- Home>
- Langkah-langkah model pembelajaran scientific approach
Posted by : Chachacino
Senin, 26 Desember 2016
Dalam model pembelajaran scientific
approach memiliki beberapa langkah yang harus dilakukan yang biasa disebut
dengan 5M, yaitu di antaranya adalah:
1)
Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Keunggulan:
a.
menyajikan media obyek secara nyata,
b.
peserta didik senang dan tertantang,
c.
mudah pelaksanaannya,
d.
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik, dan
e.
peserta didik menemukan fakta bahwa ada
hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
Kekurangan:
a.
memerlukan waktu persiapan yang lama dan
matang,
b.
biaya dan tenaga relatif banyak, dan
c.
jika tidak terkendali akan mengaburkan makna
serta tujuan pembelajaran.
langkah-langkah seperti berikut ini.
a.
Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b.
Membuat pedoman observasi sesuai dengan
lingkup objek yang akan diobservasi
c.
Menentukan
secara jelas data-data apa yang
perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
d.
Menentukan di mana tempat objek yang akan
diobservasi
e.
Menentukan secara jelas bagaimana observasi
akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f.
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas
hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video
perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi
dalam proses pembelajaran keterlibatan peserta didik secara
langsung. Guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta
didik dalam observasi tersebut.
a.
Observasi biasa (common observation).
Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan
subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini
peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau
situasi yang diamati.
b.
Observasi terkendali (controlled
observation). Seperti halnya
observasi biasa. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi
terkendali pelaku atau objek yang
diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada
pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau
eksperimen atas diri pelaku atau objek
yang diobservasi.
c.
Observasi partisipatif (participant
observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri
secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. paling lazim dilakukan
dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi ini mengharuskan
peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati.
Selama proses pembelajaran, peserta didik
dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. berikut ini.
a.
Observasi berstruktur. Pada observasi
berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau
situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan secara
sistematis di bawah bimbingan guru.
b.
Observasi tidak berstruktur. Pada observasi
yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan
secara baku mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam
kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam
memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya
akan efektif jika peserta didik dam guru melengkapi diri dengan alat-alat
pencatatan dan alat-alat lain, dapat berupa daftar cek (checklist),
skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record),
catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek
dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor-
faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala
atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai
kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang
diobservasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan
peserta didik selama observasi pembelajaran
a.
Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus
pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
b.
Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi
itu dilakukan. Sebelum obsevasi
dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara
dan prosedur pengamatan.
c.
Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang
hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya,
serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2)
Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta
didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah afektif, kognitif, dan
psikomotorik. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan
peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi
penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan
tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga
dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk
pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
a.
Fungsi bertanya
1)
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan
perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
2)
Mendorong dan menginspirasi peserta didik
untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya
sendiri.
3)
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik
sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
4)
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan
pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
5)
Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam
berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis,
dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6)
Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan
berpikir, dan menarik simpulan.
7)
Membangun sikap keterbukaan untuk saling
memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosakata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
8)
Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan
cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9)
Melatih kesantunan dalam berbicara dan
membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
3)
Menalar
1)
Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. dalam hal
tertentu peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses
berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat
diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud
merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak
bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari
associating; bukan merupakan terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini
juga bermakna menalar atau penalaran. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa
khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan
berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu
dikenal sebagai asosiasi atau menalar.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran
pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung
antara pendidik dengan peserta didik. Pola interaksi itu dilakukan melalui stimulus dan
respons (S-R). Teori ini dikembangan berdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori
asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike
adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R).
2)
Cara menalar
Terdapat dua cara menalar, yaitu:
a. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk
hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses
penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau
spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.
b. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara
kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
4)
Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik,
peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau
substansi yang sesuai. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan
untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan,
dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:
a. menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan
kurikulum;
b. mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus
disediakan;
c. mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya;
d. melakukan dan mengamati percobaan;
e. mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
f. menarik simpulan atas hasil percobaan; dan
g. membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka:
a. Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid
b. Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan
c. Perlu memperhitungkan tempat dan waktu
d. Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid
e. Guru membicarakan masalah yang akan yang akan dijadikan eksperimen
f. Membagi kertas kerja kepada murid
g. Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
h. Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap
perlu didiskusikan secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau
mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu,
a. Persiapan
1)
Menentapkan tujuan eksperimen
2)
Mempersiapkan alat atau bahan
3)
mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan
jumlah peserta didik serta alat atau bahan yang tersedia. Di sini
guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau
mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel
atau bergiliran
4)
Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari
risiko yang mungkin timbul
5)
Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus
diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk
hal-hal yang dilarang atau membahayakan.
b.
Pelaksanaan
1) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati
proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil
dengan baik.
2) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi
secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah
yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c.
Tindak lanjut
1) Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
2) Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
3) Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.
4) Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama
eksperimen.
5) Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan
alat yang digunakan.
5. Membentuk jejaring atau Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu
filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di
kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya
hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur
interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha
kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru
fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta
didiklah yang harus lebih aktif.
Ada empat sifat kelas atau pembelajaran
kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan
peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian
guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau
pembelajaran kolaboratif.
1) Guru dan peserta didik saling berbagi informasi.
Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk
menilai dan membina ilmu pengetahuan,
pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai
dengan teori, serta menautkan kondisi sosio budaya dengan situasi pembelajaran.
Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar
ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
Contoh:
Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama
secara damai.” Peserta didik yang mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
topik tersebut berpeluang menyatakan sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi
idea, dan memberi garis-garis besar arus
komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didik memahami dan melihat fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu,
pengalaman dan pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan
pembelajaran mereka. Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar.
Di sini peserta didik juga dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran
yang sedang dilakukan dengan dunia sebenarnya.
2) Berbagi tugas dan kewenangan.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru
berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal
tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka
sendiri, berbagi strategi dan informasi,
menghormati antar sesama, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas,
terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan
mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
3) Guru sebagai mediator.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru
berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan
informasi baru dengan pengalaman yang
ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia
menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
4) Kelompok peserta didik yang heterogen.
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di
kelas. Pada kelas kolaboratif peserta
didik dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan
mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan informasi
dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman”
di dalam heterogenitas peserta didik.