikan peserta didik di sekolah
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian
Pendidik
Pendidikan Menurut Dewey,
John (1961) adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan yang
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia, sedangkan
pendidik merupakan orang yang memikul
pertanggungjawaban untuk mendidik. Sejalan dengan hal tersebut E.Mulyasa (2003:53) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan aturan yang
berlaku untuk menjadi seorang pendidik di perlukan karakter sebagai berikut :
1. Kematangan diri yang
stabil, memahami diri sendiri, mandiri, dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
2. Kematangan sosial yang
stabil, memiliki pengetahuan yang cukup tentang masyarakat, dan mempunyai
kecakapan membina kerjasama dengan orang lain.
3. Kematangan profesional
(kemampuan mendidik), yaitu menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak
didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik
dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunkan cara-cara mendidik.
Sementara di sisi lain seorang pendidik yang juga sekaligus berperan
sebagai guru harus bisa memberikan hal–hal yang berkaitan dengan pendidikan
anak didiknya, diantara peran yang harus di jalankan seorang guru atau pendidik
yaitu sebagai pemberi atau pengagas rencana, sebagai penginisiasi, sebagai
motivator bagi anak didiknya, sebagai pengamat, pengantipasi, pengevaluasi,
sebagai seorang teman sekaligus sebagai wali orang tua anak didiknya.
B.
Peran Pendidik
Ahmadi (1977:109) menguraikan bahwa pendidik
mempunyai peran sebagai peran pembimbing dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Sedangkan menurut Muhtar (1992), guru
juga berperan sebagai:
1. Fasilitator perkembangan
siswa
Kemampuan dan potensi yang
dimiliki siswa tidak mungkin dapat berkembang dengan baik apabila tidak
mendapat rangsangan dari lingkungannya. Dalam suasana sekolah, guru diharapkan
dengan siswa secara individual telah mempunyai kemampuan dan potensi itu.
Dengan kata lain mempunyai peranan sebagai fasilitator dalam mengantarkan siswa
ke arah hasil pendidikan yang tinggi mutunya.
2. Agen pembaharuan
Kehidupan manusia merupakan
serangkaian perubahan-perubahan yang nyata. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada era globalisasi ini mengalami kepesatan yang melangit. Dalam hal
ini, guru dituntut untuk tanggap terhadap perubahan dan dituntut untuk bertugas
sebagai agen pembaharuan dan mampu menularkan kreatifitas dan kesiapan mental
siswa.
3. Pengelola kegiatan proses
belajar mengajar
Guru dalam hal ini
bertugas mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu dalam menyajikan materi pelajarannya. Guru berperan dan bertugas sebagai pengelola proses belajar mengajar.
4. Pengganti orang tua di
sekolah
Guru dalam hal ini harus
dapat menggantikan orang tua siswa apabila siswa sedang berada di sekolah.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengganti orang tua, guru-guru harus mampu
menghayati hubungan kasih sayang seorang bapak atau seorang ibu terhadap
anaknya. Oleh karena itu, guru mampu mengenal suasana siswa di rumah atau dalam
keluarganya.
C.
Kesehatan
Mental
Kesehatan mental
merupakan alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Menurut World
Health Organization dalam Winkel (1991)
disebutkan : Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan
social secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau
keadaan lemah tertentu. Definisi ini memberikan gambaran yang luas dalam
keadaan sehat,mencangkup berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan
kesejahteraan hidup. dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada
semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai
keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut Dr.
Jalaluddin (2007) dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental
merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman
dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara
lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya
kepada Tuhan)”. Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang
optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan
individu tersebut.
Kesehatan mental
adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki
oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan
kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang
berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat
baik secara mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal
adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat,
sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
Menurut Darajat, Zakiah (1982) orang yang sehat mentalnya dapat
menyesuaikan diri dan memanfaatkan potensi serta mencapai keharmonisan jiwa.
Jadi dalam hal ini yang bersangkutan mengalami keseimbangan atau dalam keadaan
equilibrium, tidak goncang dan tidak berat sebelah. Mempunyai kestabilan emosi
dalam menghadapi persoalan serta mendapat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan
jasmaniah, rohani dan metafisis. Kestabilan atau keseimbangan masing-masing
individu berbeda, hal ini karena diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang berbeda.
Berikut ini karakteristik
mental yang sehat, yaitu :
1.
Terhindar dari Gangguan Jiwa
Daradjat,
Zakiah (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan
penyakit jiwa (psikose). Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya,
sebaliknya yang kena psikose tidak. Kepribadiannya neurose pun tidak jauh dari
realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena
psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan
dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh
dari alam kenyataan.
2.
Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian
diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs
satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta
masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan
memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan
lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.
3.
Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu
yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya,
dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas
dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah,
sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan
hobi, dan berolahraga.
4.
Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang
yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi
dirinya dan atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak
orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala
aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Telah disebutkan sebelumnya karakteristik mental
yang sehat, sedangkan mental yang tidak sehat memiliki ciri seperti memiliki
perasaan tidak nyaman (inadequacy), perasaan tidak aman (insecurity), kurang
memiliki rasa percaya diri (self-confidence), kurang memahami diri
(self-understanding), kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial, emosinya
belum matang, kepribadiannya terganggu, Mengalami patologi dalam struktur
sistem syaraf.
Tujuan kesehatan mental akan tercapai jika cara-cara penanganan dilakukan
dengan kerjasama antara ahli yang berwenang serta kesadaran dan kesediaan
masyarakat pada umumnya. Usaha mencapai tujuan kesehatan mental dilakukan
secara terencana, tergantung keadaan individu-individu yang ditangani. Berikut
ialah tujuan kesehatan mental yaitu agar manusia memiliki kemampuan mental yang
sehat, pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan mental dan penyakit,
pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan mental dan penyakit mental,
penyembuhan terhadap gangguan dan penyakit mental.
BAB III
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Dalam penelitian
ini, data terkait hasil penelitian diperoleh berdasarkan angket kuesioner yang
disebar. Responden yang menjadi objek penelitian ialah sebanyak 14 orang, diantaranya
guru yang berpengalaman mengajar serta calon guru yang tengah mempelajari ilmu
keguruan. Berikut ini spesifikasi presentase dari masing masing pernyataan yang
diajukan dalam angket. (Tabel angket terlampir)
1.
Menurut saya setiap
peserta didik mempunyai kelebihan
dan kekurangan dalam beragam kemampuan di sekolah
9
9
|
64,30%
|
5
|
35,70%
|
0
|
0%
|
0
|
0%
|
|
|
|
|
|
|
2.
Menurut saya setiap peserta didik memiliki kemampuan yang relatif sama,
dalam pencapaian cita-cita tergantung kepada usaha belajarnya
4
|
28,6%
|
10
|
71,4%
|
0
|
0%
|
0
|
0%
|
3.
Jika melihat peserta didik patah hati dan mempengaruhi
semangat belajarnya, saya akan diam saja tak mau ikut campur
0
|
0%
|
0
|
0%
|
5
|
35,7%
|
9
|
64,3%
|
4.
Apabila peserta didik diperintah mengerjakan soal di depan, dan menolaknya
saya akan memaksanya sambil mempermalukannya di depan peserta didik lainnya
0
|
0%
|
0
|
0%
|
2
|
14,3%
|
12
|
85,7%
|
5.
Apabila peserta didik tidak bisa mengerjakan soal saat maju kedepan, saya
tak marah dan tetap menghargainya karena ia mau mencoba
11
|
76,6%
|
3
|
21,4%
|
0
|
0%
|
0
|
0%
|
6.
Apabila terdapat seorang anak introvert dalam sebuah kelompok belajar, saya
kerap menunjuknya untuk mewakili kelompoknya dengan niat agar peserta didik
tersebut aktif dan lebih membuka diri
6
|
42,9%
|
8
|
57,1%
|
0
|
0%
|
0
|
0%
|
7.
Menurut saya bila mayoritas peserta didik sering mendapat nilai jelek dalam
ulangan, kesalahan terbesar ada pada saya
4
|
28,6%
|
8
|
57,1%
|
2
|
14,3%
|
0
|
0%
|
8.
Jika ada peserta didik sakit dan tidak masuk selama 3
hari. Walau tak diopname, saya akan mengunjunginya
3
|
21,4%
|
8
|
57,1%
|
3
|
21,4%
|
0
|
0%
|
9.
Apabila peserta didik murung di kelas saya akan bertanya
perihal masalah yang sedang ia hadapi
9
|
64,3%
|
5
|
35,7%
|
0
|
0%
|
0
|
0%
|
B.
Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil
penelitian diatas dapat disimpulkan, bahwa mayoritas pendidik melakukan
perannya dengan baik di sekolah. Dari seluruh data, jika diakumulasikan ada
sekitar 94% guru dari responden menaruh perhatian penuh terhadap peserta didik
saat di sekolah, terutama perhatian mereka atas kesehatan mental peserta
didiknya di sekolah.
Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian siswa, baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara
berperilaku. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru subtitusi
orang tua.
Sekolah tak hanya berfungsi untuk mencerdaskan, namun membentuk watak dan
kepribadian anak. Orangtua perlu memperhatikan keadaan sekolah anaknya karena
apabila tidak sesuai dengan kebudayaan rumah anak, maka nantinya sekolah justru
menjadi sumber stress bagi anak dan akan mengacaukan perkembangan anak yang
telah disusun saat di rumah.
Disinilah
guru memegang peran yang penting disamping faktor- faktor penunjang lainnya.
Dalam pendidikan, peran guru selaku orang tua di sekolah memainkan peran yang
diperlukan peserta didik. Untuk itu guru pun perlu memerhartikan tigkah laku
peserta didik, persoalan kepribadian peserta didik dalam kelas, serta membantu
murid menghadapi kesukaran-kesukaran yang dialaminya di sekolah. Baik langsung maupun tak langsung, guru merupakan
komponen terpenting dalam menentukan tinggi rendahnya tingkat kesehatan mental
peserta didiknya. Oleh karena itu, menngingat pentingnya kesehatan
mental terhadap fisik dan psikis peserta didik, maka peserta didik perlu
diperhatikan, dibina serta dicegah atas beragam gangguan atau penyakit mental. Sehingga peran guru
sangat diperlukan terlepas pentingnya orang tua dan lingkungan dalam
mempengaruhi kesehatan mental peserta didik, karena persoalan-persoalan yang
dihadapi oleh peserta didik sebagian besar ada di lingkungan sekolah. Setiap
persoalan yang dihadapi harus ditanggapi dengan persepsi yang beragam,
tergantung pribadi peserta didiknya. Karena perbedaan tingkah laku peserta
didik tersebut, maka penyelesaiannya tak dapat disamakan
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
Guru selaku orangtua
peserta didik di sekolah memang perlu memberikan perhatian penuh terhadap
kesehatan mental anak didiknya di sekolah, di luar kewajibannya untuk mendidik.
Agar segala kemungkinann gangguan penyakit mental dapat dihindari dengan
melihat gejala mental yang ada pada peserta didik dan dapat dengan cepat
melakukan kegiatan prefentif yang tepat terhadap peserta didik bersangkutan.
Sehingga terciptalah sebuah keharmonisan lingkungan pendidikan yang diharapkan.
Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukanlah berdasarkan jiwanya
saja, namun berkaitan pula dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang
dalam lingkungannya. Oleh sebab itu, kesehatan mental seseorang sangat erat
kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat, terkhusus dalam lingkup sekolah.
Dengan demikian, diperlukan keselarasan antara guru terhadap peserta didik,
juga orangtua/wali dengan peserta didik
B.
Saran
Perlu diberdayakan
program-program pengembangan diri dan bimbingan konseling pada setiap satuan pendidika, hal ini dibutuhkan karena metode tersebut dapat
dijadikan sebagai media yang efektif di sekolah. Terutama, untuk pembinaan
potensi peserta didik sesuai minat-bakat dan berfungsi efektif bagi pencegahan
dini sekaligus tindakan terhadap penyimpangan, gangguan/sakit mental yang
dialami peserta didik. Oleh sebab itu, pendidikan budaya dan karakter
seharusnya diintegrasikan dalam seluruh proses pembelajaran di kelas dan
lingkungan sekolah secara konsisten, guna menjamin kesehatan mental peseta
didik di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah. 1972. Kesehatan Mental. Jakarta:
PT Gunung Agung.
Daradjat, Zakiah. 1982. Islam dan kesehatan mental.
Jakarta: PT Gunung Agung
Dewey, John. 1961. Democracy and Education in John
Dewey. London : Selected Educational Writings Heineman
Hurlock, B., Elizabeth. (1986). Psikologi
Perkembangan: suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga
Jalaludin. 2007.
Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muhtar. 1992. Pedoman Bimbingan Guru dalam Proses
Belajar Mengajar. Jakarta: PGK & PTK Dep.Dikbud
Mulyasa, Abu al E. 2003. Manajemen Berbasis Madrasah,
Konsep Strategi dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya
Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental Dalam Kehidupan.
Jakarta : PT Rineka Cipta
LAMPIRAN
*SS :
Jika Sangat Setuju
*S :
Jika Setuju
*TS :
Jika Tidak Setuju
*STS :
Jika Sangat Tidak Setuju
ANGKET KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK BAGI GURU DAN CALON GURU
|
|
|
|
|
|
No
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Menurut saya
setiap peserta didik mempunyai
kelebihan dan kekurangan dalam
beragam kemampuan di sekolah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Menurut saya setiap peserta didik memiliki kemampuan yang relatif sama,
dalam pencapaian cita-cita tergantung kepada usaha belajarnya
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jika melihat
peserta didik patah hati dan
|
|
|
|
|
3
|
mempengaruhi
semangat belajarnya, saya akan diam saja tak mau ikut campur
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Apabila
peserta didik diperintah mengerjakan soal di depan, dan menolaknya saya akan
memaksanya sambil mempermalukannya di depan peserta didik lainnya
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Apabila
peserta didik tidak bisa mengerjakan soal saat maju kedepan, saya tak marah
dan tetap menghargainya karena ia mau mencoba
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Apabila
terdapat seorang anak introvert dalam sebuah kelompok belajar, saya kerap
menunjuknya untuk mewakili kelompoknya dengan niat agar peserta didik
tersebut aktif dan lebih membuka diri
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Menurut saya bila mayoritas peserta didik sering mendapat nilai jelek
dalam ulangan, kesalahan terbesar ada pada saya
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Jika ada peserta didik sakit dan tidak masuk selama 3 hari. Walau tak
diopname, saya akan mengunjunginya
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Apabila
peserta didik murung di kelas saya akan bertanya perihal masalah yang sedang
ia hadapi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|